Konten dari Pengguna

Bisa khusyuk, Haji dan Umrah Tidak Dipungut Pajak

imam lafendi
Penyuluh Pajak Kanwil DJP Jakarta Selatan 2
16 Oktober 2024 11:42 WIB
·
waktu baca 9 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari imam lafendi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Oleh: Imam Lafendi, Petugas Penyuluh Pajak DJP*)
ilustrasi ibadah haji dan umrah merupakan jenis kegiatan keagamaan, foto freepik.com
zoom-in-whitePerbesar
ilustrasi ibadah haji dan umrah merupakan jenis kegiatan keagamaan, foto freepik.com
Anda memiliki rencana untuk naik haji atau umrah? Atau sedang melakukan persiapan untuk mendaftar haji atau umrah? Setiap muslim pasti mendamba untuk dapat beribadah ke Baitullah, baik haji maupun umrah. Bahkan, tahukah? Umat nonmuslim juga memiliki kegiatan perjalanan ibadah? Dalam kegiatan ibadah tersebut tentu melibatkan transaksi keuangan. Lantas, dari sisi pajak, bagaimana pemerintah mengaturnya?
ADVERTISEMENT
Bagi seorang muslim, melaksanakan ibadah haji merupakan salah satu rukun Islam. Hukum ibadah haji, bahkan menjadi wajib bagi mereka yang sudah mampu sesuai syariat. Begitu pun juga ibadah umrah, meskipun bersifat tidak wajib, Namun dalam kenyataannya, saat ini ibadah umrah lebih diminati oleh masyarakat. Ibadah umrah ini seolah menjadi pengganti ibadah haji karena jemaah tidak perlu mengantri terlalu lama dan sifatnya yang dapat dipersamakan dengan ibadah haji.
Masa operasional penyelenggaraan ibadah haji 2024 sudah resmi ditutup sejak 25 Juli 2024 kemarin. Tahun 2024 ini, sesuai informasi di laman Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama, Indonesia mendapat kuota haji sebanyak 241.000, yang terdiri dari 213.320 jemaah haji reguler dan 27.680 jemaah haji khusus. Jumlah ini diklaim sebagai yang terbanyak sepanjang sejarah penyelenggaraan ibadah haji. Begitu pun juga ibadah umrah, sesuai data SISKOPATUH Kemenag, sepanjang tahun 2023 jemaah yang melaksanakan ibadah umrah tembus 1.227.747 orang.
ADVERTISEMENT
Ibadah haji dan umrah, dalam pelaksanaannya tentu melibatkan kegiatan layanan penyelenggaraan, baik persiapan hingga perjalanan ke tempat tujuan ibadah. Karena itu, tidak dapat terlepas dari biaya atau pengeluaran yang menyertainya seperti biaya pelayanan dokumen, transportasi, akomodasi, konsumsi dan biaya terkait lainnya.
Di Indonesia, pelaksanaan ibadah haji dan umrah dilakukan oleh penyelenggara haji dan umrah. Penyelenggara Haji dan Umrah ini bisa berasal dari pemerintah maupun Nonpemerintah. Regulasi terkait penyelenggaraan ibadah haji dan umrah diatur oleh Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kementerian Agama.
Pelaksanaan ibadah haji dilakukan oleh Penyelenggara Ibadah Haji (PIH) baik secara regular maupun khusus. Penyelenggaraan ibadah haji reguler dilaksanakan oleh Kementerian Agama dengan pengelolaan, pembiayaan, dan pelayanan yang bersifat umum. Sedangkan Penyelenggaraan Ibadah Haji Khusus (PIHK) dilaksanakan oleh PIHK dengan pengelolaan, pembiayaan, dan pelayanan yang bersifat khusus.
ADVERTISEMENT
Perlu diketahui bahwa Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) dan Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) adalah badan hukum yang memiliki izin berusaha untuk melaksanakan Ibadah Haji khusus atau Umrah dengan tetap memenuhi kriteria yang diatur dalam UU Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah. Badan hukum ini umumnya berupa biro perjalanan wisata atau travel yang juga melayani dan memiliki izin untuk menyelenggarakan perjalanan ibadah haji dan umrah.
Regulasi Pengenaan Pajak
Dalam konteks perpajakan, Pajak dikenakan terhadap pihak yang memenuhi syarat subjektif dan objektif. Syarat subjektif berkaitan dengan Pihak yang dapat berupa orang atau entitas yang dikenakan pajak. Syarat ini berfokus pada identitas dan status pembayar pajak. Beberapa aspek yang termasuk dalam syarat subjektif adalah:
ADVERTISEMENT
1. Subjek Pajak: Individu atau entitas yang dikenakan pajak.
2. Status Kependudukan: Misalnya, apakah seseorang adalah penduduk atau bukan penduduk (residen atau non-residen).
3. Hubungan dengan Negara: Misalnya, apakah individu atau entitas memiliki kewarganegaraan atau tempat tinggal di negara yang mengenakan pajak.
