Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Constellations Pandora di Museum MACAN: Multiverse Menggoda meski Tidak Imersif
15 Desember 2024 23:47 WIB
·
waktu baca 6 menitTulisan dari Hidayat Adhiningrat tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Jika kau menelan mentah-mentah isi publikasi pertunjukan Constellations –oleh Teater Pandora di Museum MACAN– yang menuliskan: “Inovasi ini mengupayakan pengalaman imersif bagi penonton, bahkan sejak memasuki area depan museum”, mungkin kau akan kecewa. Pertunjukan ini, sama seperti pertunjukan Teater Pandora lain yang pernah saya tonton (Detente38B, bisa dibaca ulasannya di tautan ini ), agak susah untuk dimasukan ke dalam kategori teater imersif. Tidak ada tembok keempat yang dipecahkan, yang ada hanyalah penonton yang disimpan dekat dengan aktor-aktornya. Itu sudah.
ADVERTISEMENT
Pengalaman menonton Constellations, di tanggal 12 Desember 2024 itu, berbeda dengan pertunjukan imersif lain yang pernah saya rasakan. Ambil contoh; Saat Budi Bermain Boal dipentaskan di Lawatari Yogyakarta mereka mengubah penonton jadi sekumpulan siswa yang sedang ujian, ketika dipentaskan di Salihara mereka membawa penontonnya ikut menari selaksa siswa kelas menari dasar; Pertunjukan Main Hakim Sendiri oleh Nusa Wicastya di Panggung Tafsir Baru FTJ-PKN Taman Ismail Marzuki membawa penonton berdiskusi dan berpendapat untuk membicarakan masalah-masalah hukum; Kalanari Theatre Movement di pertunjukan Laporan kepada Akademi mengajak sebagian penontonnya menjadi anggota akademi yang menghadiri jamuan makan malam sembari menerima laporan dari si aktor utama; dan lain-lain; dan sebagainya.
Teater imersif selalu membedakan dirinya dari teater jenis lain dengan menghilangkan panggung dan membenamkan penonton ke dalam pertunjukan itu sendiri. Bentuk modern teater imersif didasarkan pada tingkat dan jenis keterlibatan yang ditemukan antara aktor dan penontonnya. Di dalamnya ada keseimbangan interaktivitas antara kebebasan berkreasi penonton dan struktur naratif yang diberikan kepada mereka. Malam itu, jujur, saya kesulitan menemukan tanda-tandanya.
ADVERTISEMENT
Menolak untuk kecewa, akhirnya saya menolak juga asumsi dalam pikiran bahwa saya akan menyaksikan teater imersif di pertunjukan Constellations ala Pandora. Hasilnya? Voila!! Saya jadi enjoy mengikuti pertunjukan yang perjalanannya berlangsung selama hampir dua jam ini. Konsep multiverse yang jadi tulang punggung cerita terasa benar-benar menggoda. Setting lampu dan posisi penempatan panggungnya menambah nutrisi pada kekuatan tulang yang menyangga.
Pertunjukan ini tidak menggunakan set panggung konvensional melainkan memilih panggung-panggung modular yang bisa dipindah-pindahkan mengikuti plot cerita. Di ujung cerita, panggung-panggung mini itu bersatu menjadi kesatuan yang lebih besar. Pilihan artistik ini seakan membawa misi terselubung: untuk menggambarkan cinta, duka dan kenangan –mewakili penggunaan panggung mini dalam menampilkan kepingan-kepingan fragmen yang tersebar sepanjang cerita– yang pada akhirnya harus menyatu dan diterima sebagai satu pengalaman manusia yang utuh.
ADVERTISEMENT
Di latar belakang, karya perupa Thailand Korakrit Arunanondchai mejeng. Pertunjukan ini memang berlangsung secara paralel dengan pameran tunggal Korakrit di Museum MACAN Sing Dance Cry Breathe | as their world collides on to the screen –saya kira Museum MACAN perlu sering-sering mengaktivasi ruang pamernya melalui beragam seni pertunjukan, beberapa kali cara ini terasa jitu mengembangkan potensi ruang yang ada di sana. Entah disengaja atau tidak, aksen mata besar yang terpajang di lukisan itu membuat kesan multiverse menjadi lebih kuat. Ada beragam universe yang berjalan di hadapan satu mata besar yang terus mengawasi variasi kemungkinan yang terjadi. Mata ini seperti simbol makhluk dimensi keenam yang mampu melihat dan merasakan keberadaan multiverse.
ADVERTISEMENT
Proses perubahan universe dipantik oleh permainan lampu. Saat lampu mati, kita tahu universe akan berubah ke keadaan lain. Tindakan ini cukup membantu penonton mengidentifikasi universe mana yang sedang ditampilkan. Pilihan warna dalam setiap fragmen cerita pun membantu menguatkan penggambaran memori dari setiap karakternya. Ada rasa keindahan, keputusasaan, serta kemungkinan lain yang tak terbatas.
