Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Menyoal Politik Gentong Babi (Pork Barrel)
24 April 2024 15:50 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Haryo aji tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Politik pada perjalanannya sangat sulit mengutamakan transparansi di permukaan wajahnya. Politik pada umumnya adalah wajah dari pintu masuk pemerintahan yang kejam dengan menghalalkan segala cara untuk mencapai kepentingan orang atau kelompok tertentu.
ADVERTISEMENT
Jika kita merefleksikan dengan kasus di negara Indonesia sangat kompleks jika kita bahas mengenai politik dikarenakan politik tidak hanya menyangkut sebagian sektor, tetapi politik menyangkut semua aspek kehidupan.
Contohnya pada sektor ekonomi yang mana sebagai mata air kehidupan rakyat di seluruh belahan dunia. Kasus pengangguran adalah akar dari ketimpangan ekonomi di negara Indonesia.
Tidak hanya selesai sampai di situ kasus pengangguran juga dikarenakan faktor pendidikan, dan faktor pendidikan juga karena faktor-faktor lain yang menghambat orang itu untuk bersekolah. Fenomena politik gentong babi melihat kasus ini sebagai peluang masuk mendapatkan kekuasaan dengan cara yang instan.
Politik gentong babi pada awalnya terjadi di amerika sekitar tahun 1800-an yang mana pada masa itu perbudakan masih menjadi hal yang wajar saja. Pada masa itu penguasa di Amerika menyimpan daging babi di dalam sebuah gentong dan diawetkan lalu diberikan kepada para budak untuk diperebutkan.
ADVERTISEMENT
Nah daging babi yang dilemparkan itu adalah cara para penguasa untuk menjamin para budak untuk tetap bekerja kepadanya dan para budak terbujuk dengan daging babi yang diberikan itu. Politik gentong babi terus berkembang sampai era kolonialisme modern dengan memberikan hadiah kepada rakyat yang terjajah dengan perjanjian akan diberikan kemerdekaan pada suatu negara.
Penulis mencoba menganalisis politik gentong babi yang terjadi di Indonesia belakangan ini yang mana penguasa sebelumnya terindikasi melakukan politik gentong babi di Pemilu tahun 2024 ini. Kebijakan Jokowi dianggap menguntungkan satu pihak dengan anggaran bansos yang dicurigai naik drastis dari tahun-tahun sebelumnya.
Di tahun 2024 anggaran bansos naik sampai Rp 500 triliun yang mana anggaran di tahun sebelumnya hanya sampai Rp 400 triliun . Bahkan di era Covid-19 hanya 400-an triliun dan yang sama anggarannya dengan tahun 2024 hanya pada tahun 2020 dengan nilai Rp 500 triliun.
ADVERTISEMENT
Di tahun-tahun Pemilu sebelumnya anggaran bansos hanya mencapai Rp 300 triliun di tahun 2019 dan Rp 400 triliun di tahun 2014. Dengan ini Jokowi terindikasi melakukan politik gentong babi dengan mengandalkan kekuasaannya sebagai Presiden Indonesia dan melakukan di hari mendekati Pemilu.
Sebuah kebijakan yang mengatur mengenai Pemilu terdapat pada UU Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu. Pada Pasal 286 ayat (1) undang-undang tersebut tertulis
Dengan adanya peraturan tersebut tertulis jelas bahwa dilarang memberikan apa pun kepada peserta kampanye. Itu berarti undang-undang ini menjamin adanya netralitas antara calon dan pemilih baik petahana maupun calon oposisi.
ADVERTISEMENT
Jika penulis melihat pada faktor di paragraf pertama sangat sulit menjalankan undang-undang ini dengan maksimal kecuali dengan mentalitas demokrasi yang demokratislah baru kita akan menemukan jalan keluar dari politik uang maupun politik gentong babi. Selanjutnya undang-undang ini mengalami benturan hukum dengan
Keputusan Komisi Pemilihan Umum Nomor 1622 Tahun 2023 yang mana pada keputusan ini menetapkan biaya makan, minum, dan transportasi peserta kampanye pemilihan umum paling banyak sama dengan standar biaya daerah yang ditetapkan oleh pemerintah daerah setempat.
Dengan diksi keputusan tersebut penulis lihat adanya tabrakan hukum antara undang-undang dan keputusan KPU dan inilah cikal bakal kesalahpahaman yang dimanfaatkan oleh penguasa untuk mempertahankan posisinya.
Berdasarkan kasus di atas sangat sulit menentukan mana politik uang, mana politik gentong babi, dan mana politik yang sehat. Lalu bagaimana sanksi untuk pelanggar politik uang dan politik gentong babi? Pada Pasal 515 UU Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu menegaskan bahwa:
ADVERTISEMENT
Dalam sanksi selanjutnya terdapat pada Pasal 523 Ayat (1) yang menyatakan bahwa:
ADVERTISEMENT
Pada Ayat (2) berbunyi
Dengan adanya peraturan-peraturan tersebut dan sanksi-sanksi yang sudah tertulis apakah bisa mengendalikan politik gentong babi? Atau fenomena yang penulis tuliskan sebelumnya menjadi alasan adanya politik gentong babi? Tulis pendapat Anda di kolom komentar.