Syarat objektif berkaitan dengan objek atau hal yang dikenakan pajak. Syarat ini fokus pada jenis dan sifat dari pendapatan atau transaksi yang dikenakan pajak. Beberapa aspek yang termasuk dalam syarat objektif adalah:
1. Objek Pajak: Pendapatan, barang, jasa, atau transaksi yang menjadi dasar pengenaan pajak.
2. Jumlah atau Nilai: Nilai transaksi atau pendapatan yang mencapai batas tertentu yang dikenakan pajak.
3. Jenis Transaksi: Misalnya, penjualan barang atau jasa, penghasilan dari pekerjaan, atau penghasilan dari investasi.
ADVERTISEMENT
Sehingga seseorang, misalnya dia sebagai pegawai, tidak akan terutang pajak penghasilan (PPh) selama penghasilan yang menjadi syarat objektif tidak melebihi penghasilan yang ditentukan tidak dikenai pajak (PTKP).
Di Indonesia, pajak atas ibadah haji dan umrah melibatkan beberapa aspek yang perlu diperhatikan, termasuk pajak penghasilan (PPh) dan pajak pertambahan nilai (PPN). Arti penghasilan sendiri sesuai UU perpajakan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apapun. Pajak penghasilan, regulasinya diatur dalam UU PPh dan peraturan turunannya.
Berbeda dengan PPN, PPN merupakan pajak objektif, sehingga pemungutannya didasarkan pada objek tertentu, tanpa memandang kondisi pribadi atau status subjek yang dikenai pajak. PPN umumnya dikenakan atas konsumsi barang dan jasa yang dilakukan di dalam negeri, baik oleh orang pribadi maupun badan. Secara regulasi, PPN diatur dalam UU PPN dan peraturan turunannya.
ADVERTISEMENT
Regulasi Pajak atas Kegiatan Ibadah Haji dan Umrah
Kegiatan ibadah Haji dan Umrah ini termasuk dalam definisi transaksi jasa, yaitu jasa keagamaan. Hal tersebut sesuai dengan UU No. 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Umrah dan Haji yang mengatur bahwa penyelenggaraan perjalanan umrah dan haji merupakan kegiatan ibadah keagamaan. Sehingga, dalam hal ini dapat diartikan bahwa calon jemaah bertindak sebagai konsumen atau pihak pembeli jasa, sedangkan Penyelenggara Ibadah Haji (PIH) atau Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) bertindak sebagai pihak penyedia/penjual jasa.
Lantas bagaimana regulasi pajak atas ibadah haji dan umrah?
Dalam transaksi jasa ini, Calon Jemaah bukanlah subjek/penanggung pajak. Biaya yang dikeluarkan Calon Jemaah untuk ibadah haji atau umrah bukan objek pajak penghasilan (PPh) karena bukan merupakan penghasilan, melainkan pengeluaran pribadi. Sehingga, dalam hal ini, sebagai subjek/penanggung pajak terlimpahkan kepada Pihak PIH atau PIU, karena pihak inilah yang sebenarnya memperoleh penghasilan yakni dari jasa yang telah diberikan.
ADVERTISEMENT
Ibadah Haji dan Umrah juga tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Hal ini telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 92/PMK.03/2020. PMK ini mengatur tentang Kriteria dan/atau Rincian Jasa Keagamaan yang Tidak Dikenai PPN. Dalam PMK 92/PMK.03/2020 ditentukan:
• Jasa tertentu dalam kelompok jasa keagamaan termasuk jenis jasa yang tidak dikenai PPN,
• Jasa tertentu yang tergolong dalam jasa keagamaan yang tidak dikenai PPN terdiri dari jasa pelayanan rumah ibadah, jasa pemberian khotbah ataupun dakwah, jasa penyelenggaraan kegiatan keagamaan hingga jasa lainnya yang berhubungan dengan kegiatan keagamaan,
• Beberapa Jasa lainnya di bidang keagamaan yang termasuk dalam kelompok jasa keagamaan yang tidak dikenai PPN adalah:
o Jasa penyelenggaraan ibadah haji reguler maupun jasa perjalanan ibadah umrah yang diselenggarakan oleh pemerintah ke Kota Makkah dan Kota Madinah,
ADVERTISEMENT
o Jasa penyelenggaraan perjalanan ibadah keagamaan oleh biro atau jasa perjalanan wisata. Adapun beberapa perjalanan ibadah keagamaan yang diselenggarakan biro atau jasa perjalanan wisata, di antaranya:
1) Bagi umat Islam yaitu penyelenggaraan perjalanan ibadah haji khusus dan umrah ke Kota Mekkah hingga Madinah di Arab Saudi
2) Bagi peserta perjalanan ibadah yang beragama Katolik adalah penyelenggaraan perjalanan ibadah ke negara Vatikan hingga penjalan ke Kota Lourdes di Perancis,
3) Bagi peserta perjalanan ibadah yang beragama Kristen protestan adalah penyelenggaraan perjalanan ibadah ke Kota Yerusalem hingga ke Kota Sinai Mesir,
4) Bagi peserta perjalanan ibadah yang beragama Hindu adalah penyelenggaraan perjalanan ibadah ke Kota Uttar Pradesh hingga Kota Haryana di India
ADVERTISEMENT
5) Bagi peserta perjalanan ibadah yang beragama Budha adalah penyelenggaraan perjalanan ibadah ke Kota Bodh Gaya India hingga Kota Bangkok Thailand,
6) Bagi peserta perjalanan ibadah yang beragama Konghucu adalah penyelenggaraan perjalanan ibadah ke Kota Qufu negara Tiongkok.
