Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Ultrasonografi untuk Diagnosis Osteoporosis
16 Agustus 2021 14:03 WIB
·
waktu baca 7 menitTulisan dari Hesty Susanti tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sebagian besar masyarakat menganggap bahwa tulang adalah organ yang tidak akan mengalami perubahan setelah seseorang mencapai usia dewasa. Pada kenyataannya anggapan tersebut tidaklah benar. Tulang berkembang secara dinamis meskipun kita sudah mencapai usia dewasa dan kondisinya sangatlah bergantung kepada gaya hidup kita. Gaya hidup bagi golongan usia dewasa muda yang paling efektif untuk menjaga kesehatan tulang adalah nutrisi seimbang dan olahraga.
Osteoporosis merupakan satu dari sekian banyak kondisi yang berhubungan dengan kesehatan tulang, di mana kepadatan tulang mengalami penurunan secara signifikan atau terjadinya pengeroposan tulang. Secara alami, kepadatan tulang menurun dengan sendirinya seiring bertambahnya usia.
ADVERTISEMENT
Kepadatan tulang yang paling tinggi biasanya dicapai pada usia pertengahan dan akhir 20 tahunan. Orang-orang yang pada usia dewasa mudanya memiliki tulang yang kurang sehat cenderung memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mengalami osteoporosis pada usia lanjut.
Dalam beberapa dekade terakhir, osteoporosis mulai dianggap sebagai epidemi tersembunyi seiring dengan meningkatnya proporsi penduduk usia lanjut terutama di negara-negara maju. Pengeroposan tulang memiliki dampak serius pada kesehatan dan kualitas hidup seseorang. Dalam banyak kasus, dapat menyebabkan patah tulang, kecacatan jangka panjang dan kematian. Osteoporosis juga dapat menyebabkan beban sosial ekonomi dengan tingginya biaya pengobatan yang diperlukan.
Menurut data yang dihimpun oleh International Osteoporosis Foundation (IOF), osteoporosis menyebabkan hampir 9 juta kasus patah tulang di seluruh dunia setiap tahunnya. Perempuan memiliki risiko lebih tinggi daripada laki-laki karena ditambah faktor risiko berkurangnya hormon estrogen pada usia menopause.
Sebenarnya pilihan penanganan osteoporosis dengan obat-obatan atau suplemen sudah tersedia, namun cara paling baik yang direkomendasikan oleh para ahli adalah tindakan pencegahan dengan menjaga gaya hidup sehat dan pemeriksaan berkala terhadap kepadatan tulang. Metode DXA (Dual-energy X-Ray Absorptiometry) sampai saat ini masih dijadikan standar utama untuk mengukur kepadatan tulang yang dinyatakan dalam BMD (Bone Mineral Density). Namun, metode ini masih relatif mahal, tidak portabel dan adanya risiko paparan radiasi/ionisasi dari gelombang x-ray.
Untuk menjawab persoalan ini, ultrasonografi dapat dijadikan metode alternatif yang menjanjikan. Selain portabel dan jauh lebih aman karena tidak memiliki risiko paparan radiasi/ionisasi, ultrasonografi juga jauh lebih murah sehingga cocok diterapkan untuk masyarakat luas terutama di negara-negara berkembang.
ADVERTISEMENT
Siapa Saja yang Direkomendasikan untuk Memeriksakan Kepadatan Tulang?
Berikut ini kelompok usia dan kategori utama yang direkomendasikan oleh para ahli untuk memeriksakan kepadatan tulang:
Jika Anda termasuk salah satu di antaranya segeralah lakukan pemeriksaan di fasilitas kesehatan terdekat sebagai usaha preventif untuk mengurangi risiko keparahan osteoporosis yang mungkin terjadi.
Bagaimana Ultrasonografi Bisa Digunakan untuk Mengukur Kepadatan Tulang?
Gelombang ultrasonik dihasilkan ketika terjadi getaran atau vibrasi dengan frekuensi atau tingkat kekerapan yang sangat tinggi, gelombang bunyi yang melebihi ambang batas pendengaran manusia, yakni di atas 20 kiloHertz (20 ribu getaran per detik).
ADVERTISEMENT
Sebagai gelombang mekanik, ketika merambat melalui suatu benda, yang dalam hal ini adalah tulang, gelombang ultrasonik akan mengalami perubahan-perubahan fisis, di antaranya perubahan kecepatan rambat, serta penurunan kandungan energi. Dengan memanfaatkan fenomena ini, dalam aplikasi klinis pemeriksaan kepadatan tulang dengan ultrasonik dikenal dua parameter utama, yaitu SOS (speed of sound) yang menyatakan kecepatan rambat gelombang dan BUA (broadband ultrasound attenuation) yang menyatakan kadar penurunan energi dari gelombang ultrasonik setelah melewati tulang.
Kecepatan Rambat Gelombang Ultrasonik
Ketika melewati benda berbentuk silinder lurus dengan jari-jari kecil jika dibandingkan dengan panjang gelombang ultrasonik yang merambat, kecepatan rambat gelombang ultrasonik akan terkait dengan sifat mekanik dari benda yang dilewatinya tersebut, yaitu:
v=√(E⁄ρ)
di mana E menyatakan modulus Young atau ukuran ketahanan suatu bahan terhadap deformasi, dan ρ adalah densitas atau kepadatan bahan yang dirambati. Dengan mengukur cepat rambat gelombang ultrasonik ketika melewati tulang dan diasumsikan bahwa nilai modulus Young tulang manusia diketahui, maka dapat diperkirakan berapa kepadatan tulang yang diperiksa.
