Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Menjaga dan Melampaui ‘Tradisi’ Medali dalam Olimpiade
12 Agustus 2024 9:29 WIB
·
waktu baca 8 menitTulisan dari Fransiskus Nong Budi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Olimpiade Paris 2024 nyaris berada di akhir perhelatan. Sejak 26 Juli lalu para atlet telah bertanding dan mempersembahkan kemampuan terbaik mereka masing-masing bagi negaranya. Perlombaan akan berakhir pada 11 Agustus. Per 10 Agustus, Amerika, Tiongkok, dan Australia menjadi tiga negara dengan perolehan medali terbanyak dari negara peserta lainnya. Amerika dan Tiongkok sama-sama mengoleksi 33 emas, tetapi secara keseluruhan Amerika lebih unggul dari Tiongkok karena 111 medali yang diperoleh. Tiongkok mengoleksi total 83 medali. Persaingan menjadi yang terbaik masih terbuka per hari ini dan hari terakhir. Namun sejauh ini demikianlah situasi klasemen perolehan medalinya.
ADVERTISEMENT
‘Tradisi’ di sini ditulis demikian dengan maksud mereduksi makna. Tradisi di dalam tulisan ini dipahami sebagai sesuatu yang berlangsung dalam kurung waktu yang lama dan terjadi secara tetap sehingga membentuk suatu pola. Tradisi dibicarakan dalam kaitan dengan keikutsertaan Indonesia dalam Olimpiade.
Indonesia telah memiliki Komite Olimpiade Nasional Indonesia sejak tahun 1946 dengan nama saat itu Persatuan Oleh Raga Republik Indonesia (PORI), tetapi secara resmi diakui dunia ketika untuk pertama kalinya Indonesia terlibat dalam Olimpiade di Finlandia pada tahun 1952. Dengan mengirimkan 3 atlet, Indonesia menjadi negara yang memiliki tim terkecil dalam Olimpiade kala itu. Indonesia mengirimkan ketiga atletnya untuk berpartisipasi dalam tiga cabang olahraga, yaitu Angkat Besi, Atletik, dan Renang. Meskipun tanpa medali, Thio Ging Hwie mencapai peringkat ke-8 dalam kelas ringan angkat besi kategori putra. Maram Sudarmodjo mencatat peringkat ke-20 dalam Lompat Tinggi kategori putra. Habib Suharko tidak mencapai babak penyisihan Renang gaya Dada jarak 200 meter kategori putra. Semua pencapaian tersebut merupakan suatu langkah yang hebat mengingat Indonesia baru sekitar tujuh tahun merdeka dan dalam segala keadaan ekonomi dan politik yang dimilikinya. Ketiga cabang olah raga tersebut patut digarisbawahi di sini demi perkembangan yang lebih baik bagi Indonesia.
ADVERTISEMENT
Untuk perhelatan berikutnya terjadi peningkatan drastis bagi keikutsertaan Indonesia. Olimpiade Melbourne, Australia, 1956 menjadi momen perbaikan bagi Indonesia. Kali ini Indonesia tidak lagi mengirimkan hanya 3 atlet, tetapi 22 atlet yang ikut bertanding pada 11 pertandingan dalam 6 cabang olahraga. Ini tentu merupakan suatu perkembangan yang sangat baik bagi Indonesia. Jumlah atlet yang ikut serta menjadi penting dan berarti. Dengan keadaan itu, rekor bagi Indonesia mulai dibuka pula. Atlet Indonesia berpartisipasi dalam cabang olahraga Angkat Besi, Atletik, dan Renang. Ketiga cabang olahraga ini telah diikuti dalam Olimpiade sebelumnya. Tiga cabang olah raga baru yang diikuti atlet Indonesia adalah Anggar, Menembak, dan Sepak Bola. Ini tentu merupakan sesuatu yang sangat membanggakan. Bahkan dari parameter historisitas partisipasi patut dikatakan sebagai mengejutkan dan sangat baik. Pun dari hasil yang diperoleh dalam Olimpiade termasuk sangat baik karena berada dalam rentang peringkat 5 hingga 30 untuk semua cabang olahraga yang diikuti.
ADVERTISEMENT
Indonesia mampu menjaga kuantitas atlet pada Olimpiade Roma, Italia, tahun 1960 dengan 22 atletnya. Namun Indonesia membuka rekor baru dalam jumlah cabang olahraga yang diikuti. Sebelumnya, dari 6 kini menjadi 8. Tiga cabang baru yang diikuti adalah Balap Sepeda, Layar, dan Tinju. Semua cabang olahraga dipertahankan, kecuali Sepak Bola yang absen kali ini. Tetapi Indonesia membuka rekor partisipasi pada tiga cabang yang sebelumnya belum pernah diikuti. Ini tentunya merupakan catatan yang baik.
