Konten dari Pengguna

Kebaikan: Perlukah Dipublikasi?

Harun Al Aziz
Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
12 Agustus 2021 13:44 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Harun Al Aziz tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pandemi Covid-19 sudah berlangsung hampir 2 tahun lamanya menjangkit ratusan juta jiwa di seluruh belahan dunia. Virus Covid-19 atau yang biasa dikenal Virus Corona di Indonesia berdampak signifikan terlihat bukan hanya dalam bidang kesehatan, tapi juga dalam sisi ekonomi dan masih banyak lainnya.
ADVERTISEMENT
Sudut pandang ekonomi menjadi salah satu perhatian khusus di banyak kebijakan pemerintah dunia, terlebih Indonesia. Tidak hanya Indonesia berharap dapat mengatasi masalah kesehatan karena pandemi ini, tapi juga meminimalisasi menurunnya ekonomi Indonesia itu sendiri.
Masyarakat berlarian mengambil sembako hasil donasi Covid-19 yang dilakukan karang taruna RW 013 di daerah Bekasi
zoom-in-whitePerbesar
Masyarakat berlarian mengambil sembako hasil donasi Covid-19 yang dilakukan karang taruna RW 013 di daerah Bekasi
Kebijakan yang simpang siur dan terkesan membingungkan masyarakat, membuat gerakan-gerakan kemanusiaan marak dilakukan belakang ini dan membanjiri sosial media.
Namun sebenarnya perdebatan juga terjadi di masyarakat terkait konten-konten kebaikan seperti donasi, berbagi di jalanan, dan membantu yang ‘kurang mampu’.
Masyarakat masih banyak yang mencibir konten-konten seperti itu bisa jadi merupakan sebuah bentuk ‘riya’ atau kesombongan dari orang yang mempublikasi. Bahkan ada yang berpendapat konten-konten seperti itu hanya merendahkan golongan-golongan tertentu, terlebih yang satu profesi dengan sang penerima bantuan seperti ojol, pengamen, pemulung, pedagang dan masih banyak lainnya.
ADVERTISEMENT
Pembagian hasil donasi Covid-19 di daerah Bekasi oleh Karang Taruna RW 013
Namun komentar positif juga mengiringi konten-konten seperti itu. Tak sedikit masyarakat yang menganggap konten-konten seperti itu layaknya sebuah motivasi untuk orang banyak agar saling membantu dan menganggap masih banyak orang yang membutuhkan bantuan kita di luar sana.
Selain menjadi sebuah motivasi bagi orang banyak, beberapa orang menganggap bahwa konten-konten tersebut bisa menjadi contoh dari kebiasaan masyarakat yang saat ini cenderung hedonisme dan memamerkan harta kekayaan. Dibandingkan hanya pamer harta kekayaan saja, lebih baik dibagikan juga, ucap salah satu warganet.
Hal ini tentu tak lepas dari budaya masyarakat Indonesia yang multikultural. Banyaknya budaya dan kepercayaan di Indonesia menjadi salah satu faktor mengapa perbedaan pendapat sangat mudah untuk kita lihat dalam kehidupan bermasyarakat di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Kepercayaan dari masyarakat yang agamis juga beberapa beranggapan bahwasanya amal dan kebaikan itu sebaiknya hanya diri kita saja yang tau agar tak terselip kesombongan di dalamnya. Namun beberapa yang lain menganggap bahwasanya segala sesuatu itu tergantung pada niatnya, kita sama sekali sulit untuk mengetahui niat seseorang itu apa. Entah viewers, insight, popularitas, kesombongan, atau murni sebuah ketulusan.
Pada akhirnya, terlepas dari perdebatan itu semua alangkah baiknya kita sebagai manusia yang hidup bermasyarakat seharusnya lebih peka terhadap lingkungan. Kita harus bisa saling bahu membahu dan saling tolong menolong sesama manusia.
Terlepas juga dari bantuan dan pertolongan itu dipublikasikan atau tidak, memanusiakan manusia tentu tetap harus kita ingat.