Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Terjebak Di Masa Lalu
30 September 2017 7:31 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:15 WIB
Tulisan dari Haris Prasetyo tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
(Sumber Foto : rizqycaesario.blogpot.com)
Hari ini tanggal 30 September toh? Saya agak lupa efek jarangnya melihat tanggalan. Menjadi ingat tanggal jika moda pengingat di ponsel saya memberi tahu ada janji, kegiatan atau hal yang hendak dikerjakan. Memang hari ini sudah ada kegiatan, dan bukan itu poinnya ternyata. Bagi banyak orang, tanggal 30 September punya arti khusus karena terkait dengan sejarah Indonesia di masa lalu. Tanpa saya beritahu, kamu mungkin sudah ngeh tentang apa di tanggal 30 September.
ADVERTISEMENT
Padahal saya sendiri sebenarnya agak malas untuk membahas, apalagi menulis tentang ini. Karena saking sering orang-orang membicarakan kejadian tanggal sekarang di waktu lalu. Rasa nya muak sekali, sama seperti membaca berita/informasi hoax. Jadi wajar saya malas dan muak karena apa yang orang bahas sumber informasinya ternyata hoax pula. Rasanya seperti muntah berkali-kali jika diandaikan.
Saya bilang deh, ini tentang PKI. Yang kejadiannya terjadi 52 tahun yang lalu, tapi sampai hari ini masih ramai dibicarakan. Bahkan cenderung takut untuk membahasnya karena ini isu yang paling sensitif dibanding politik dan pilpres. Padahal masih terkait dengan politik Indonesia di masa lalu. Kenapa saya muak? Informasi yang menyatakan waspada kebangkitan PKI, antek PKI lah atau tuduhan-tuduhan tentang PKI sangat tidak terkontrol penyebarannya.
ADVERTISEMENT
Ada lagi muncul instruksi Panglima TNI kepada seluruh tentara untuk nonton bareng film G30S/PKI. Buat saya sah-sah saja ada perintah seperti itu, agar masyarakat tetap ingat bahwa pernah terjadi tragedi berdarah yang menewaskan tujuh perwira. Tapi disisi lain, apakah masih relevan menayangkan film itu sebagai pengingat? Padahal jalan cerita di filmnya masih menjadi pro kontra. Saya hanya ingin berpikir dari segala sisi tentang isu ini, dan jangan langsung mentah-mentah percaya. Sekarang untuk akses informasi bisa lewat ‘mbah Google’. Beda dengan jaman dulu yang tidak banyak pilihan.
Saya pribadi tidak setuju dengan penayangan itu. Ini pendapat saya lho. Apa sebab ? Sekarang saja informasi/isu tentang PKI tersebar luas. Orang bisa dengan mudah menuduh orang lain sebagai antek PKI/komunis. Jadi saya kira, setelah orang-orang menonton film itu, akan makin banyak dan mudah orang menuduh stigma PKI/komunis tanpa data yang lengkap dan akurat. Hanya mengandalkan informasi dari film saja.
ADVERTISEMENT
Akhirnya orang-orang akan kembali ke masa lalu, dimana saat itu dengan menuduhkan stigma PKI. Cuma saat itu wajar, karena akses informasi masih sangat minim. Nah, kalau sekarang? Harusnya bisa lebih cerdas dan bijak memilah informasi serta menyimpulkannya. Jadinya terjebak dengan masa lalu donk. Karena kelakuan dan cara berpikirnyanya seperti orang di tahun 1965.
Soal move on ini jadi teringat salah satu metode di Hipnoterapi, nama nya Regresi. Sebuah teknik yang biasanya membantu subjek untuk kasus trauma. Karena trauma menyangkut permasalahan di waktu lalu yang belum tuntas secara tidak sadar sampai sekarang. Teknisnya, saat subjek berada di kondisi Hipnosis, pikiran bawah sadarnya diajak kembali mengakses memori yang sudah lewat. Ibarat rewind kaset ke lagu awal. Tapi subjek tidak hanya sekedar mengingat, tapi seakan kembali ke masa lalu. Saat kembali berarti menghidupkan kembali kejadian itu. Otomatis emosi dan perasaan saat itu pun muncul kembali.
ADVERTISEMENT
Jika subjek tidak bisa mengontrol pikirannya, maka bisa terjadi abreksi atau luapan emosi yang berlebihan. Namun disitu lah proses terapinya. Dipertemukan dengan akar masalah, kemudian diselesaikan dengan memaafkan peristiwa itu. Segampang itu kah? Sekali lagi, bawah sadar tidak bisa membedakan antara imajinasi dan kenyataan. Dipastikan momen itu jadi nyata bagi bawah sadar, kemudian menjadi nilai baru yang tertanam.
Bisa diterapkan metode itu untuk kasus PKI? Idealnya bisa, dan sebenarnya sudah dilakukan namun belum terlihat hasilnya. Mepertemukan pihak yang bertikai di kasus PKI sangat susah kenyataannya. Maksudnya mempertemukan keluarga korban para perwira dan korban stigma PKI dengan pelaku nya sangat susah. Bisa jadi penyebabnya mungkin para subjeknya ada beberapa yang sudah meninggal atau memang mereka tidak mau bertemu. Atau malah kejadian yang sebenarnya ada pihak yang menutupi dan pihak yang terlibat bisa saja disembunyikan juga.
ADVERTISEMENT
Atau pakai cara lain. Teknik Paris Window. Ini biasa dipakai oleh Hipnoterapis untuk melihat permasalahan klien dari semua sisi. Seperti melihat kota Paris dari menara Eifel, masalah bisa dilihat lebih luas, sehingga tidak mudah menuduh atau menghakimi. Dan cara menggunakan teknik ini dengan bertanya dari segala sisi masalahnya. Ini bisa dipakai saat memilah atau memahami informasi/isu tentang PKI mengalir deras benar atau tidak.
Balik lagi ke film PKI, kalau boleh jujur saya lebih baik menonton film dokumenter tentang misi eksplorasi atau penjelajahan ke planet Mars atau Saturnus di saluran National Geographic. Sutradara atau produsernya cerdas sekali, sangat berpikiran masa depan. Mereka memikirnya bagaimana membangun koloni atau kehidupan di sana. Walau untuk realisasinya masih sangat lama, tapi mereka sudah berpikir ke arah sana.
ADVERTISEMENT
Kondisi itu sangat berbeda sekali dengan di Indonesia, dimana masih meributkan soal PKI/komunis. Saya tahu itu dipakai untuk pengalihan isu politik yang lebih besar, tapi dampaknya secara tidak langsung ke cara berpikir masyarakat Indonesia. Jadinya tidak berpikir maju alias masa depan, malah terjebak di masa lalu. Jangan iri apalagi nyinyir jika negara lain lebih maju secara peradaban, teknologi dan ekonomi, sementara Indonesia perkembangannya jadi lama hanya karena masa lalu.
Ini soal cara berpikir atau cara pandang terhadap hal ada yang ada didepan kamu. Jika memandang masa depan, sama saja mengatur tujuan hidup untuk lebih baik lagi. Disini pentingnya melihat masa lalu, bukan malah terus terjebak. Dengan masa lalu, berarti belajar dari kesalahan yang sudah dilakukan kemudian diperbaiki di saat sekarang sehingga di masa depan tidak terulang lagi. Jadi bagaimana supaya peristiwa tahun 1965 tidak terulang lagi? Kurangi melihat masa lalu, perbanyak melihat masa depan.
ADVERTISEMENT
Tabik