Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.101.0
Konten dari Pengguna
Ancaman Ekosistem Laut Akibat Penangkapan Ikan Hiu di Tanjung Luar, Lombok
13 April 2025 12:57 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari GILAR BUDI PRATAMA tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Pelabuhan Tanjung Luar di Lombok Timur dikenal sebagai salah satu lokasi pendaratan ikan hiu terbesar di Indonesia. Setiap hari, berbagai jenis hiu hasil tangkapan nelayan diperjualbelikan melalui sistem lelang di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Tanjung Luar. Aktivitas ini telah menjadi sumber penghidupan utama bagi sebagian masyarakat pesisir setempat. Meskipun nelayan mengklaim hanya menangkap spesies hiu yang tidak dilindungi, fakta di lapangan menunjukkan bahwa sejumlah spesies yang masuk dalam kategori dilindungi atau terancam punah turut tertangkap dan diperjualbelikan.
ADVERTISEMENT
Beberapa spesies hiu yang sering tertangkap di antaranya adalah hiu pandrung (Rhynchobatus spinger) berstatus Critically Endangered (CR), dan hiu martil (Sphyrna spp.) yang dikategorikan sebagai Endangered (EN) oleh IUCN dan dilindungi secara nasional, serta hiu belimbing (Stegostoma tigrinum) yang juga berstatus Endangered. Spesies lainnya seperti hiu karang sirip hitam (Carcharhinus melanopterus), hiu sutra (Carcharhinus falciformis), hiu macan (Galeocerdo cuvier), hiu tokek (Atelomycterus marmoratus), dan hiu karet (Prionace glauca) termasuk dalam kategori Vulnerable (VU) hingga Near Threatened (NT). Selain memerhatikan status konservasinya, penangkapan juga harus memastikan bahwa hiu yang tertangkap bukanlah hiu yang belum matang gonad maupun hiu betina yang sedang mengandung atau hamil. penangkapan hiu hamil tidak hanya menghilangkan satu individu, tetapi juga seluruh generasi baru yang sedang dikandung. Ini membuat dampaknya jauh lebih besar dibandingkan menangkap hiu dewasa yang tidak sedang mengandung. Dalam jangka panjang, hal ini dapat menyebabkan kepunahan lokal (local extinction), terutama pada spesies hiu yang sudah berstatus rentan (VU), terancam punah (EN), atau kritis (CR) menurut daftar merah IUCN.
Penangkapan hiu-hiu ini, terutama tanpa regulasi yang memadai, dapat mempercepat penurunan populasi dan mengganggu keseimbangan ekosistem laut secara keseluruhan. Hiu memiliki peran penting sebagai predator puncak dalam rantai makanan laut. Mereka membantu menjaga populasi spesies mangsa tetap terkendali, sehingga keseimbangan ekosistem tetap terjaga. Jika populasi hiu menurun drastis, maka dapat terjadi ledakan jumlah spesies mangsa yang justru merusak habitat penting seperti terumbu karang dan padang lamun. Lebih dari itu, hiu memiliki karakteristik reproduksi khas, yakni fekunditas rendah, pertumbuhan lambat, umur matang kelamin yang lama, dan umur hidup yang panjang. Karakteristik ini membuat mereka sangat rentan terhadap eksploitasi berlebihan karena proses pemulihan populasi yang lambat.
ADVERTISEMENT
Apa saja yang harus dilakukan agar hiu dan ekosistem laut berkelanjutan?
Untuk memastikan keberlanjutan sumber daya hiu dan menjaga keseimbangan ekosistem laut, langkah pertama yang perlu dilakukan adalah memperkuat regulasi serta penegakan hukum yang mengatur penangkapan hiu. Pemerintah harus memastikan bahwa peraturan mengenai larangan penangkapan dan perdagangan spesies hiu yang dilindungi ditegakkan secara konsisten, baik di laut maupun di darat, terutama di tempat pelelangan ikan seperti di Tanjung Luar, Lombok. Penindakan terhadap pelanggaran harus dilakukan secara tegas namun tetap disertai dengan pendekatan edukatif, agar masyarakat tidak merasa dijatuhi sanksi secara sepihak, melainkan memahami alasan di balik perlindungan tersebut.
