Konten dari Pengguna

12 Penyu Mati di Perairan Laut Sekitar PLTU Bengkulu Sejak November

Harry Siswoyo
Menulis, pecandu kopi hitam dan penyuka gunung, pantai dan hutan
7 Desember 2019 21:15 WIB
clock
Diperbarui 6 Agustus 2020 13:17 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Harry Siswoyo tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sebanyak 12 ekor penyu jenis Lekang (Lepidochelys olivacea) mati mengenaskan di perairan laut sekitar Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Teluk Sepang Bengkulu selama bulan November hingga 6 Desember 2019. Belum diketahui penyebab kematian hewan dilindungi tersebut, tim peneliti dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) juga masih belum mengumumkan hasil autopsi.
ADVERTISEMENT
"Kami serahkan sepenuhnya kepada pihak BKSDA untuk mengeceknya di lab," ujar Human Safety Engineering PT Tenaga Listrik Bengkulu (TLB), Zulhemi Burhan, dalam keterangannya menjawab kematian belasan penyu di areal PLTU, Jumat, 6 Desember 2019.
Sementara itu, Direktur PT TLB, Willy Cahya Sundara, memastikan jika PLTU yang dikelolanya telah memenuhi standar pelestarian lingkungan. Salah satunya adalah ketersediaan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). "PT TLB memiliki lima instalasi IPAL," kata Willy.
Pembangkit Listrik Tenaga Uap di kawasan perairan Teluk Sepang Kota Bengkulu
Kelima IPAL itu, yakni Waste Water Treatment Plant untuk pengolah air limbah dari boiler. Lalu Coal Water Treatment Station yang berfungsi untuk mengolah air lindih di lokasi stockpile batu bara, dan Ash Water Treatment Station yang berfungsi mengolah air limpasan dari lokasi penumpukan abu batu bara.
ADVERTISEMENT
Selanjutnya Sewage Treatment Plant yang berfungsi mengolah limbah yang dihasilkan dari kegiatan domestik. Serta terakhir adalah Oily Water Treatment Plant yang berfungsi untuk mengolah air yang tercampur dengan minyak selama proses produksi. "Menjaga kelestarian lingkungan akan membantu perusahaan agar dapat sustain ke depannya," kata Willy.

Kematian Misterius

Kematian belasan penyu di kawasan perairan PLTU Bengkulu menjadi perbincangan hangat publik. Muncul anggapan jika kematian itu sebagai dampak negatif pendirian PLTU. Namun di sisi lain, dari pemeriksaan pada 21 November 2019 oleh pemerintah setempat, justru menampilkan kondisi yang masih dalam ambang batas ketentuan.
"Hasil uji tidak melebihi baku mutu sebagaimana ketentuan dalam perundangan," ujar Kepala Bidang Pengolahan Sampah Limbah B3 dan Pengendalian Pencemaran Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Bengkulu Zainubi.
ADVERTISEMENT
Gimin, warga yang bermukim di areal PLTU, justru memiliki pendapat berbeda terkait kematian penyu. Menurutnya, kematian penyu di daerah itu memang sudah sering terjadi bahkan sebelum berdirinya PLTU.
"Penyu dan ikan mati karena terkena jaring nelayan, setelah mati kemudian terdampar ke daratan," ujar Gimin. Ia bahkan menduga jika kematian belasan penyu di daerah itu justru karena kesengajaan. "Mungkin ada yang tidak senang dengan PLTU," ujarnya.
Proyek PLTU dengan kapasitas 2x100 MW di Bengkulu, dikelola oleh PT TLB yang merupakan perusahaan joint venture antara PT Inta Daya Perkasa dengan Bengkulu Power Hongkong Ltd, anak perusahaan Power China Resources Ltd.
Proses pengerjaan proyek ini telah berlangsung sejak 2016 dan berdiri di atas lahan seluas 50 hektare milik PT Pelindo II. Diprediksi, PLTU yang mengandalkan batu bara sebagai bahan bakunya ini akan mengkonsumsi 900 ribu ton hingga 1 juta ton batu bara per tahun dan akan memasok listrik di Bengkulu selama 25 tahun.
ADVERTISEMENT
"Dengan mulai beroperasinya PLTU pertama di Bengkulu ini, maka ketersediaan pasokan listrik di Provinsi Bengkulu hingga wilayah terluar dapat meningkat perekonomiannya," ujar Willy.