Terkini, regulasi mengenai pajak atas jasa keagamaan diatur dalam PMK-71/PMK.03/2022 yang mulai berlaku efektif per 1 April 2022. Regulasi ini selain mengatur tentang penyelenggaraan perjalanan ibadah keagamaan, juga mengatur penggunaan besaran tertentu dalam penentuan PPN yang terutang atas transaksi Jasa Kena Pajak (JKP) tertentu.
Apabila penyelenggara perjalanan ibadah keagamaan juga menyelenggarakan perjalanan ke tempat lain yang bukan perjalanan ibadah, maka jasa tersebut termasuk Jasa Kena Pajak (JKP) dimana Dasar Pengenaan Pajak (DPP) yang digunakan adalah Nilai Lain. Sesuai PMK-71/PMK.03/2022, tarif PPN Nilai Lain adalah:
ADVERTISEMENT
1) Tarif sebesar 1,1% berlaku pada jasa perjalanan yang dilakukan ke tempat lain selama masa perjalanan ibadah keagamaan. Pemberlakuan PPN ini dapat dilakukan apabila dalam paket jasa perjalanan ibadah tersebut terdapat rincian antara tagihan paket penyelenggaraan perjalanan ibadah keagamaan dan tagihan paket penyelenggaraan perjalanan ke tempat lain. Sebagai contoh, paket perjalanan ibadah umrah yang sekaligus dengan perjalanan wisata lain ke Turki atau negara-negara lainnya
2) Tarif sebesar 0,55% berlaku pada jasa perjalanan yang dilakukan ke tempat lain yang dilakukan selama masa perjalanan ibadah keagamaan namun tidak dirinci dalam satu paket perjalanan.
3) Dalam hal terdapat Pajak Masukan sejalan dengan penyerahan jasa penyelenggaraan perjalanan ke tempat lain, maka tidak dapat dikreditkan.
ADVERTISEMENT
Apabila PIHK dalam melakukan kegiatan penyelenggaraan ibadah haji khusus diperankan oleh Biro Perjalanan Wisata atau Agen Perjalanan Wisata, maka atas penghasilan Jasa yang diperolehnya dianggap sebagai Jasa Kena Pajak (JKP) yang atas penyerahannya dikenakan PPN.
Jasa yang diserahkan oleh PIHK dan Biro Perjalanan Wisata/Agen Perjalanan Wisata, memiliki karakteristik khusus dimana jasa tersebut merupakan satu kesatuan jasa yang tidak dapat dipisahkan dari jasa yang diserahkan oleh pihak lain. Ada kemungkinan didalam jasa tersebut ada unsur yang telah dikenakan PPN, dikecualikan dari pengenaan PPN, maupun sebagian atau seluruhnya dikonsumsi di luar Daerah Pabean. Oleh karena itulah, atas penyerahan jasa penyelenggaraan ibadah haji khusus yang dilakukan oleh PIHK tetap dikenakan PPN dengan Dasar Pengenaan Pajak (DPP) yang ditetapkan adalah sebesar 10% dari jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih oleh Pengusaha Kena Pajak PIHK yang melakukan penyerahan jasa tersebut.
ADVERTISEMENT
Kiranya, regulasi ini adalah salah satu bentuk dukungan dari pemerintah sehingga kegiatan keagamaan ini dapat dilaksanakan tanpa beban tambahan bagi Calon Jemaah. Hal ini tidak hanya mencerminkan perlindungan hukum, tetapi juga sebagai dukungan untuk kelancaran pelaksanaan ibadah keagamaan bagi warga negara sebagai jemaah yang menunaikan.
Disclaimer*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi dimana penulis bekerja. Informasi lebih lanjut Silakan menghubungi Kantor Pajak terdekat atau melalui Kring Pajak 1500 200
Sumber:
Undang-Undang Nomor : 28 TAHUN 2007 tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan; UU No. 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Umrah dan Haji; PMK 92/PMK.03/2020 tentang Kriteria dan/atau Rincian Jasa Keagamaan yang Tidak Dikenai PPN; PMK-71/PMK.03/2022 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Atas Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu;
ADVERTISEMENT