Catatan penting selanjutnya ialah absennya Indonesia dalam Olimpiade Tokyo 1964. Dari 93 negara yang ikut, Indonesia tidak termasuk di dalamnya. Indonesia tercatat sebagai salah satu negara yang mendapat skors dari Komite Olimpiade Internasional. Indonesia, bersama Korea Utara dan Afrika tercatat sebagai tiga negara yang tidak ambil bagian di sana. Afrika diskors karena menerapkan kebijakan ‘politis’ Apertheid. Sementara Korea Utara dan Indonesia dikatakan atletnya tidak memenuhi standar untuk mengikuti Olimpiade Tokyo.
ADVERTISEMENT
Untuk Indonesia sendiri, menjadi cetak biru penting untuk diperhatikan. Munculnya GANEFO (Games of New Emerging Forces) perlu ditinjau lebih jauh. GANEFO merupakan sebuah federasi olahraga buatan Indonesia yang indikasinya sebagai tandingan Olimpiade. Presiden Soekarno tercatat sebagai salah satu pendiri federasi. Federasi ini aktif tahun 1962-1967. Dengan 36 negara anggota berpredikat “negara-negara berkembang” perhelatan perdananya berlangsung di Jakarta pada 10-22 November 1963. GANEFO I diikuti oleh 51 negara di Asia, Afrika, Eropa, dan Amerika Latin. Perolehan medali dalam ajang tersebut dirilis dengan tujuh besar, yakni Tiongkok, Uni Soviet, Republik Arab Bersatu, Indonesia, Korea Utara, Argentina, dan Jepang. Dicatat terdapat 48 negara yang memperoleh medali. GANEFO selanjutnya yang berhasil diselenggarakan adalah di Kamboja pada 25 November – 6 Desember 1966 yang diikuti oleh 17 negara setelah batalnya rencana GANEFO di Kairo. GONEFO selanjutnya – yang terakhir – direncanakan berlangsung mula-mula di Beijing namun batal dan kemudian di Pyongyang (Korea Utara) juga tidak dapat dilaksanakan. Federasi ini pun akhirnya bubar. Federasi ini lahir sebagai upaya memberontak dominasi Komite Olimpiade Internasional yang berbasis di Swiss. Indonesia, dengan segala keadaan geopolitiknya saat itu, mampu memimpin sejumlah negara di bawah payung ‘negara-negara berkembang’ meski dengan nuansa eko-politik cukup mengguncang statusquo kekuatan dunia yang tampak dalam Olimpiade.
ADVERTISEMENT
Pada Olimpiade Meksiko tahun 1968 Indonesia jatuh dari jumlah peserta dari biasanya setelah absen hanya dengan 6 atlet untuk cabang olahraga renang dan angkat besi. Indonesia memasuki Masa Orde Baru di bawah kepemimpinan Soeharto setelah lengsernya Soekarno. Stabilitas ekonomi dan politik sangat memengaruhi keikutsertaan Indonesia dalam Olimpiade. Partisipasi Indonesia tidak jauh berbeda pada Olimpiade München 1972 dengan 6 atlet dalam 5 cabang olah raga, yakni Angkat Besi, Atletik, Loncat Indah, Panahan, dan Tinju. Indonesia justru semakin terpuruk dengan mengirimkan 2 atlet panahan pada Olimpiade Montreal 1976. Bahkan dengan alasan politik Indonesia tidak ambil bagian dalam Olimpiade Moskow 1980. Hal ini menjadi catatan yang buruk kala tidak dapat membedakan Olahraga dari kepentingan politik dan semakin parah ketika membaurkan keduanya.
ADVERTISEMENT
Keadaan Indonesia membaik dengan mengirimkan 16 atlet untuk mengikuti 6 cabang olahraga pada Olimpiade Los Angeles 1984. Kondisi ini tidak baik-baik amat bila dibandingkan dengan keikutsertaan Indonesia pada Olimpiade Melbourne 1956.
Dalam kaitan dengan medali pada Olimpiade, Indonesia membuka gerbang perjalanan menuju ‘tradisi’ itu sejak tahun 1988 di Korea Selatan pada Olimpiade Seoul. Medali Perak, merupakan perolehan terbaik Indonesia yang dipersembahkan dari cabang olah raga Panahan. Medali itu diraih oleh Lilies Handayani, Nurfitriyana Saiman Lantang, dan Kusuma Wardhani. Artinya, Indonesia menunggu selama 36 tahun hingga memperoleh medali dalam Olimpiade sejak pertama kali keikutsertaannya. Panahan menjadi bagian dari kontribusi terbaik Indonesia dalam Olimpiade. Apresiasi besar paut diberikan kepada Donal Pandiangan yang melatih ketiga srikandi memperoleh medali dalam ajang terbaik olah raga internasional.
ADVERTISEMENT
Sejatinya cabang olah raga panahan hanya butuh waktu empat tahun untuk mendapatkan medali. Untuk pertama kalinya atlet panahan dikirim berkontribusi dalam Olimpiade Los Angeles, Amerika Serikat, pada 1984. Pada tahun 1988 keberhasilan itu terbukti. Sebagai salah satu bentuk apresiasi, raihan terbaik ketiga putri Nusantara itu didokumentasikan dalam sebuah layar lebar pada 2016 dengan judul 3 Srikandi.