ADVERTISEMENT
Dari prinsip dasar ini nantinya dapat diturunkan berbagai macam konfigurasi pengukuran kepadatan tulang menggunakan ultrasonografi. Tulang yang umumnya digunakan untuk keperluan ini adalah tulang calcaneus atau tulang tumit.
Untuk mengukur kepadatan tulang, umumnya digunakan metode TOF (time of flight) di mana digunakan 2 transduser ultrasonik, satu sebagai pengirim/pemancar gelombang ultrasonik, dan satu sebagai penerima, karena tulang memiliki sifat sangat atenuatif. Sifat atenuatif ini dicirikan dengan kemampuan tulang yang sangat tinggi untuk menurunkan energi gelombang ultrasonik yang merambatinya. Dengan metode TOF ini, dari pengukuran pada bagian tumit dapat diketahui nilai kecepatan rambat gelombang ultrasonik yang melalui tulang tumit dan jaringan lunak sekitarnya, dan kecepatan rambat gelombang ultrasonik yang melalui tulang tumit saja.
Attenuasi
ADVERTISEMENT
Ketika melewati suatu bahan, tak terkecuali tulang, maka gelombang ultrasonik akan kehilangan energi secara berangsur-angsur. Fenomena hilangnya energi ini terjadi karena penyebaran gelombang (difraksi), terhamburnya gelombang (scattering), penyerapan (absorpsi), dan lain-lain. Pada trabekular (bagian dalam tulang yang berongga), attenuasi dominan disebabkan oleh fenomena hamburan (scattering), sedangkan pada tulang kortikal (bagian padat tulang), attenuasi dominan disebabkan oleh fenomena absorpsi, di mana energi mekanik yang terserap oleh tulang diubah menjadi energi bentuk lain, yaitu energi kalor atau panas.
Dengan fenomena attenuasi ini, intensitas dari gelombang ultrasonik yang merambati tulang akan mengalami penurunan secara eksponensial, dan bergantung kadarnya kepada kemampuan setiap bahan yang dinyatakan dengan koefisien attenuasi dalam satuan dB/cm (decibell per cm). Koefisien attenuasi ini nilainya bergantung kepada frekuensi dari gelombang ultrasonik yang digunakan.
ADVERTISEMENT
Iy=I0 e^(-μ(f)y)
Dari rumus di atas, intensitas akhir dari gelombang ultrasonik setelah melewati tulang sepanjang atau setebal y dinyatakan dengan Iy, sedangkan I0 adalah intensitas mula-mula, dan μ(f) adalah koefisien attenuasi. Dengan prinsip dasar ini dapat diturunkan nilai BUA (broadband ultrasound attenuation) yang diperoleh dari kemiringan garis (gradien) dari nilai attenuasi terhadap frekuensi gelombang.
μ(f)=BUA.f
Nilai BUA ini memiliki acuan nilai standar, namun pada prinsipnya, semakin landai kemiringan garisnya, maka semakin mendekati kondisi osteopenia (kepadatan tulang rendah) atau bahkan osteoporosis (kepadatan tulang sangat rendah atau tulang keropos).
Bagaimana Jika Dibandingkan dengan DXA?
Penelitian yang dilakukan oleh para ahli di berbagai negara telah berhasil mengukur parameter-parameter yang lebih kompleks untuk menyatakan tingkat kepadatan tulang dengan metode ultrasonogafi ini. Namun, prinsip dasarnya berangkat dari fenomena fisis yang sama.
ADVERTISEMENT
Lalu, pertanyaan lain muncul. Seberapa valid hasil pengukuran kepadatan tulang dengan metode ultrasonografi ini jika dibandingkan dengan metode DXA yang sampai saat ini masih dijadikan rujukan utama? Penelitian terbaru yang dilakukan oleh Dr. Carolyn Komar dkk dari West Virginia School of Osteophatic Medicine, Amerika Serikat yang diterbitkan oleh The Journal of the American Osteophatic Association pada 2019 menyatakan bahwa hasil pemeriksaan kepadatan tulang calcaneus (tumit) dengan metode ultrasonografi setara dengan metode DXA, meskipun belum semua informasi diagnosis seperti pada DXA dapat diperoleh dengan metode ultrasonografi.
Hasil yang menggembirakan ini memberikan angin segar bagi penerapan metode ultrasonografi pada kelompok masyarakat yang lebih luas di negara-negara berkembang seperti Indonesia dengan sejumlah keunggulan dari segi biaya, keamanan, dan portabilitas yang dimiliki oleh teknologi ini.
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Referensi
Njeh, C.F., Boivin, C.M., dan Langton, C.M., “The Role of Ultrasound in the Assessment of Osteoporosis: A Review”. Osteoporosis International, vol. 7, 7-22, 1997.
Chen, Y., Yubing, X., Ma, Z., dan Sun, Y., “Detection of Bone Density with Ultrasound”. Procedia Engineering, vol. 7, 371-376, 2010.
Komar, C., Ahmed, M., Chen, A., Richwine, H., Zia, N., Nazar, A., dan Bauer, L., “Advancing Methods of Assessing Bone Quality to Expand Screening for Osteoporosis”. Procedia Engineering, vol. 119(3), 147-154, 2019.