Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Sia-Sia Percepatan Kendaraan Listrik di Indonesia
18 Januari 2023 14:04 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Gina Magfirah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Perkenalan masyarakat global terhadap kendaraan listrik, utamanya mobil listrik Tesla gebrakan Elon Musk, membuat tren penggunaan mobil listrik semakin meningkat satu dekade terakhir. Kendaraan listrik yang awalnya sebagai bentuk 'pernyataan' bagi masyarakat kelas atas, sekarang jadi keharusan untuk menuju target tenggat waktu yang diberikan dalam mengurangi penggunaan bahan bakar fosil.
ADVERTISEMENT
Berbicara perubahan iklim, salah satu penyumbang emisi gas rumah kaca merupakan sektor transportasi. Sektor transportasi menyumbang sebesar 1/5 bagian atau 8,2 miliar ton karbon dari total emisi gas rumah kaca global.
Di sisi lain, penyumbang emisi gas rumah kaca secara individu paling besar adalah dari kendaraan berpenumpang atau Light Duty Vehicle (LDV) dan pesawat terbang. Untuk itu, banyak inovasi yang akhirnya dibuat demi mengurangi emisi setiap individu, salah satunya dengan elektrifikasi LDV.
Beberapa hal yang ditingkatkan dalam perjalanan menuju target Zero-carbon future adalah:
ADVERTISEMENT
Tak dapat dipungkiri bahwa sumber daya alam maupun manusia di Indonesia sangat mumpuni. Potensi ini dimaksimalkan oleh pemerintah dengan upaya memasukkan investasi baterai ke dalam negeri, industri manufaktur kendaraan listrik dan stasiun pengisian daya baterai. Apalagi Indonesia memiliki cadangan nikel dan kobalt yang merupakan bahan utama dalam sel baterai kendaraan listrik mampu menjadi penarik yang menarik bagi investor.
Indonesia pun berkomitmen untuk mengurangi emisi sebesar 29 persen dan 41 persen dengan bantuan internasional pada tahun 2030. Komitmen ini menjadi acuan ditekennya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle) untuk Transportasi Jalan, dan yang teranyar adalah Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 7 Tahun 2022 tentang Penggunaan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle) Sebagai Kendaraan Dinas Operasional dan/atau Kendaraan Perorangan Dinas Instansi Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. Inpres ini jadi salah satu awal upaya meregulasikan kebijakan membangun dan mengembangkan kendaraan listrik.
ADVERTISEMENT
Untuk kepentingan politik dan ekonomi, regulasi tersebut akan mempercepat konsumsi kendaraan listrik sekaligus membuka kesempatan kerja sama lebih lanjut. Namun, seringkali kita berfokus pada pentingnya mencapai target komitmen penanganan perubahan iklim saja tanpa pengawasan dan pemantauan lanjutan yang efektif.
Selain itu, ketika tenaga listrik di Indonesia masih menggunakan batu bara dan kendaraan diisi dengan listrik berbahan bakar batu bara, maka sejatinya kita hanya mengubah energi dari bahan bakar fosil dengan bentuk lainnya. Artinya, terobosan sumber nol karbon di sektor pembangkit listrik sangat berperan agar target Zero-carbon future Indonesia tercapai secara komprehensif.
Pertanyaan selanjutnya adalah: Apakah peralihan konsumsi ke arah kendaraan listrik menyelesaikan masalah transportasi perkotaan?
Tidak serta merta.
Sejatinya, untuk menyelesaikan masalah transportasi perkotaan, jumlah kendaraan yang turun ke jalan yang seharusnya berkurang. Faktanya, penggunaan mobil listrik pribadi tidak membuat perilaku perjalanan pengguna berubah. Mobil pribadi tidak berkurang dan kemacetan tetap terjadi. Padahal masyarakat seharusnya memiliki mindset untuk mau beralih ke transportasi publik sebagai solusi dari masalah transportasi perkotaan. Alih-alih jadi solusi, pada akhirnya mobil listrik pun hanya menjadi sebuah gaya hidup seperti mobil berbahan bakar fosil pada umumnya.
ADVERTISEMENT
Secara hierarki pengguna transportasi, para pejalan kaki dan/atau pengguna sepeda seharusnya berada di jumlah paling tinggi. Disusul dengan para pengguna transportasi publik dan yang terakhir pengendara kendaraan pribadi. Ini artinya apabila konsumsi kendaraan listrik justru dipercepat, maka yang akan terjadi adalah memutarbalikkan hierarki pengguna transportasi.
Pembenahan dalam mengintegrasi pola ruang kota dengan jalur pejalan kaki dan transportasi publik seharusnya menjadi prioritas perkembangan dibanding mempromosikan kendaraan listrik kepada masyarakat. Kemudian, prioritas selanjutnya adalah elektrifikasi moda transportasi umum seperti bus.
Bus listrik memiliki beberapa keuntungan karena merupakan moda transportasi publik, rute pendek, waktu relatif tetap dan parkir di tempat yang sama. Namun, dengan catatan perlu penelitian lebih lanjut terhadap efisiensi baterai.
Urgensi Indonesia terletak pada membangun sistem transportasi publik dibanding gaya hidup berupa kendaraan listrik pribadi. Mengingat pertumbuhan sistem transportasi publik belum seradikal DKI Jakarta, bukankah seluruh kota di Indonesia seharusnya berpacu dalam membenahi sistem transportasi?
ADVERTISEMENT