Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Siaga dan Tanggap Bencana
5 Maret 2021 16:43 WIB
Tulisan dari Silvia Fibrianti tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Awal tahun 2021, Indonesia dihujani berbagai peristiwa. Selain pandemi COVID-19 yang belum usai, bencana alam juga terjadi di beberapa daerah.
ADVERTISEMENT
Pada 9 Januari 2021, di desa Cihanjuang, Kecamatan Cimanggung, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, terjadi longsor. Pada 12-14 Januari 2021, hujan lebat, angin kencang, hingga banjir menggenangi beberapa wilayah di Kalimantan Selatan, antara lain Kabupaten Banjar, Kabupaten Tanah Laut, Kabupaten Hulu Sunga Tengah, dan Kabupaten Tabalong.
Selang satu hari, pada tanggal 15 Januari, terjadi gempa berkekuatan 6,2 magnitudo mengguncang wilayah Majene, Sulawesi Barat. Keesokan harinya, 16 Januari 2021, Gunung Semeru di Jawa Timur memuntahkan awan panas sejauh lebih kurang 4 kilometer disertai guguran lava pijar. Pada tanggal yang sama, banjir dan longsor melanda kota Manado, Sulawesi Utara, akibat curah hujan dengan intensitas tinggi.
Indonesia berada di jalur gempa teraktif di dunia karena dikelilingi oleh Cincin Api Pasifik dan berada di atas tiga tumbukan lempeng benua, yakni Indo-Australia dari sebelah selatan, Eurasia dari utara, dan Pasifik dari timur. Kondisi geografis ini di satu sisi menjadikan Indonesia sebagai wilayah yang rawan bencana letusan gunung api, gempa bumi, dan tsunami (wikipedia, 2021).
Peristiwa bencana membuat kita sebagai masyarakat, perlu siaga dan tanggap. Mempersiapkan diri dan keluarga serta memahami apa saja yang harus diantisipasi dan dilakukan, baik sebelum bencana terjadi maupun pada saat bencana terjadi.
ADVERTISEMENT
Banjir
Banjir adalah peristiwa bencana alam yang terjadi ketika aliran air yang berlebihan merendam daratan (Wikipedia, 2021). Dikutip dari kompas, Ahli Hidrologi dan Dosen Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada (UGM), Pramono Hadi, mengatakan maraknya banjir di Indonesia salah satunya akibat pengaruh iklim periodik La Nina dan topografi.
La Nina merupakan anomali sistem global yang cukup sering terjadi dengan periode ulang berkisar antara dua sampai tujuh tahun. Dampak utama dari fenomena La Nina ke cuaca atau iklim di Indonesia, yakni timbulnya peningkatan curah hujan. Kondisi topografi di Indonesia yang berbeda-beda, maka dampak La Nina pun tidak seragam di seluruh wilayah.
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) membuat prakiraan potensi banjir bekerja sama dengan DitJen Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, serta Badan Informasi Geospasial (BIG). Dikutip dari laman bmkg.go.id, untuk prakiraan daerah potensi banjir bulan Maret-Mei 2021, potensi tinggi pada bulan Mei 2021 terdapat di Kolaka Utara, Kecamatan Lasusua, Sulawesi Tenggara serta Deiyai, Mimika, dan Paniai, Papua.
Dikutip dari hasil wawancara podcast Angkatan 2015 Kemenristek (ASN) dengan Mochamad Hernanto selaku Kepala Sudirektorat Pengelolaan Potensi dan Al Amrad selaku Kepala Seksi Pemasyarakatan SAR, Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas) dalam rangka bincang santai podcast ASN mengenai siaga dan tanggap bencana melalui daring pada tanggal 4 Maret 2021, Al Amrad menyampaikan bahwa untuk daerah-daerah dengan potensi banjir, masyarakat bisa mempersiapkan diri dengan mengamankan barang-barang berharga ke tempat yang lebih tinggi, menyiapkan bahan makanan yang tahan air, memastikan bekal dan minuman cukup, dan setidaknya memiliki alat apung di rumah.
ADVERTISEMENT
Gempa bumi
Gempa bumi adalah peristiwa bergetarnya bumi akibat pelepasan energi di dalam bumi secara tiba-tiba yang ditandai dengan patahnya lapisan batuan pada kerak bumi (BMKG,2021). Indonesia merupakan daerah rawan gempabumi karena dilalui oleh jalur pertemuan 3 lempeng tektonik, yaitu Lempeng Indo-Australia, Lempeng Eurasia, dan Lempeng Pasifik.