Dengan dibukanya perolehan medali pada Olimpiade Seoul, kali ini dalam Olimpiade Barcelona 1992 Indonesia berhasil menunjukkan diri mampu memperoleh lebih baik. Untuk pertama kalinya dalam sejarah keikutsertaan Indonesia dalam Olimpiade, Indonesia mendapatkan medali emas. Cabang olahraga Bulu Tangkis menyumbangkan 5 medali, dobel emas, dobel perak, dan satu perunggu. Dari 42 atlet yang berpartisipasi pada 31 nomor dalam 10 cabang, Susi Susanti dan Alan Budi Kusuma mempersembahkan emas perdana untuk Indonesia, masing-masing dari nomor tunggal putri dan tunggal putra. Ini merupakan pencapaian terbesar Indonesia dalam Olimpiade. Medali perak juga dipersembahkan oleh Ardy Bernardus Wiranata dari nomor tunggal putra. Perak lainnya dipersembahkan dari nomor ganda putra oleh pasangan Eddy Hartono dan Rudy Gunawan. Sisanya medali perunggu diraih oleh Hermawan Susanto dari nomor tunggal putra.
ADVERTISEMENT
Tradisi medali terus dipertahankan Indonesia dari cabang olahraga Bulu Tangkis pada Olimpiade Atlanta 1996. Dengan 40 peserta dalam 11 cabang olahraga, Indonesia meraih 4 medali. Satu emas dipersembahkan oleh Rexy Mainaky dan Ricky Subagja dari nomor ganda putra. Satu perunggu dipersembahkan dari nomor tunggal putri oleh Mia Audina. Susi Susanti masih mempersembahkan medali perunggu pada nomor tunggal putri. Medali perunggu lainnya datang dari nomor ganda putra oleh pasangan Antonius Ariantho dan Denny Kantono.
Tradisi medali masih dijaga dalam Olimpiade Sydney tahun 2000. Dari 47 atlet yang berlomba dalam 12 cabang olahraga, Indonesia meraih 6 medali: 1 emas, 3 perak, dan 2 perunggu. Perak dan Emas dari cabang olahraga Bulu Tangkis, sisanya dari cabang olahraga Angkat Besi. Angkat Besi mempersembahkan medali perdananya selama keikutsertaan dalam Olimpiade.
ADVERTISEMENT
Tradisi medali terus berlanjut pada Olimpiade Athena tahun 2004. Indonesia menerjunkan 38 peserta dalam 14 cabang olahraga. Hasilnya, Indonesia memboyong 4 medali: 1 Emas dan 2 Perunggu dari Bulu Tangkis, serta 1 Perak dari Angkat Besi.
Tren medali dalam Olimpiade tetap terjaga pada Olimpiade Beijing tahun 2008. Dengan 24 peserta dalam 7 cabang olahraga, Indonesia berhasil membawa pulang 6 medali: 1 emas, 1 perak, dan 4 perunggu. Kontribusi medali masih datang dari Bulu Tangkis dan Angkat Besi.
Pada Olimpiade London 2012 Indonesia berhasil membawa pulang 3 medali: 2 perak dan 1 perunggu. Namun kali ini semua sumbangsih datang dari cabang olah raga Angkat Besi. Indonesia mengirimkan 22 peserta dalam 8 cabang olahraga.
ADVERTISEMENT
Dalam Olimpiade Rio de Janeiro tahun 2014 Indonesia mengutus 28 atlet dalam 7 cabang olahraga. Indonesia pulang dengan 3 medali. 2 Perak datang dari cabang olahraga Angkat Besi. 1 Emas dipersembahkan dari Bulu Tangkis nomor ganda campuran.
Dalam Olimpiade Tokyo tahun 2020 Indonesia mengirimkan 28 peserta dalam 8 cabang olahraga. Hasilnya Indonesia memperoleh 5 medali: 1 emas, 1 perak, dan 3 perunggu. Cabang olahraga Bulu Tangkis dan Angkat Besi masih menjadi favorit penyumbang medali.
Pada Olimpiade Paris 2024 ini dengan mengirimkan 29 peserta dalam 12 cabang olahraga, Indonesia telah memperoleh 3 medali: 2 emas dan 1 perunggu. Kali ini medali Emas tidak lagi datang dari cabang olahraga andalan, tetapi datang dari nomor Panjat Tebing. Emas lainnya datang dari cabang olahraga Angkat Besi. Dengan ini dicatatkan emas perdana dari masing-masing cabang olahraga sepanjang sejarah keikutsertaan Indonesia dalam Olimpiade. Cabang olahraga andalan Indonesia, Bulu Tangkis, berhasil menyumbangkan medali perunggu.
ADVERTISEMENT