Konten dari Pengguna

Boneka Besar Berasal dari Betawi

Fitriah Zahwa Nissa
Mahasiswa Jurnalistik, Politeknik Negeri Jakarta
19 Juni 2022 19:11 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Fitriah Zahwa Nissa tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Ondel-ondel. Sumber foto : dokumen pribadi.
zoom-in-whitePerbesar
Ondel-ondel. Sumber foto : dokumen pribadi.
Di Jakarta memiliki suku asli, yaitu Betawi yang merupakan masyarakat asli yang mendiami DKI Jakarta. Betawi memiliki berbagai macam keanekaragaman salah satu kesenian yang bersumber dari Betawi yaitu ondel-ondel.
ADVERTISEMENT
Dan ondel-ondel merupakan salah satu kebudayaannya di suku Betawi, serta telah menjadi ikon Kota Jakarta. Kedua boneka yang berpasangan antara pria dan wanita dengan berukuran yang besar dengan diameter tubuh ondel-ondel berukuran 1,5 meter, sedangkan tingginya mencapai 4 meter.
Ondel-ondel dibuat dengan menggunakan bahan utama bambu anyaman. Serta warna wajah ondel-ondel memiliki ciri khasnya tersendiri, pada wajah ondel-ondel pria menggunakan warna merah, sedangkan pada ondel-ond wanita menggunakan warna putih.
Kedua warna banyak yang menyakini arti tersendiri, seperti hal nya dengan Rahmat yang sudah bertahun-tahun memiliki usaha membuat ondel-ondel, sehingga memahami makna warna merah yang berarti memiliki semangat juang dan pemberani, sementara putih melambangkan kesucian. Selain itu rambut ondel-ondel berasal dari bahan sapu ijuk yang di tempel pada topeng. Serta warna pakaian yang mencolok berhasil membuat masyarakat yang belum pernah melihatnya langsung mendapat kesan pertama yang menarik.
ADVERTISEMENT
Sebagai pengusaha ondel-ondel, Rahmat pada awalnya menyewakan ondel-ondel untuk berbagai macam acara adat betawi, seperti pernikahan. Namun perkembangan zaman membuat beberapa acara adat istiadat betawi ditinggalkan, sehingga dirinya memutuskan untuk menggunakan ondel-ondel nya berkeliling ke beberapa kampung dengan mengharapkan imbalan dari setiap orang.
Meskipun Rahmat dibantu oleh sang adik untuk menemani saat keliling, tetapi menurutnya hasil yang didapatkan perhari masih kurang cukup untuk membiayai sekolah anaknya. Sehingga dirinya harus menurunkan semua ondel-ondelnya untuk keliling di berbagai wilayah, dengan harapan mendapatkan penghasilan yang lebih tinggi.
Tentu saja apa yang telah dilakukannya sama seperti pengusaha ondel-ondel lainnya, yang memilih berkeliling untuk mencari nafkah. Oleh sebab itu saat ini telah marak penggunaan ondel-ondel untuk mengemis kepada warga sekitar, sehingga menimbulkan respon masyarakat yang tidak setuju jika sebuah budaya harus dilestaridilestarikandidilestaridilestaridilestarikandidilestarilestaridilestarikankankanlestaridilestarikankankan bukan malah menjadi pengemis di jalan.
ADVERTISEMENT
(Fitriah Zahwa Nissa/Politeknik Negeri Jakarta)