Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Mereka yang Tidak Pernah Dapat Saya Temui Lagi
25 Mei 2023 10:45 WIB
Tulisan dari Hanna Andari tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Ini adalah cerita mengenai empat orang yang saya temui di Pyongyang, Korea Utara. Keempat orang ini adalah sosok terdekat dari penduduk setempat yang menjawab pertanyaan dan rasa penasaran saya mengenai kehidupan masyarakat Korea Utara. Saya sangat beruntung dapat bertemu dan menjadi rekan kerja dari keempat orang ini yang jasanya besar bagi keberlangsungan operasional KBRI Pyongyang.
Memang tidak mudah berinteraksi dengan masyarakat Korea Utara pada umumnya. Kendala bahasa menjadi tantangan terbesar bagi saya dalam berkomunikasi dengan masyarakat setempat. Namun, berkat dukungan dan kerja sama dari empat orang ini, kendala tersebut menjadi tidak begitu berarti.
ADVERTISEMENT
Mari berkenalan dengan empat orang yang tidak akan pernah dapat saya temui lagi ini. Mengapa tidak akan pernah dapat bertemu lagi? Baca sampai habis, ya!
Pak Kim
Pak Kim adalah penerjemah di KBRI Pyongyang. Ia bertugas menerjemahkan dokumen, pertemuan, pidato, dan hal-hal lain yang membutuhkan terjemahan dari bahasa Korea ke Inggris maupun sebaliknya. Beliau juga yang menghubungkan KBRI dengan berbagai kantor pemerintah di Korea Utara karena sebagai perwakilan negara asing, KBRI tidak dapat “potong kompas” langsung berkontak dengan pemerintah setempat.
Buat saya, Pak Kim seperti sosok kakek karena selain sebagai yang paling senior, beliau juga bijaksana membagikan nasihat kehidupan khususnya pentingnya menghabiskan waktu dengan keluarga.
“Sering-sering berkumpul bersama orang tua, ya,” kata Pak Kim di hari terakhir saya bertemu dengan beliau yang membuat mata saya berkaca-kaca.
Pak Kim (2)
ADVERTISEMENT
Pak Kim yang ini adalah pengemudi di KBRI Pyongyang. Ya, nama keluarganya juga Kim, seperti Pak Kim si penerjemah.
Sebagai pengemudi di kantor, tentunya Pak Kim bertugas mengantar saya ke mana pun pergi dalam rangka berdinas. Pak Kim paling rajin menyapa dengan bahasa Indonesia. Sedikit demi sedikit beliau bisa bertanya, “sudah makan?” atau “saya hari ini makan kimchi.”
Suatu hari, saya dikejutkan karena tiba-tiba beliau menyapa dengan, “Asalamualaikum.” Selidik punya selidik ternyata beliau pernah bekerja sebagai pengemudi untuk staf perwakilan organisasi internasional di Korea Utara yang beragama Islam sehingga sapaan tersebut tidak asing lagi.
Ibu Park
Ibu Park atau lebih seringnya dipanggil Park omoni (bahasa Korea untuk ibu), bekerja sebagai petugas kebersihan di kantor. Beliau sangat rajin dan pekerja keras. Setiap hari memastikan tidak ada setitik debu di kantor. Interaksi dengan beliau yang paling berkesan adalah setiap hari selama dua tahun, saya selalu disapa dengan empat kalimat ini dalam bahasa Korea.
ADVERTISEMENT
“Selamat pagi”
“Apa kabar hari ini?”
“Sudah makan?”
“Tadi siang makan apa?”
Suatu hari beliau membuatkan kimbab atau nasi gulung khas Korea untuk orang sekantor. Berhubung rasanya enak, saya minta dibuatkan lagi keesokan harinya. Ternyata tidak hanya keesokan harinya, Park omoni membuatkan saya kimbab selama seminggu berturut-turut. Terharu.
Pak Kang
Pak Kang adalah tukang kebun di KBRI. Setiap hari datang dan pulang dengan pakaian necis yang membuat kita tidak mengira bahwa beliau adalah tukang kebun. Semangat kerja keras dan inisiatifnya luar biasa karena beliau tidak hanya mengurusi lingkungan KBRI, tetapi juga membantu tugas lainnya seperti membetulkan peralatan elektronik.
Dibandingkan ketiga nama di atas, Pak Kang paling pendiam namun paling banyak senyum. Kendala bahasa tidak membuat saya menjadi berjarak dengan beliau. Satu hal yang paling saya ingat dari Pak Kang adalah perawakannya yang kecil namun tenaganya luar biasa kuat. Mungkin karena itu setiap ada pertandingan olahraga antarperwakilan asing di Pyongyang, KBRI selalu menyertakannya sebagai anggota tim.
Di luar jam kantor dan lingkungan diplomatik, orang asing tidak dapat berkontak langsung dengan orang lokal. Kami tidak mengetahui tempat tinggal mereka dan tidak pula dapat menghubungi nomor ponsel mereka karena terdapat pemisahan jalur komunikasi antara orang asing dengan orang lokal.
ADVERTISEMENT
Begitu saya menyelesaikan tugas dan meninggalkan Korea Utara tiga tahun lalu, saya tahu bahwa itu adalah saat terakhir dapat bertemu dengan mereka, kecuali takdir membawa saya kembali bertugas di negara tersebut dan mereka masih belum memasuki masa purnatugas.
Jika artikel ini, entah bagaimana caranya, bisa sampai dan dibaca oleh keempat orang paling berkesan tersebut, semoga kalian sehat selalu.