Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Political Personal Branding Erick Thohir: dari Tragedi Kanjuruhan ke Ketum PSSI
18 Februari 2023 9:33 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Gigih Imanadi Darma tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Jadi, bukan kejutan kalau Pak Menteri BUMN itu terpilih sebagai Ketua Umum PSSI periode 2023-2027. Singkirkan dulu pertanyaan apakah aturan membolehkan rangkap jabatan begitu. Apakah Erick Thohir akan melepas posisinya di kabinet? Kalau tidak, bisakah Erick Thohir menjalani dua peran besar itu sekaligus?
Singkirkan dulu semua kabut itu dari kepalamu. Jangan tampak bodoh. Ini Indonesia, bung!
Mari kita urai bagaimana bisa Erick Thohir menang dengan mengantongi 66 suara voters dan sekaligus membuat lawannya La Nyala Mattalitti, redup dan mati karena cuma mengantongi 22 voters dari yang sebelumnya petantang-petenteng mengeklaim sudah mengamankan 44 suara. Rupanya suara itu dibagi dua dan lari ke arah Erick Thohir.
Mari kita telusuri jejak Erick Thohir menuju tangga jabatan baru ,yang tampak mulus-mulus saja bagaikan wajah perempuan dipoles skincare, dan bagaimana bisa dia mendapat frame positif seketika masuk bursa Calon Ketua Umum PSSI.
ADVERTISEMENT
Bisa-bisanya Erick Thohir membuat orang-orang sadar atau tak sadar membicarakannya seolah-olah seperti melihat benda langit jatuh. Terkagum sambil mengucap doa.
Dari Tragedi Kanjuruhan ke Ketum PSSI
Langkah pertama Erick Thohir menuju kursi PSSI adalah tragedi Kanjuruhan. Empat hari setelah tragedi memilukan itu Erick diutus oleh pemerintah Indonesia untuk menemui Presiden FIFA, Gianni Infantino.
Mengapa Erick Thohir bukan Zainuddin Amali? Apakah karena Pak Menpora tak tahan berlama-lama di luar negeri, lidahnya tak nyaman kalau harus berbicara dalam bahasa asing? Tentu bukan perkara itu.
Dalam ilmu marketing bab personal branding, sebagai sebuah brand Erick Thohir sudah punya brand awereness. Di mana publik sudah sadar akan keberadaan Erick Thohir. Kiprahnya di dunia olahraga terutama sepak bola sudah berkibar. Erick Thohir pernah menjadi orang nomor satu di Inter Milan (2013-2018).
ADVERTISEMENT
Dengan kemelekatan seperti itu pria yang juga anggota komite olahraga internasional itu menguatkan brand association-nya. Orang tidak sekadar tahu, tetapi orang tahu track record cemerlang Erick Thohir. Dia membentuk perceived quality dengan kinerja yang memuaskan.
Salah satu bentuk amplifikasinya, adalah saat Erick Thohir di frame media sebagai sosok penting di balik nasib mujur PSSI yang tak dijatuhi sanksi oleh FIFA, dan bahkan mendorong induk federasi sepak bola dunia itu memberi dukungan maksimal untuk perbaikan sepak bola Indonesia.
FIFA yang melihat animo masyarakat Indonesia begitu besarnya dan itu berarti juga potensi pasar, terang saja dengan senyum paling manis mengucapkan kesediaannya menjalin kerja sama dengan pemerintah dan PSSI untuk membentuk tim transformasi sepak bola Indonesia. (Oh iya, apa kabarnya, ya?)
Yang terlihat adalah publik dibuat takjub dengan Erick Thohir—peduli setan dengan performa BUMN . Dalam konteks Tragedi Kanjuruhan, Erick di posisi atau memposisikan dirinya sebagai problem solver. Sosok hero.
ADVERTISEMENT
Alhasil Erick Thohir jadi punya brand loyalty yang kokoh. Dalam branding sikap loyal konsumen berbanding lurus dengan tingkat konversi keuntungan. Anda pasti paham yang saya maksud.
Ilmu personal branding itu makin lengkap ketika di tingkat finishing apa yang disebut sebagai brand advocate bekerja dengan ciamik di Kongres Luar Biasa PSSI 2023.
Ketika sebuah brand sudah punya segala syarat untuk memenuhi standard suka atau puas konsumen, maka dengan sendirinya si konsumen menjadi marketer. Mempromosikan brand itu secara cuma-cuma.
Pada konteks ini kita lihat bagaimana para pesohor seperti Raffi Ahmad (Rans Nusantara) dan Atta Halilintar (AHHA PS Pati)—dua klub yang termasuk voters—memberikan endorse kepada Erick Thohir.
Tak cukup sampai di situ, gerilya yang tak kalah serius dimotori oleh Pangeran Siahaan dan Tsamara Amany, yang mendeklarasikan dukungannya dengan membentuk gerakan B.E.D.A. yang merupakan akronim dari Berani, Enerjik, Dahsyat, dan Amanah. Gerakan itu konon menghimpun keluh kesah kelompok suporter dan pencinta sepak bola tanah air.
ADVERTISEMENT
Lagipula siapa yang tidak mau menempel pada nama besar seorang Erick Thohir? 22 voters yang memilih La Nyalla Mattalitti mungkin tidak mau. Uang Rp 1 miliar perbulan kepada 34 Asprov yang tertuang sebagai janji lebih menggiurkan.
Syukurnya 66 voters yang memilih Erick Thohir masih punya cukup kewarasan. Kalau tidak, beberapa terminologi dalam teori personal branding yang saya kemukakan di atas tak akan pernah tertulis dalam catatan ini.
Catatan Penutup
Disadari atau tidak, by design atau tidak, kalau tidak mengurus Tragedi Kanjuruhan ceritanya akan lain. Dan kita berharap jangan sampai Erick Thohir menjadikan posisi Ketua Umum PSSI sebagai pijakan politik. Erick Thohir harus memastikan dirinya bukan sedang menumpang kereta bernama PSSI untuk menuju stasiun bernama cawapres.
ADVERTISEMENT
Erick Thohir berhutang pada merah pekat darah Tragedi Kanjuruhan. Sebuah cerita kelabu sepak bola Indonesia yang membuat ratusan nyawa menjadi martir, dan ribuan orang lainnya menjalani hidup dengan luka psikologis. Tabik!