Kejadian gempa Aceh yang telah mengakibatkan korban ratusan ribu jiwa serta kerugian harta benda, diperlukan upaya mitigasi, baik bagi Pemerintah maupun masyarakat untuk mengurangi resiko akibat bencana gempabumi.
Kepala Seksi Pemasyarakatan SAR, Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas) menyampaikan bahwa dalam menghadapi gempabumi, apabila memungkinkan kita pergi ke ruang terbuka. Namun apabila kita berada di dalam ruangan kita bisa melakukan drop, cover, dan hold on posisi ini mengurangi bahaya, kemudian kita juga berlindung di bawah benda yang kokoh dan mencari “segitiga kehidupan”.
Saat bangunan runtuh, langit-langit akan runtuh menimpa benda atau furniture sehingga menghancurkan benda-benda ini, menyisakan ruangan kosong di sebelahnya. Ruangan kosong ini lah yang saya sebut "segitiga kehidupan". Semakin besar bendanya, maka semakin kuat benda tersebut dan semakin kecil kemungkinannya untuk remuk. Semakin sedikit remuk, semakin besar ruang kosongnya, semakin besar kemungkinan untuk orang yang menggunakannya untuk selamat dari luka-luka (Live Darurat, 2021).
Jika Anda berada di tempat tidur pada malam hari dan gempa bumi terjadi, cukup gulingkan tempat tidur, kekosongan yang aman akan ada di sekitar tempat tidur. Jangan pernah pergi ke tangga ketika terjadi gempa. Jauh lebih baik berada di dekat bagian luar gedung daripada di bagian dalam.
ADVERTISEMENT
Gunung meletus
Indonesia memiliki jumlah gunungapi aktif sebanyak 127, terbanyak di dunia. Dari 127 gunung api tersebut, hanya 69 gunung api aktif yang dipantau oleh Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (magma ESDM, 2021). Gunung api aktif dibagi menjadi beberapa tipe, gunung api tipe A berjumlah 77 merupakan gunung api yang memiliki catatan sejarah letusan sejak tahun 1600, gunung api tipe b berjumlah 29 merupakan gunung api yang memiliki catatan sejarah letusan sebelum tahun 1600, dan gunung api tipe c berjumlah 21 merupakan gunung api yang tidak memiliki catatan sejarah letusan, tetapi masih memperlihatkan jejak ativitas vulkanik.
Gunung api yang meletus dalam 400 tahun terakhir ada 70 buah. gunung api terkenal karena letusannya, misalnya Krakatau yang letusannya berdampak secara global pada tahun 1883. Sejak tahun 1000 M, Merapi telah meletus lebih dari 80 kali.
Menurut Kepala Seksi Pemasyarakatan SAR, Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas) dalam menghadapi bencana gunung meletus, untuk masyarakat yang tinggal di kaki gunung api yang masih aktif harus waspada dan siaga untuk terus mengikuti informasi dari pihak berwenang.
ADVERTISEMENT
Dalam hal terjadi letusan, ikuti petunjuk dari pihak berwenang dalam melakukan evakuasi, usahakan berada di titik aman, gunakan pakaian yang melindungi semua anggota tubuh, gunakan masker untuk melindungi pernapasan dari debu dan abu vulkanik, jangan menggunakan lensa kontak. Masyarakat sebaiknya jangan mendekat sebelum kondisi dinyatakan aman oleh pihak yang berwenang.
Bencana dapat terjadi kapan saja, hal tersebut menuntut kita untuk selalu siaga dan tanggap. Selalu utamakan untuk menyelamatkan diri sendiri terlebih dahulu, kemudian baru menolong yang lain. Simpan surat-surat berharga di tempat yang aman atau dimasukan dalam satu tas, siapkan tas darurat berisi pakaian atau barang yang dibutuhkan apabila terjadi bencana, untuk mempermudah kita agar bisa dengan cepat tanggap dalam melakukan evakuasi.
ADVERTISEMENT
Kepala Seksi Pemasyarakatan SAR, Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas) menyampaikan apabila membutuhkan pertolongan dalam hal terjadi bencana dapat menghubungi 115 emergency call layanan yang disediakan 24 jam oleh Basarnas.
Sosialisasi atau simulasi dalam siaga bencana perlu dilakukan mulai dari tingkat RW, agar masyarakat mendapatkan informasi dan mendapatkan pemahaman mengenai apa saja yang harus dipersiapkan sebelum bencana terjadi dan apa saja yang harus dilakukan dalam hal bencana terjadi.