Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Pro Kontra: Perspektif Euthanasia pada Keperawatan Paliatif
16 Oktober 2024 20:06 WIB
·
waktu baca 7 menitTulisan dari Handhias tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Perawatan paliatif merupakan salah satu bentuk perawatan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien dengan penyakit yang mengancam jiwa. Fokus utamanya adalah pada penanganan gejala fisik, psikologis, dan emosional, serta pemberian dukungan spiritual kepada pasien dan keluarganya. Perawatan ini dapat diberikan sejak awal diagnosis, bukan hanya di akhir hayat, dan melibatkan tim medis multidisiplin (Shatri, 2020). Perawatan paliatif di Indonesia menghadapi berbagai kendala dalam pelaksanaannya, termasuk kurangnya integrasi aspek spiritual dalam praktik (Tampubolon, 2021). Sementara itu, eutanasia merupakan tindakan yang dilakukan untuk mengakhiri hidup seseorang guna mengurangi penderitaan yang tak tertahankan akibat penyakit yang tidak dapat disembuhkan. Eutanasia dapat dilakukan secara aktif, yaitu tindakan yang dilakukan untuk mempercepat kematian, atau secara pasif, yaitu menghentikan pengobatan yang dapat mempertahankan hidup (Rachels, 2019). Di banyak negara, eutanasia masih menjadi topik perdebatan sengit dari sudut pandang etika dan hukum.
ADVERTISEMENT
Tetap menjadi topik yang kontroversial dan kompleks, terutama di bidang perawatan paliatif, eutanasia, praktik mengakhiri hidup seseorang secara sengaja untuk menghilangkan rasa sakit dan penderitaan. Perawatan paliatif bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien dengan penyakit terminal, yang biasanya mencakup penanganan rasa sakit dan gejala nyeri lainnya. Jika pasien mengalami penderitaan yang tak tertahankan, mereka dapat mempertimbangkan eutanasia. Perawatan paliatif bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien dan keluarga mereka dengan membantu mereka mengurangi penderitaan fisik, mental, spiritual, dan sosial (Shanti et al., 2020). Dalam situasi seperti itu, eutanasia dapat dianggap sebagai perluasan dari perawatan paliatif, yang bertujuan untuk mengakhiri penderitaan seseorang ketika tidak ada pilihan lain.
Eutanasia dalam konteks perawatan paliatif mengacu pada tindakan medis yang disengaja untuk mengakhiri hidup pasien untuk menghilangkan penderitaan yang tak tertahankan dan tidak dapat disembuhkan. Dalam perawatan paliatif, profesional medis sering kali dihadapkan dengan permintaan eutanasia dari pasien dengan penyakit terminal, dan keputusan ini melibatkan pertimbangan etika yang kompleks (Alderliesten, 2023). Penelitian menunjukkan bahwa pengasuh spiritual atau pembimbing spiritual berperan penting dalam mendampingi pasien yang menghadapi keputusan akhir hayat (Alderliesten, 2023). Selain itu, diskusi tentang eutanasia sering dikaitkan dengan penggunaan sedasi paliatif sebagai metode untuk meringankan penderitaan tanpa mempercepat kematian (Guité-Verret et al., 2024). Prinsip-prinsip seperti otonomi, kebaikan hati, non-maleficence, dan keadilan merupakan inti dari diskusi etika tentang eutanasia (Raus et al., 2011). Mereka yang mendukung eutanasia melihatnya sebagai respons yang penuh kasih sayang dan percaya bahwa pasien harus memiliki kebebasan untuk memutuskan untuk melakukannya guna menghindari penderitaan yang tak tertahankan (Chambaere & Bernheim, 2015). Sebaliknya, mereka yang menentang eutanasia menganggap tindakan ini sebagai pembunuhan yang tidak dapat dibenarkan karena mengakhiri hidup seseorang yang seharusnya hanya dilakukan oleh Tuhan, menurut pandangan agama. Dalam sebuah studi oleh Banović dan Turanjanin (2014), mereka menguraikan bagaimana eutanasia sering dipandang bertentangan dengan prinsip-prinsip moral fundamental, terutama dalam konteks agama yang menolak hak manusia untuk mengakhiri hidup mereka sendiri atau orang lain (Bavonic & Turanjanin, 2014). Selain itu, nilai-nilai agama tradisional cenderung sangat memengaruhi pandangan orang-orang dalam menolak hak eutanasia, terutama di masyarakat yang lebih religius (Rudnev & savelkaeva, 2018). Faktor lain yang memengaruhi penolakan eutanasia adalah pertimbangan potensi penyalahgunaan atau manipulasi hukum, terutama di kalangan pasien yang rentan atau lanjut usia, yang dianggap berisiko jika eutanasia dilegalkan tanpa pengawasan yang memadai (Gandsman, 2016).
ADVERTISEMENT
Berbagai aspek eutanasia dalam perawatan paliatif telah diteliti dalam studi-studi terkini. Ini termasuk sikap pasien dan keluarga mereka, kerangka hukum dan etika, dan peran penyedia layanan kesehatan (Groenewoud et al., 2000). Studi-studi menunjukkan bahwa penerimaan eutanasia meningkat di beberapa tempat, tetapi ada penolakan di tempat lain (Emanuel et al., 2016). Misalnya, antara tahun 2007 dan 2013, permintaan eutanasia di Belgia meningkat secara signifikan. Ini menunjukkan perubahan dalam pandangan publik dan profesional medis tentang masalah ini (Dierickx et al., 2015). Keyakinan budaya, agama, dan persepsi tentang kualitas layanan perawatan paliatif adalah beberapa faktor yang memengaruhi sikap terhadap eutanasia, menurut studi-studi lain (Blanke et al., 2017). Belanda dan Belgia, misalnya, memiliki undang-undang eutanasia yang lebih fleksibel. Cara mereka melakukannya sangat berbeda dengan negara-negara yang melarangnya (Mroz & Dierickx, 2021).
ADVERTISEMENT
Data yang ditinjau menunjukkan bahwa eutanasia dalam perawatan paliatif merupakan masalah yang kompleks. Meskipun pengurangan penderitaan merupakan argumen yang kuat, hal itu harus diimbangi dengan pertimbangan moral dan potensi penyalahgunaan. Misalnya, penelitian menunjukkan bahwa sedasi berkelanjutan di akhir hayat mungkin lebih etis daripada eutanasia karena lebih sesuai dengan prinsip perawatan paliatif (Raus et al., 2011). Dengan memberikan perlindungan yang ketat dan pedoman yang jelas, eutanasia dapat membantu mengatasi masalah etika sambil menghormati otonomi pasien (Orentlicher et al., 2014). Untuk membantu pasien dan keluarga mereka membuat keputusan yang lebih tepat, pendidikan yang lebih besar tentang pilihan perawatan akhir hayat, termasuk eutanasia dan perawatan paliatif, mungkin diperlukan (Gamondi et al., 2019). Pada akhirnya, eutanasia dalam perawatan paliatif merupakan isu yang memerlukan pertimbangan cermat terhadap nilai-nilai masyarakat, prinsip-prinsip etika, dan hak-hak pasien. Penelitian dan diskusi berkelanjutan diperlukan untuk memastikan bahwa perawatan akhir hayat menghormati martabat, hak-hak, dan keinginan pasien sambil mempertahankan standar etika praktik medis seiring dengan perkembangan wacana ini.
ADVERTISEMENT
PUBLIKASI
DAFTAR PUSTAKA
ADVERTISEMENT
Penulis:
Handhias Pramudya Sukma
Mahasiswa Fakultas Keperawatan
Universitas Jember