Pemberdayaan nelayan melalui edukasi dan pelatihan juga menjadi langkah penting. Para nelayan perlu dibekali kemampuan untuk mengidentifikasi spesies hiu yang dilindungi dan memahami peran penting hiu sebagai predator puncak dalam rantai makanan laut. Pengetahuan ini akan membentuk kesadaran bahwa overfishing terhadap hiu tidak hanya mengancam kelangsungan spesies tersebut, tetapi juga bisa merusak tatanan ekosistem secara luas. Pelatihan juga dapat mencakup penggunaan alat tangkap yang lebih selektif dan ramah lingkungan, agar nelayan tetap bisa melaut tanpa membahayakan spesies yang rentan.
ADVERTISEMENT
Selain itu, pengaturan daerah penangkapan harus dilakukan secara jelas dan berbasis data. Pemerintah perlu menetapkan zona larangan tangkap di perairan-perairan yang menjadi habitat penting bagi hiu, seperti kawasan pembesaran anak hiu, wilayah pemijahan, dan jalur migrasi. Kawasan seperti terumbu karang, padang lamun, dan pesisir dangkal harus dilindungi dari aktivitas penangkapan yang intensif, terutama jika terbukti menjadi tempat hidup spesies hiu yang terancam punah. Zonasi ini akan membantu mengurangi tekanan terhadap populasi hiu dan memberikan ruang pemulihan alami bagi mereka.
Mengingat sebagian besar nelayan di Tanjung Luar menggantungkan penghasilan dari perikanan hiu, penting untuk mengembangkan alternatif ekonomi yang berkelanjutan. Salah satu alternatif yang potensial adalah pengembangan ekowisata berbasis hiu hidup, seperti kegiatan menyelam atau snorkeling untuk mengamati hiu di habitat alaminya. Ini tidak hanya dapat memberikan sumber penghasilan baru, tetapi juga mendorong pelestarian hiu sebagai aset pariwisata. Diversifikasi usaha nelayan melalui pelatihan pengolahan hasil laut non-hiu dan budidaya laut juga dapat memperluas pilihan mata pencaharian.
ADVERTISEMENT
Upaya monitoring dan pendataan secara berkala terhadap penangkapan hiu juga sangat penting. Data yang akurat mengenai jenis hiu yang ditangkap, jumlah, waktu, dan lokasi penangkapan akan membantu menyusun kebijakan berbasis bukti dan mendeteksi potensi eksploitasi berlebihan lebih dini. Penggunaan sistem pelaporan digital, atau pelibatan masyarakat dalam sistem pelaporan berbasis komunitas, dapat meningkatkan transparansi dan keandalan data. Kerja sama dengan perguruan tinggi dan lembaga riset akan memperkuat aspek ilmiah dari pemantauan ini.
Tidak kalah penting adalah membangun kolaborasi antar pemangku kepentingan. Pemerintah pusat dan daerah, LSM, komunitas nelayan, akademisi, dan pengelola kawasan konservasi perlu duduk bersama menyusun strategi pengelolaan hiu yang partisipatif. Forum atau kelompok kerja kolaboratif yang aktif dapat menjadi ruang.
ADVERTISEMENT
Terakhir, rehabilitasi ekosistem laut dan penguatan kawasan konservasi perairan harus menjadi bagian dari strategi besar pengelolaan hiu. Kawasan konservasi yang dikelola dengan baik dapat menjadi tempat berlindung bagi hiu dan spesies laut lainnya, serta mendukung keberlanjutan stok ikan secara keseluruhan. Kegiatan seperti restorasi terumbu karang dan padang lamun dapat memperkuat daya dukung lingkungan bagi kehidupan hiu dan memperbaiki kualitas habitat laut yang rusak akibat tekanan antropogenik.
Melalui pendekatan holistik dan kolaboratif ini, pengelolaan perikanan hiu yang berkelanjutan bukan hanya menjadi wacana, tetapi bisa diwujudkan sebagai praktik nyata yang membawa manfaat bagi keberlangsungan laut Indonesia dan kesejahteraan masyarakat pesisir.