Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Daya Pikat K-pop dan Belanja Impulsif: Mengapa Penggemar Rentan?
25 Desember 2024 13:28 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Fitri Utami tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Salah satu fenomena budaya pop yang sedang mengguncang dunia saat ini adalah Korean Wave, atau yang lebih dikenal dengan sebutan Hallyu. Ini mencakup berbagai hal menarik dari budaya Korea, mulai dari musik K-pop, drama, sampai gaya hidup. K-pop atau musik pop Korea berhasil menarik perhatian banyak orang terutama di kalangan penggemar muda karena K-Pop memiliki kombinasi yang sempurna seperti koreografi yang dinamis, melodi musik yang catchy dan daya tarik visual yang bikin penasaran. Tidak heran kalau akhirnya penggemar K-Pop didominasi oleh banyak penggemar muda.
ADVERTISEMENT
K-pop bukan sekadar musik, melainkan sebuah gaya hidup. Setiap video musik, konser, dan aktivitas para idola seolah menawarkan dunia fantasi yang sangat menggoda. Para penggemar sering kali merasa terhubung secara emosional dengan idola mereka, bahkan hingga menganggap mereka sebagai bagian dari kehidupan pribadi. Nah, fenomena ini disebut sebagai celebrity worship. Celebrity Worship menurut Yulianto (2023) mencakup berbagai perilaku, mulai dari bentuk yang positif, di mana penggemar merasa senang berinteraksi dengan orang-orang yang memiliki minat yang sama terhadap selebriti favorit mereka, hingga bentuk yang lebih ekstrem, di mana penggemar menunjukkan sikap obsesif dengan menganggap selebriti tersebut sebagai miliknya (Isril & Yulianto, 2024).
Menurut Sofwan & Sumaryanti (2022) dalam (Tristan & Yulianto, 2024) penggemar K-Pop terkenal dengan kesetiaannya yang sering kali ditunjukkan dengan membeli bermacam-macam barang yang berkaitan dengan selebriti K-Pop kesukaannya, seperti membeli tiket konser, lightstick, album, keychain, photocard, dan lain-lain. Hampir semua penggemar K-Pop pasti akan membeli barang-barang yang berkaitan dengan selebriti K-Pop kesukaannya. Namun, masalah mulai muncul ketika dorongan untuk membeli barang-barang ini mulai tak terkendali. Dalam beberapa kasus, penggemar K-Pop tidak lagi membeli barang hanya karena ingin memiliki sesuatu, tetapi lebih sebagai cara untuk merasa dekat dengan idola mereka dan menjadi bagian dari komunitas penggemar yang lebih besar. Hal ini dikenal dengan istilah compulsive buying.
ADVERTISEMENT
Compulsive buying dikutip dari Edwards (1993) , merupakan bentuk belanja dan pengeluaran yang tidak normal, di mana konsumen yang terpengaruh memiliki dorongan yang kuat, tak terkendali, kronis, dan berulang untuk berbelanja dan mengeluarkan uang. Saat seseorang merasa bahwa selebriti idolanya menjadi bagian dari hidup mereka, mereka cenderung membeli barang-barang yang berhubungan dengan selebriti tersebut tanpa memperhatikan harga (Tristan & Yulianto, 2024).
Bagi penggemar K-pop, memang rasa cinta terhadap idola bisa mendorong untuk membeli berbagai barang yang berhubungan dengan selebriti kesukaan, seperti album, merchandise, tiket konser, dan lainnya. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa perilaku belanja berlebihan itu dapat menyebabkan dampak yang negatif, contohnya masalah keuangan atau perasaan bersalah setelah membeli barang yang sebenarnya tidak terlalu dibutuhkan. Untuk menghindari compulsive buying, penggemar K-pop perlu lebih sadar akan pemicu perilaku belanja yang berlebihan.
ADVERTISEMENT
Bagaimana Menghindari Terjebak dalam Belanja Impulsif?
1. Menentukan Prioritas Pembelian
Sebagai penggemar, penting untuk membedakan antara keinginan dan kebutuhan. Alih-alih membeli segala sesuatu yang berkaitan dengan K-Pop, cobalah untuk menentukan mana yang benar-benar penting atau berarti bagi diri sendiri, hindari membeli barang yang hanya sekadar tren atau barang koleksi.
2. Mengenali Ketergantungan pada Celebrity Worship
Mengakui bahwa perilaku ini bisa menjadi bentuk celebrity worship yang berlebihan dapat membantu menyadari dampaknya pada keuangan dan kebiasaan belanja. Fokuslah pada apresiasi terhadap karya dan bakat idola saja, bukan hanya pada barang-barang yang mereka promosikan.
3. Bergabung dengan Komunitas Penggemar yang Sehat
Tak jarang komunitas penggemar K-Pop ada yang sehat dan adapun yang toxic. Maka dari itu, penting bagi penggemar harus lebih selektif dalam memilih komunitas yang baik. Dengan memilih komunitas yang tepat, penggemar K-Pop dapat menikmati kecintaan mereka tanpa harus merasa terpaksa mengikuti tren belanja yang berlebihan.
ADVERTISEMENT
4. Memahami Konsumsi sebagai Bagian dari Hiburan, Bukan Identitas
Penggemar K-pop sering kali merasa bahwa barang-barang yang dibeli adalah bagian dari identitas sebagai penggemar sejati. Cobalah untuk mengganti pandangan ini dengan melihat konsumsi sebagai bagian dari hiburan, bukan sesuatu yang wajib untuk merasa diterima dalam komunitas penggemar.
5. Berbicara dengan Seorang Profesional
Nah, jika perilaku Compulsive Buying sudah mempengaruhi keuangan atau kesejahteraan emosional, berbicaralah dengan seorang konselor atau terapis yang mengerti dampak dari Celebrity Worship agar dapat membantu mengatasi masalah ini dengan pendekatan yang lebih mendalam.
Kecintaan terhadap K-pop memang bisa menjadi pengalaman yang menyenangkan dan menginspirasi. Jadi, penting bagi penggemar untuk tetap bijak dan sadar akan potensi bahaya belanja impulsif yang sering kali muncul.
ADVERTISEMENT
Teruntuk Penggemar K-Pop, ingat, kamu punya kekuatan untuk mengendalikan keuanganmu dan menikmati K-Pop dengan cara yang menyenangkan dan tetap positif!
DAFTAR PUSTAKA
Edwards, E. A. (1993). Development of a new scale for measuring compulsive buying behavior. Semantic Scholar, 4, 67–85.
Isril, T. L., & Yulianto, A. (2024). Moderasi jenis kelamin dan usia pada pengaruh celebrity worship terhadap subjective well-being penggemar k-pop. Sebatik, 28(1), 114–123. https://doi.org/10.46984/sebatik.v28i1.2459
Tristan, R. N. A., & Yulianto, A. (2024). Pengaruh celebrity worship dan jenis kelamin terhadap compulsive buying pada penggemar k-pop berusia emerging adulthood. Sebatik, 28(1), 138–146. https://doi.org/10.46984/sebatik.v28i1.2462