Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Beberapa Cerita yang Menunjukan Realita Hidup Bukan Melodrama
9 Juni 2020 13:37 WIB
Tulisan dari Gilang Mahadika tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Apa benar dunia ini diciptakan hitam dan putih? mudah dibedakan mana yang benar dan mana yang salah layaknya kisah-kisah melodramatik, di mana perbedaan watak terlihat jelas dan tegas di antara sosok protagonis dan sosok antagonis. Sosok yang pertama dipandang sebagai pahlawan yang membela ‘kebenaran’, kebaikan dan tidak sedikit digambarkan memiliki sifat heroik yang terus berjuang melawan kejahatan. Di sisi lain, sosok terakhir seringkali dipandang jahat dan memiliki keinginan kuat untuk mengalahkan pahlawan pembela kebenaran. Tidak sedikit cerita melodrama seperti ini menyirat nilai moral yang patut untuk diberikan kepada khalayak sebagai pedoman hidup untuk menilai mana yang baik dan yang buruk, mana yang salah dan yang benar. Padahal, kenyataannya dunia seringkali tidak berjalan demikian.
ADVERTISEMENT
Meskipun Garin Nugroho sempat menuliskan dalam bukunya yang menarik, Negara Melodrama (2019) masyarakat Indonesia sejak 1950, 1960-an sudah terdapat musik melayu melodrama, ditambah dengan adanya bioskop di masa modern ini yang menjadikan dunia melodrama lebih besar. Sinetron yang tayang pada pertelivisian Indonesia juga menjadi indikator yang mudah untuk mengukur bagaimana masyarakat Indonesia secara umum lebih menyukai melihat opera sabun yang menawarkan cerita fiksi hidup yang hitam dan putih daripada melihat realita kehidupan yang rupanya abu-abu. Tidak heran jika kita lebih senang dan tidak sabar melihat Avangers ‘Endgame’ (2019) di saat sosok pahlawan protagonis berusaha melawan musuh bebuyutan mereka, Thanos yang ingin menguasai dunia, atau film Titanic (1997) yang hanya ada kemurnian cinta Rose dan Jack Dawson. Bahkan, dengan sifat masyarakat Indonesia yang melodramatis ini, kemunculan istilah cebong dan kampret di tengah musim pemilihan umum tahun lalu menandakan bagaimana masyarakat memandang dunia politik layaknya sinetron yang ada di televisi.
ADVERTISEMENT
Masih terdapat beberapa contoh cerita rakyat hingga film populer yang menyajikan kita beberapa refleksi terhadap kompleksitas dunia yang kita jalani saat ini. Seperti halnya sosok pahlawan yang seringkali diangkat dalam serangkaian serial animasi atau pun kisah folklor yang berkembang di masyarakat, seperti Robin Hood, digambarkan secara umum adalah seseorang yang sangat pandai menggunakan senjata panahnya. Ia digambarkan sebagai pahlawan bagi masyarakat miskin bahkan ada yang memberikan gelar bagi dirinya sebagai “King of Outlaw” (raja penjahat), dan kita tahu secara umum bahwa Ia berusaha mencuri harta masyarakat elit untuk dibagikan kepada orang miskin. Apakah itu baik? atau tidak selamanya buruk?
Kisah folklor Robin Hood sangat erat apabila dikaitkan dengan istilah bandit (penyamun atau penjahat), biasanya digambarkan oleh seseorang yang bertindak kriminal dengan memegang persenjataan yang lengkap, bertindak kekerasan, seringkali memeras dan merampok korbannya seperti dalam game Read Dead Redemption 2 yang keluar 2018 lalu. Seorang sejarawan, Eric Hobsbawm, mencoba memaparkan dalam bukunya yang berjudul Bandits (1969), menunjukkan bahwa kemunculan penjahat atau bandit rupanya karena adanya tatanan sosial yang tidak stabil, yang seringkali berdampak pada masyarakat kecil (peasants) atau petani kecil yang tereskploitasi, dan pada akhirnya mereka memutuskan untuk menjadi penjahat. Dalam sudut pandang pemerintah negara ini dianggap sebuah tindakan kriminal, namun mereka yang tetap hidup di dalam masyarakat kecil menganggap para bandits adalah pahlawan, avengers, pejuang keadilan, yang mendukung masyarakat kelas bawah.
ADVERTISEMENT
Tatanan sosial yang tidak stabil seperti dalam gambaran James Scott dan Benedict J. Tria Kerkvliet dalam bukunya, Everyday Forms of Peasant Resistance in South-East Asia (1986) dapat terjadi apabila relasi antara pemerintah atau tuan tanah dengan masyarakat atau petani kecil tidak berjalan secara resiprokal (saling berbalasan), seperti terjadinya eksploitasi terhadap masyarakat kecil pada zaman kolonial yang membuat para petani kecil memutuskan untuk kabur dari kerja rodi (corvee labour) atau keluar dari desa dan ikut gerakan sektarianisme, dan tidak sedikit juga yang berpartisipasi dalam komunitas bandit untuk melakukan perlawanan dengan sembunyi-sembunyi dengan cara merampok kaum elite. Dari catatan sejarah ini terlihat bagaimana kejahatan dan kebaikan sangatlah kabur dan sulit untuk ditentukan. Ditambah, karena tuntutan sebuah keadaan yang mengharuskan para petani kecil untuk bertindak sesuatu, entah berakhir menjadi bandit barangkali.
ADVERTISEMENT
Serial lain yang seringkali kita juga ditakjubkan oleh mobil dan peralatan canggihnya karena Ia adalah golongan elit dan kaya di sebuah kota Gotham. Sudah sangat umum dan dikenal oleh kita semua, adalah serial Batman, pahlawan super yang menggunakan kostum hitam-gelap dengan lambang kelelawar di dadanya. Batman menyajikan narasi di mana pemerintah kota Gotham sangat sulit menghadapi masalah di kotanya sendiri. Di saat para penjahat di luar sana berkeliaran di Kota Gotham, dan aparatur penegak keadilan, seperti polisi sangat sulit untuk memberantas para kriminal di kotanya sendiri karena dibatasi oleh kebijakan dan protokol yang membuat aparat kepolisian sendiri pun kewalahan untuk membela kebenaran.
Namun, tidak perlu berputus asa, karena terdapat sosok pahlawan yang hadir di tengah masyarakat sipil untuk memberantas para kriminal perkotaan. Itu lah Batman hadir menjadi sosok yang berusaha membasmi kejahatan dan seolah membantu aparatur negara untuk menstabilkan tatanan kehidupan yang ada di perkotaan. Namun, kenyataannya tidak sesuai dengan yang diekspektasikan bahwa Batman adalah sosok vigilante (main hakim sendiri) dan sekaligus menjadi buronan polisi sepanjang hidupnya yang terus berjuang menurunkan tingkat kriminalitas di perkotaan. Sosok superhero Batman ini menjadi masalah tersendiri sekaligus refleksi bagaimana mendefinisikan kebenaran atau suatu yang jahat itu sangatlah abu-abu. Tidak heran apabila Batman harus menutup wajahnya dengan topeng sama halnya para perampok bank yang menutup wajahnya agar tidak terlihat oleh CCTV.
ADVERTISEMENT
Menilai sebuah fenomena yang terjadi di dunia tidak sesederhana jempol Thanos yang jahat dapat membuat alam semesta ini menjadi 'debu' atau tayangan sinetron di Indonesia, di mana ada sekat yang jelas antara tokoh protagonis dengan antagonis, stereotipikal majikan yang jahat dan asisten rumah tangga yang baik. Dunia yang kita jalani se-abu-abu Batman yang memiliki niat baik untuk menolong kotanya sendiri, meskipun pihak polisi yang kita anggap baik melihat Batman adalah buronan dan vigilante atau Robin Hood, seorang bandit yang berusaha menolong masyarakat bawah dengan merampok kaum elite.
Hal ini tidak berarti sering menonton film atau serial lainnya dianggap tidak baik. Setidaknya dari cara memahami sebuah film atau alur cerita dapat menentukan kearifan dan bijaknya kita dalam memandang realita hidup yang abu-abu. Masih banyak film, cerita rakyat, dan media lainnya di luar sana memberikan sudut pandang baru agar diri kita lebih kritis dalam memandang realita kehidupan yang kompleks dan tidak mudah termakan hoaks informasi yang bertebaran dalam dunia digital saat ini.
ADVERTISEMENT