Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Kiprah Adam Malik dalam Sejarah Diplomasi Indonesia
18 Juli 2023 18:20 WIB
Tulisan dari Ferdian Ahya Al Putra tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Biodata Singkat
Adam Malik merupakan mantan wakil presiden dan mantan Menteri luar negeri Indonesia. Adam Malik lahir di Pematang Siantar, 22 Juli 1917. Kehidupan Adam Malik sebelum menjadi Menteri luar negeri penuh dengan berbagai gejolak. Adam Malik pernah dipenjara oleh Belanda pada tahun 1930-an karena menjadi anggota kelompok nasionalis yang mengupayakan kemerdekaan untuk Hindia Belanda.
ADVERTISEMENT
Kemudian, pada tahun 1937 ia mendirikan kantor berita Antara, yang semula merupakan organ pers nasional. Bahkan, Adam Malik merupakan salah satu yang terlibat dalam penculikan pemimpin Indonesia Sukarno dan Mohammad Hatta untuk "memaksa" mereka menyatakan kemerdekaan daripada menerimanya sebagai hadiah dari Jepang pada tahun 1945 (Promeet, 2007).
Peran dalam Diplomasi Indonesia
Setelah revolusi Indonesia berakhir pada tahun 1949, Malik bertugas menjadi duta besar untuk Uni Soviet dan Polandia. Pada tahun 1962 ia adalah ketua delegasi Indonesia untuk Washington, D.C., negosiasi tentang Irian Barat (Irian Jaya), yang meletakkan dasar bagi Indonesia pada akhirnya dapat memperoleh wilayah ini (Promeet, 2007).
Sebelum terbentuknya ASEAN, Adam Malik yang bertindak sebagai Menteri Luar Negeri Indonesia pada waktu itu melakukan beberapa manuver dengan beberapa negara lain di Kawasan Asia Tenggara. Sebelumnya, Indonesia berkonfrontasi dengan Singapura dan Malaysia. Perseteruan dengan Malaysia bahkan berujung pada keluarnya Indonesia dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
ADVERTISEMENT
Kemudian ketika memasuki masa orde baru, pemerintah Indonesia merasa bahwa ketegangan tersebut harus dicairkan. Akhirnya Singapura dan Indonesia sepakat untuk membuka hubungan diplomatik pada 6 Juni 1966. Kemudian langkah itu diikuti oleh Malaysia yang sempat menentang Tindakan Singapura.
Akhirnya Indonesia yang diwakili oleh Adam Malik sebagai Menteri Luar negeri dan Malaysia yang diwakili oleh wakil Perdana Menteri, Tun Abdul Razak sepakat untuk mengakhiri konfrontasi tersebut yang dituangkan dalam persetujuan yang ditandatangani pada tanggal 11 Agustus 1966 sebagai tindak lanjut dari persetujuan Bangkok yang digelar pada 28 Mei – 1 Juni 1966 (Wiharyanto, 2012).
Pemulihan hubungan antara Indonesia dan Malaysia menjadi momentum Indonesia dalam mempelopori pembentukan ASEAN, dimana Adam Malik menjadi aktor utama bagi Indonesia dalam hal ini. Bahwasanya dalam rangka membangun dan mengisi kemerdekaan nasional masing-masing negara di Asia Tenggara, Indonesia menawarkan kepada negara-negara di Asia Tenggara yang meliputi, Singapura, Filipina, Malaysia, Thailand, Kamboja, dan Myanamar untuk membentuk suatu organisasi regional.
ADVERTISEMENT
Namun, Myanmar dan Kamboja tidak menyambut baik tawaran tersebut. Walaupun demikian, pada akhirnya kelima negara yang lain sepakat dan kemudian menghasilkan deklarasi Bangkok yang ditandatangani pada 8 Agustus 1967, sebagai dasar terbentuknya ASEAN (Wiharyanto, 2012).
Dalam konteks ini, Indonesia melalui Adam Malik berhasil mengambil momentum yang tepat sebagai salah satu syarat keberhasilan negosiasi sehingga perundingan yang dilakukan membuahkan hasil. Momentum yang dimaksud merujuk pada kondisi dimana tensi antar negara ASEAN telah menurun dan sama-sama baru merdeka, sehingga membutuhkan Kerjasama untuk bangkit.
Faktor terpenting yang menentukan keberhasilan Adam Malik dalam mempelopori pembentukan ASEAN ialah kepiawaian Adam Malik dalam berdiplomasi. Adam Malik sebagai perwakilan dari Indonesia berhasil mencapai salah satu fungsi dari diplomasi, yaitu, mencairkan hubungan yang memburuk dan pembukaan hubungan Kerjasama/diplomatik dengan negara lain (Setiawati, 2020).
ADVERTISEMENT
Hal ini terlihat pada berakhirnya konfrontasi dengan Singapura dan Malaysia serta pembukaan hubungan kerjasama dengan kedua negara tersebut. Selain karena kepiawaiannya dalam berdiplomasi, keberhasilannya dalam mencairkan hubungan dengan Malaysia dipengaruhi oleh faktor netralitas perundingan sebagai salah satu syarat keberhasilan negosiasi.
Adam Malik bersama Tun Abdul Razak berunding di Bangkok yang menghasilkan “persetujuan Bangkok” yang menjadi titik balik berakhirnya konfrontasi Indonesia Malaysia, sebelum akhirnya kedua negara menandatangani kesepakatan pengakhiran konfrontasi dua bulan berikutnya.
Mencairnya hubungan yang sebelumnya memburuk, kemudian mendorong kedua negara tersebut untuk turut mendukung dibentuknya ASEAN bersama dengan 3 negara lainnya. Lebih lanjut, karena kecerdikan dan kecerdasannya dalam berdebat dan berdiplomasi, Adam Malik memperoleh sebutan “Si Kancil” (Dahlan, 2017). Ia dianggap sebagai diplomat ulung yang pandai berdebat. Adam Malik kemudian terpilih sebagai Ketua Sidang Majelis Umum PBB ke-26 pada tahun 1971 (Kemenlu, 2019).
ADVERTISEMENT
Ini adalah pertama kalinya dan satu-satunya wakil Indonesia yang terpilih sebagai Ketua Majelis Umum PBB, yang sekaligus semakin menegaskan bahwa ia merupakan seorang diplomat yang piawai. Faktor ini lah yang kemudian menentukan keberhasilan-keberhasilannya dalam berdiplomasi dan bernegosiasi.
Rujukan
Dahlan, J. (2017, February 22). Adam Malik. Retrieved from Kemdikbud: https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/mkn/adam-malik/
Kemenlu. (2019, March 31). Momen Penting dalam Sejarah Diplomasi Indonesia. Retrieved from Kemlu: https://kemlu.go.id/portal/i/read/47/tentang_kami/momen-penting-dalam-sejarah-diplomasi-indonesia
Promeet, D. (2007, February 1). United Nations - Biography of Adam Malik. Retrieved from Britannica: https://www.britannica.com/biography/Adam-Malik
Setiawati, Siti Mutiah. (2020). Materi Diplomasi. Disampaikan pada 16 September 2020. Yogyakarta: Departemen Ilmu Hubungan Internasional Universitas Gadjah Mada.
_______. (2020). Materi Diplomasi dan negosiasi: syarat keberhasilan. Disampaikan pada 30 September 2020. Yogyakarta: Departemen Ilmu Hubungan Internasional Universitas Gadjah Mada.
ADVERTISEMENT
Wiharyanto, A. K. (2012). Sejarah Asia Tenggara: Dari Awal Tumbuhnya Nasionalisme sampai Terbangunnya Kerja Sama ASEAN. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma.