Konten dari Pengguna

Mesir, Sahabat Lama yang 'Tua-tua Keladi', Makin Tua Makin Memikat Hati

Sesdilu 68 - Muhammad Habibie
Segera menerbitkan tulisan di Kumparan.
24 November 2020 12:56 WIB
comment
14
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Sesdilu 68 - Muhammad Habibie tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Suasana malam hari di Sungai Nil. Foto: Muhammad Habibie/Dok. Pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Suasana malam hari di Sungai Nil. Foto: Muhammad Habibie/Dok. Pribadi
ADVERTISEMENT
Tahukah Anda? Mesir adalah negara pertama di dunia yang mengakui kemerdekaan Indonesia. Hubungan persahabatan antar kedua bangsa bahkan telah terjalin baik jauh sebelum Indonesia merdeka. Melalui tulisan singkat ini, penulis ingin berbagi cerita tentang pengalaman menjelajahi salah satu daya pikat sahabat lama Indonesia ini yang tak lekang dimakan usia.
ADVERTISEMENT
Mesir merupakan negara pertama di Benua Afrika yang penulis kunjungi. Meskipun begitu, penulis sadar betul bahwa Mesir lebih terasa seperti negeri Arab ketimbang Afrika. Mulai dari bahasanya yaitu Bahasa Arab, musiknya yang kental dengan irama padang pasir, sampai dengan makanannya yang khas Timur Tengah.
Piramida Giza, salah satu daya pikat Mesir yang tak lekang oleh waktu. Foto: Muhammad Habibie/Dok. Pribadi
Piramida Giza yang ada Mesir merupakan bangunan tertua di muka bumi yang pernah penulis kunjungi. Tapi jangan salah, meskipun bangunan tua, Piramida Giza ternyata masih kokoh dan memesona. Ibarat kata pepatah, “tua-tua keladi, makin tua makin memikat hati”.
Meskipun suhu udara di Kairo, ibu kota Mesir, cukup menyengat, tidak lantas menyurutkan semangat penulis untuk menjelajahi Piramida Giza yang sejatinya adalah makam para penguasa Mesir Kuno, Firaun. Untuk kenyamanan, penulis tak lupa mengenakan topi dan sunglasses. Air minum dalam kemasan juga sudah penulis persiapkan sebagai bekal.
Rombongan wisatawan bersama seorang pemandu wisata di Piramida Giza. Foto: Muhammad Habibie/Dok. Pribadi
Menurut penuturan salah seorang pemandu wisata, kompleks Piramida Giza diperkirakan telah berusia lebih dari 4500 tahun. Masa pembangunannya diperkirakan berlangsung pada tahun 2550 sampai dengan 2490 Sebelum Masehi.
ADVERTISEMENT
Tidak terlalu sulit memang menemukan pemandu wisata di Mesir. Selain pemandu wisata profesional, ada juga pemandu wisata yang masih berstatus mahasiswa. Tarif yang ditawarkan oleh pemandu wisata berstatus mahasiswa biasanya relatif lebih bersahabat. Dengan memanfaatkan jasa pemandu wisata, perjalanan wisata dapat lebih terencana.
Piramida dari balik kaca bus yang penulis tumpangi. Foto: Muhammad Habibie/Dok. Pribadi
Setibanya di lokasi, hal pertama yang penulis lakukan pada saat melihat Piramida dari kejauhan adalah mengeluarkan ponsel dari saku celana. Bahkan sebelum bus yang penulis tumpangi berhenti dengan sempurna saja, penulis sudah sibuk sendiri mengambil foto. Kesibukan ini terus berlanjut dan semakin menjadi-jadi seiring dengan berjalannya waktu.
Fotografer keliling menawarkan jasanya kepada wisatawan. Foto: Muhammad Habibie/Dok. Pribadi
Untuk ukuran sebuah makam, Piramida Giza jauh dari kesan angker. Seumur hidup, rasa-rasanya penulis belum pernah berfoto sebanyak dan seekspresif ini di sebuah kompleks pemakaman. Di kawasan Piramida Giza sebenarnya banyak ditemui fotografer keliling yang menawarkan jasanya. Namun, penulis lebih memilih berhemat agar dapat membeli oleh-oleh untuk keluarga dan kerabat di Tanah Air.
ADVERTISEMENT
Sulit bersembunyi dari teriknya matahari di kawasan wisata ini. Sejauh mata memandang, tidak ada pohon untuk berteduh, apalagi kedai kopi berpendingin udara, setidaknya pada saat itu. Dengan keringat yang mulai bercucuran, pandangan penulis tertuju pada sebuah pintu di tengah-tengah salah satu Piramida, di mana para wisatawan nampak keluar masuk silih berganti.
Tidak nampak ada pohon untuk berteduh dari teriknya matahari. Foto: Muhammad Habibie/Dok. Pribadi
Berbekal rasa penasaran yang didorong oleh hasrat untuk berteduh, penulis memberanikan diri mendaki batu-batu besar yang tersusun membentuk Piramida. Tidak ada pagar penyangga untuk berpegangan. Tidak ada pula penunjuk arah rute tercepat menuju pintu dimaksud. Adalah tekad kuat dan kehati-kehatian yang akhirnya berhasil menghantarkan penulis ke tempat yang dituju.
Terjalnya pendakian menuju puncak Piramida. Foto: Muhammad Habibie/Dok. Pribadi
Sesampainya di depan pintu Piramida, penulis justru mengurungkan niat untuk menjelajahi ruangan di dalam Piramida. Ternyata akses masuknya sempit. Antriannya juga cukup panjang. Selain itu, hawa di dalam Piramida sepertinya tidak lebih segar dibandingkan di luar.
ADVERTISEMENT
Setelah rasa penasaran terobati, penulis beranjak menuju sebuah spot foto di mana para wisatawan dapat memotret Piramida Khufu, Khafre dan Menkaure dengan lebih jelas dalam satu frame. Letaknya cukup jauh bila ditempuh dengan berjalan kaki. Untungnya, penulis menumpangi sebuah bus.
Berpose dengan latar belakang Piramida Khufu, Khafre dan Menkaure. Foto: Muhammad Habibie/Dok. Pribadi
Wisatawan yang ingin berfoto sambil menunggangi unta juga dapat mendatangi titik ini. Hanya saja, sebelum menaiki unta pastikan tarifnya sudah benar-benar disepakati dengan penyedia jasa. Upayakan pula untuk membayar dengan uang pas, kecuali bila memang bermaksud memberikan tip.
Sphinx, patung singa berkepala manusia, yang ikonik. Foto: Muhammad Habibie/Dok. Pribadi
Mengunjungi Piramida Giza belum lengkap rasanya tanpa melihat Sphinx. Patung singa berkepala manusia ini sangat ikonik dan sayang rasanya untuk dilewatkan. Di luar dugaan, ukurannya ternyata tidak sebesar yang penulis bayangkan. Meskipun berkesempatan melihat patung ini secara langsung, penulis memutuskan untuk tidak mengukur sendiri panjang dan tingginya. Dengan bantuan Google, penulis berhasil menghimpun informasi dari sumber terpercaya bahwa patung ini memiliki panjang 240 kaki (lebih kurang 73 meter) dan tinggi 66 kaki (lebih kurang 20 meter).
ADVERTISEMENT
Pesona Mesir tentu saja bukan hanya Piramida Giza. Masih banyak objek-objek bersejarah lain di Mesir yang tak kalah menariknya, sebut saja Sungai Nil, Luxor dan Alexandria.
Sungai Nil yang menjadi urat nadi kehidupan di Mesir. Foto: Muhammad Habibie/Dok. Pribadi
Terlepas dari itu, pengalaman penulis menjelajahi Piramida Giza sangatlah berkesan dan semakin menambah rasa keingintahuan penulis mengenai sejarah masa lampau negara-negara sahabat Indonesia. Setidaknya, petualangan singkat ke Piramida Giza telah menjadi awal yang manis bagi penulis untuk menjelajahi negara-negara sahabat Indonesia lainnya di seluruh penjuru Afrika.
Bagaimana dengan Anda, negara sahabat Indonesia mana yang ingin dikunjungi?