Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Gelombang Ultrasonik untuk Deteksi Dini Kerusakan Rel Kereta Api
9 April 2021 15:13 WIB
Tulisan dari Hesty Susanti tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Kereta api telah lama menjadi moda transportasi massal yang menjadi andalan masyarakat. Di Indonesia sendiri, jalur rel kereta api telah ada sejak tahun 1867 ketika Naamlooze Venootschap Nederlandsch Indische Spoorweg Maatschappij (NV. NISM), perusahaan kereta api Hindia Belanda, membangun jalur kereta api untuk mengangkut hasil bumi ke pelabuhan kolonial Belanda.
ADVERTISEMENT
Sebagian jalur kereta tersebut masih digunakan sampai sekarang. Hingga tahun 2010, panjang rel kereta api yang beroperasi di Pulau Jawa dan Sumatera mencapai 4.678 km.
Kebijakan Rencana Strategis Perkeretaapian Indonesia tahun 2015-2019 menargetkan percepatan proyek pembangunan jalur kereta api di Pulau Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua. Dengan kebijakan ini, pemerintah berencana menjadikan kereta api sebagai salah satu moda transportasi massal utama di masa mendatang.
Beberapa contoh proyek yang telah berjalan, yaitu pengembangan jalur ganda di wilayah utara Jawa, pengembangan kereta cepat Jakarta-Bandung, dan proyek Mass Rapid Transit (MRT) Jakarta, serta Light Rail Transit (LRT) Jakarta dan Palembang.
Rel sebagai Bagian Penting Keselamatan Moda Transportasi Kereta Api
Berdasarkan data investigasi kecelakaan perkeretaapian tahun 2010-2016 yang dikeluarkan oleh Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT), 68% kecelakaan kereta api disebabkan oleh anjlokan atau tergulingnya kereta api, di mana 41% penyebabnya adalah masalah prasarana.
ADVERTISEMENT
Penyebab paling umum terjadinya anjlokan, antara lain kegagalan pada komponen rel, seperti rel rusak, rel terlepas, atau terjadi pergeseran rel. Hal ini mengindikasikan bahwa pemeliharaan kondisi rel sebagai prasarana utama adalah bagian penting yang harus menjadi perhatian untuk meningkatkan keselamatan transportasi kereta api.
Kerusakan rel kereta dapat disebabkan antara lain, karena korosi (karat), paparan cuaca dan suhu dari lingkungan, serta tekanan dan gesekan terus menerus yang dialami baja rel akibat beban kereta yang melewatinya sehingga dapat menimbulkan keausan dan cacat berupa retakan atau bahkan patahan, baik pada permukaan maupun bagian dalam badan rel.
Inspeksi atau Pemeriksaan Kondisi Rel
Inspeksi atau pemeriksaan rutin terhadap kondisi rel merupakan prosedur wajib untuk pemeliharaan rel. Saat ini di Indonesia, standar dan tata cara inspeksi rel kereta api mengacu kepada Peraturan Menteri Perhubungan RI No. 32 tahun 2011, baik dalam skala harian, bulanan, dan tahunan.
ADVERTISEMENT
Inspeksi dilakukan secara langsung (visual) menggunakan lori inspeksi untuk memastikan jalur rel kereta senantiasa bebas rintangan/benda penghalang, serta memastikan sambungan rel (baut) dan sistem penambat tetap dalam kondisi baik. Kementerian Perhubungan RI saat ini juga memiliki kereta inspeksi yang memanfaatkan teknologi laser untuk mengevaluasi keausan pada permukaan rel.
Pemeriksaan rel dengan metode langsung (visual) memiliki kelemahan karena cukup memakan waktu, subjektif, dan sangat bergantung kepada keterampilan dan pengalaman petugas, sehingga akurasi hasil pemeriksaan bisa menjadi kurang andal, apalagi untuk kerusakan yang terjadi pada bagian dalam badan rel yang tidak dapat diamati secara langsung.
Karena kekurangan ini, para peneliti di seluruh dunia mengembangkan cara-cara lain untuk menginspeksi kondisi rel kereta dengan lebih baik. Sebagian besar cara-cara ini dilakukan dengan metode uji tak merusak (UTM) (non-destructive testing/NDT), antara lain dengan metode radiography (x-rays), ultrasonik, Eddy currents, kebocoran flux magnetik (magnetic flux leakage), dan laser.
ADVERTISEMENT
Metode Uji Tak Merusak (UTM) Ultrasonik
Di antara metode uji tak merusak (UTM) yang paling umum digunakan untuk menginspeksi kondisi rel kereta di seluruh dunia adalah metode UTM ultrasonik. Gelombang ultrasonik dihasilkan ketika terjadi getaran atau vibrasi dengan frekuensi atau tingkat kekerapan yang sangat tinggi, gelombang bunyi yang melebihi ambang batas pendengaran manusia, yakni di atas 20 kiloHertz (20 ribu getaran per detik).
Rentang frekuensi gelombang ultrasonik yang biasa dimanfaatkan untuk inspeksi rel kereta berkisar antara 50 kiloHertz-10 MegaHertz (10 juta getaran per detik).
Metode ultrasonik dipilih karena berbagai kelebihan, antara lain gelombang ultrasonik memiliki sifat dapat melewati bahan dengan sensitivitas tinggi terhadap perubahan kerapatan udara dan logam. Selain itu, karena memiliki frekuensi yang sangat tinggi, gelombang ultrasonik dapat dipantulkan oleh permukaan yang sangat kecil.
