Konten dari Pengguna

Harapan Baru bagi Kepastian Pemidanaan Perkara Korupsi

Galang Adhe Sukma
Hakim dan Juru Bicara pada Pengadilan Negeri Labuha, Maluku Utara
5 Agustus 2020 9:43 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Galang Adhe Sukma tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Bendera Merah Putih berkibar di Gedung MA Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Bendera Merah Putih berkibar di Gedung MA Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
ADVERTISEMENT
Pada tanggal 24 Juli yang lalu, Mahkamah Agung RI telah mengeluarkan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 1 Tahun 2020 tentang Pedoman Pemidanaan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-undang Pemberantasan Korupsi, yang mana Perma tersebut banyak diapresiasi oleh berbagai pihak, khususnya DPR, Komisi Pemberantasan Korupsi, dan berbagai pihak lainnya.
ADVERTISEMENT
Perma yang baru saja diundangkan oleh Mahkamah Agung RI ini bagaikan oase di tengah padang pasir dalam hal upaya bagi penegakkan hukum tindak pidana korupsi yang selama ini terjadi perbedaan pada amar pemidanaan putusan pengadilan.
Dalam kesempatan lain Indonesia Corruption Watch (ICW) mengemukakan data yang dihimpun dari halaman resmi situs MA, Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri, dan informasi putusan banding beberapa pengadilan tinggi pada 2018. Menurut ICW pada 2018, ada sebanyak 1.053 perkara dengan 1.162 terdakwa yang diputus pada ketiga tingkat peradilan (pengadilan negeri, pengadilan tinggi, dan Mahkamah Agung. Jika dirincikan, sebanyak 918 terdakwa atau 79 persen diputus dengan hukuman ringan (1-4 tahun), 180 terdakwa atau 15,4 persen hukuman sedang (4-10 tahun), dan 9 terdakwa atau 0,77 persen hukuman berat (lebih dari 10 tahun).
ADVERTISEMENT
Melihat kondisi yang terjadi, Mahkamah Agung RI meresponsnya secara cepat, dimana dalam pertimbangan yang diberikan oleh Mahkamah Agung dalam Perma ini, penjatuhan pidana seharusnya dilakukan dengan memperhatikan kepastian dan proporsionalitas pemidanaan yang muaranya pada keadilan di masyarakat. Selain itu juga beleid yang telah dikeluarkan ini diharapkan memutus masalah disparitas penjatuhan hukuman perkara korupsi yang mempunyai karakteristik serupa, sehingga diperlukan aturan yang mengaturnya.
Ketua Mahkamah Agung RI, Dr. H.M. Syarifuddin, S.H, M.H. Foto: Panca Syurkani/mediaindonesia.com
Perma yang telah disusun secara cermat oleh Mahkamah Agung RI ini, selama dua tahun telah matang dirembuk oleh Kelompok Kerja (Pokja) yang bekerja sama dengan Masyarakat Pengawas Peradilan Indonesia (MaPPI) Fakultas Hukum UI berdasar Keputusan Ketua MA Nomor 189/KMA/SK/IX.2018. Kerja sama antara Mahkamah Agung RI dan MaPPI FHUI ini juga melibatkan Komisi Pemberantasan Korupsi, Kejaksaan Agung RI, dan para akademisi.
ADVERTISEMENT
Perma ini dalam mengadili tindak pidana korupsi Pasal 3 UU Pemberantasan Tipikor, mengategorikan kerugian keuangan atau perekonomian negara menjadi lima bagian:
Di samping ihwal keuangan negara yang dirugikan, pidana yang dijatuhkan oleh Pengadilan mempertimbangkan kesalahan, dampak, dan keuntungan bagi terdakwa. Perma ini membaginya menjadi tiga hal, yaitu:
ADVERTISEMENT
Dilihat dari ancaman pemidanaan dalam Perma ini, Mahkamah Agung tampaknya tidak main-main dalam menjatuhkan pidana seumur hidup, Perma ini juga telah mengkualifikasikan perbuatan terdakwa yang dapat dijatuhkan pidana seumur hidup, antara lain:
ADVERTISEMENT
Diharapkan dengan adanya Perma 1 Tahun 2020 ini, selain dapat menjadi jawaban terhadap disparitas putusan Pengadilan yang terjadi selama ini. Juga dapat memberikan kepastian hukum terhadap perkara-perkara korupsi, dan keadilan serta kemanfaatan bagi masyarakat dan negara pada umumnya.
----------------------------------------------------------------------
Oleh: Galang Adhe Sukma, S.H. Hakim dan Humas Pengadilan Negeri Labuha, Maluku Utara