Konten dari Pengguna

Pelanggaran HAM Berat pada Peristiwa 1965-1966

Hervinna Shofia Latifa
Mahasiswa Universitas Kristen Satya Wacana
2 Juli 2024 6:40 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Hervinna Shofia Latifa tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Monumen Pancasila Sakti. Sumber https://hdstockimages.com/getty-images-downloader/
zoom-in-whitePerbesar
Monumen Pancasila Sakti. Sumber https://hdstockimages.com/getty-images-downloader/
Setelah terjadinya tragedi G30S, masyarakat menuntut Presiden Soekarno agar membubarkan PKI. Presiden Soekarno kemudian memerintahkan Mayor Jendral Soeharto untuk membersihkan semua unsur pemerintah dari pengaruh PKI. PKI dinyatakan sebagai penggerak kudeta dan para tokohnya diburu dan ditangkap. Anggota organisasi yang dianggap simpatisan atau terkait dengan PKI juga ditangkap.
ADVERTISEMENT
Hal ini yang menyebabkan pada tahun 1965-1966 terjadi pelanggaran HAM berat terhadap mereka yang dituduh sebagai anggota maupun terlibat dengan PKI
Lebih dari dua juta orang mengalami penangkapan sewenang-wenang, penahanan tanpa proses hukum, penyiksaan, pemerkosaan, kekerasan seksual, kerja paksa, pembunuhan, penghilangan paksa, wajib lapor dan lain sebagainya. Dari hasil penyelidikan Komnas HAM, sekitar 32.774 orang diketahui teah hilang dan beberapa tempat diketahui menjadi lokasi pembantaian para korban.
Tidak hanya korban, keluarga korban pun turut mengalami diskriminasi atas tuduhan sebagai keluarga PKI. Selain harus kehilangan pekerjaan, banyak diantaranya yang tidak bisa melanjutkan pendidikan, dikucilkan dari lingkungan hingga kesulitan untuk memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak. Bahkan sampai hari ini korban maupun keluarga korban masih mengalami penderitaan mental secara turun temurun.
ADVERTISEMENT
Pada tahun 2008, Komnad Ham membentuk Tim Penyelidikan Pro Justisia untuk peristiwa 1965 – 1966. Selama lebih dari 4 tahun bekerja, komnas HAM telah menemukan cukup bukti adanya kejahatan terhadap kemanusiaan setelah pecah peristiwa G30S. Komnas HAM merekomendasikan dua hal yaitu meminta Jaksa Agung menindaklanjuti hasil penyelidikan Komnas HAM dengan melakukan penyelidikan dan dapat juga diselesaikan melalui mekanisme non yudisial (KKR).
Selain itu pada tahun 2015, para korban dan keluarga serta pendamping telah membawa kasus 65 ke mekanisme internasional melalui, International People Tribunal di Den Haag yang pada putusannya meminta pemerintah Indonesia untuk segera meminta maaf dan juga segera melakukan proses penyelidikan dan mengadili semua kasus kejahatan terhadap kemanusiaan di Indonesia.
ADVERTISEMENT