ADVERTISEMENT
Dengan kedua sifat ini, gelombang ultrasonik dapat mendeteksi kerusakan, deformasi, atau keretakan yang sangat halus, baik pada permukaan maupun bagian dalam badan rel (struktur internalnya).
Secara umum, terdapat 2 konfigurasi dari metode UTM ultrasonik untuk inspeksi rel kereta, yaitu metode pulse-echo dan time-of-flight. Pada metode pulse-echo, hanya digunakan satu buah transduser yang berfungsi sebagai pengirim/pemancar sekaligus penerima gelombang ultrasonik.
Sedangkan pada metode time-of-flight digunakan 2 buah transduser, satu berfungsi sebagai pengirim/pemancar gelombang ultrasonik ke rel, ditambah satu lagi sebagai penerima gelombang ultrasonik dari rel.
Untuk mengetahui besar dan kedalaman cacat pada struktur internal badan rel, maka dilakukan analisis pada sinyal pantulan gelombang ultrasonik yang teramati pada layar pengamat (osiloskop). Selanjutnya, sinyal yang terekam dari osiloskop dapat diproses lebih lanjut di komputer.
Apabila terdapat cacat pada bagian dalam badan rel, maka gelombang ultrasonik akan dipantulkan kembali oleh bagian cacat (flaw) tersebut karena adanya perubahan kerapatan bahan dan udara di dalam rel, dengan waktu tempuh yang lebih cepat jika dibandingkan pantulan dari dinding belakang badan rel (backwall).
Sederhananya seperti ini. Misalnya diketahui:
ADVERTISEMENT
• Kecepatan rambat gelombang ultrasonik pada bahan rel (baja),
c = 5.920 meter/detik.
• Tinggi rel tipe R-54, L = 159 milimeter (seper seribu meter).
• Maka, pantulan gelombang ultrasonik dari rel normal (tanpa cacat) akan tiba kembali di transduser dalam waktu t = (2 × L) dibagi c = (2 × 159 milimeter) dibagi 5.920 meter/detik = 53,7 mikrodetik (sepersejuta detik).
Jika terdapat cacat pada rel, maka pantulan gelombang ultrasonik yang akan diterima kembali oleh transduser menjadi lebih cepat, yakni kurang dari 53,7 mikrodetik. Dengan hasil ini, maka dapat diketahui kedalaman cacat dengan cara berikut:
s = (c × t) dibagi 2
ADVERTISEMENT
Dengan s adalah kedalaman cacat, c adalah kecepatan rambat gelombang ultrasonik pada bahan rel (baja), dan t adalah waktu tempuh gelombang.
Perkembangan dan Tantangan ke Depan
Tantangan selanjutnya adalah mengembangkan sistem pengukuran yang dapat dioperasikan dengan lebih cepat misalnya dengan cara mengintegrasikan/menyatukan perangkat uji ultrasonik ini pada kereta atau lori inspeksi yang dapat dilewatkan pada rel yang ingin diperiksa dengan kecepatan relatif tinggi jika dibandingkan dengan pemeriksaan manual.
Pada perkembangan selanjutnya, dapat ditambahkan sistem pengirim data jarak jauh, sehingga data pengukuran dari lapangan dapat diamati langsung oleh petugas di stasiun pemeriksa tanpa harus berada langsung di lapangan.
Dengan metode yang relatif sederhana ini, diharapkan kerusakan/cacat sekecil dan sedini mungkin pada rel kereta dapat dideteksi dengan baik sehingga dapat mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan.
ADVERTISEMENT
Di Indonesia sendiri, metode ultrasonik ini sudah banyak dikenal di lingkungan perkeretaapian. Namun, dalam penerapannya di lapangan masih terkendala oleh masalah teknis operasional, kurangnya tenaga ahli, serta penyediaan perangkat pengujian yang masih bergantung kepada luar negeri. Untuk itu diperlukan keseriusan tidak hanya dari pihak pemerintah saja, namun dari semua pengampu kebijakan terkait, termasuk dukungan bagi para peneliti di dalam negeri.
Referensi
1. Brook, M.V. (2012): Ultrasonic Inspection Technology Development and Search Unit Design – Examples of Practical Application. IEEE Press, John Wiley & Sons Inc.
2. Sinta. (2019): Pengembangan Sistem Uji Tak Merusak Ultrasonik Multi-frekuensi dengan Metode Pantulan Pulsa untuk Inspeksi Cacat Internal pada Rel Kereta Api dan Simulasi 3D dengan Metode K-Space Pseudospectral. Tesis Magister Instrumentasi dan Kontrol, Institut Teknologi Bandung.
ADVERTISEMENT
3. Kabir, S., Alsulami, B. (2015): Assessment and Monitoring for Railway Tracks Reliability and Safety using Nondestructive Testing Measurement Systems. International Journal of Railway Research, 2(2): 24-32.
4. Vipparthy, S.T., et al. (2015): Inspection of Rails using Interface of Ultrasonic Testing. International Journal Mechanical Engineering and Robotics Research, 4(1): 176-184.
5. Cannon, D.F. et al. (2003): Rail Defects: An Overview. Fatigue Fract Eng Mater Struct, 26: 865-887.