Kemungkinan-kemungkinan di Dunia Paralel
Pertunjukan Constellations yang dibawakan Teater Pandora diadaptasi dari naskah karya dramawan Inggris, Nick Payne, dengan judul yang sama. Teater Pandora konon menjadi kelompok teater pertama yang mementaskan Constellations di Indonesia dan diakui secara resmi oleh agen lisensi Nick Payne, Curtis Brown. Naskah aslinya pertama kali dipentaskan tahun 2012 di Royal Court Theatre, London. Lakon ini berkisah tentang romansa Marianne, seorang ahli fisika, dengan Roland, seorang peternak lebah. Mereka hadir melalui serangkaian adegan pendek dengan alur yang terus berubah di setiap dimensi multiverse.
ADVERTISEMENT
Pertunjukan yang dibawakan Teater Pandora dibuat agak berbeda dengan format asli Constellations yang dimainkan oleh sepasang aktor untuk seluruh versi multiverse. Teater Pandora memilih tiga pasang Marianne dan Roland. Pemilihan ini, katanya, bermaksud untuk melambangkan sifat transenden dari multiverse—di mana bentuk fisik seseorang mungkin berbeda, tetapi esensi diri dan pengalaman cinta tetap universal. Ok. Boleh juga.
Cerita dimulai ketika Marianne dan Roland bertemu di sebuah pesta. Sejak awal, bahkan di satu babak yang hanya menceritakan soal pertemuan mereka ini, penonton sudah langsung disambut oleh adegan-adegan dengan kemungkinan hasil yang beragam. Karakter di setiap universe bereaksi dengan cara yang berbeda di universe lain. Misal, di universe pertama kedua karakter sama-sama berbicara dengan tenang, lalu dalam adegan selanjutnya -setelah lampu mati kemudian menyala lagi sebagai penanda universe-nya berubah- salah satu dari mereka marah-marah.
ADVERTISEMENT
Drama kemudian berlanjut, meloncat-loncat, pendek-pendek, pada setiap momen penting perjalanan romansa mereka berdua. Di satu babak mereka memutuskan untuk hidup bersama, di babak lain berselingkuh lalu di babak selanjutnya bertemu lagi dan kembali menyalakan romansa mereka. Masing-masing momen memiliki variasi-variasi kemungkinan yang menyertainya. Meskipun, beberapa kali dunia paralel yang ditampilkan terkesan mirip.
Dalam beberapa adegan, hanya ada sedikit perbedaan dialog kecil yang membuat ceritanya terkesan hanya mengulang-ulang tanpa perubahan signifikan. Perbedaan agak besar terasa di adegan perselingkuhan -dimana di satu bagian yang berselingkuh adalah Marianne dan di bagian lain Roland yang berselingkuh. Sisanya, ya tipis-tipis saja.
Multiverse yang Menggoda
Bagaimanapun lakon ini bukan hanya kisah linear dari dua orang yang bertemu, jatuh cinta, dan kemudian salah satu dari mereka sekarat. Dunia paralel dengan konsep multiverse-nya selalu menarik untuk ditelusuri. Membuat kita bertanya-tanya seperti apa hidup jika kita membuat keputusan yang berbeda di masa lalu. Tentu saja, satu pementasan teater yang dimainkan dalam waktu 2 jam tidak memungkinkan kita untuk menjelajahi banyak lorong universe. Tetapi izinkan saya berharap di masa depan naskah ini dikembangkan ke beberapa kemungkinan dunia paralel yang hadir dengan rasa yang sangat berbeda.
ADVERTISEMENT
Teater Pandora, misalnya, setelah sekarang selesai menampilkan pertunjukan terjemahan naskah Nick Payne kemudian muncul lagi dengan pertunjukan yang mengembangkan naskahnya ke arah yang lebih luas. Membuat sebuah naskah adaptasi yang mengeksplorasi beberapa perbedaan besar agar terasa lebih signifikan. Daripada hanya percakapan yang sama dengan penekanan yang sedikit berbeda pada kata-kata yang berbeda, atau reaksi yang sedikit berbeda dalam percakapan yang sama.
Seperti kemungkinan di adegan terakhir yang ditampilkan di pementasan malam itu, yang seakan menggoda lewat pertanyaan baru tentang apa yang akan terjadi bila Marianne dan Roland tidak menjalin hubungan. Apakah akan muncul tokoh lain? Apakah Marianne tidak akan terkena kanker? Bukankah mungkin Roland dan Marianne berada dalam hubungan toksik atau terjerat jebakan hubungan tanpa status? Siapa yang tahu.
ADVERTISEMENT
Saya menantikan jawabannya di pertunjukan Pandora selanjutnya. Semoga dikabulkan. Dengan catatan, jika tidak terlalu imersif, tolong untuk tidak mencantumkan kata imersif di materi publikasinya. Kampanye #MempermainkanRuang masih tetap menarik diikuti meski tanpa embel-embel imersif di dalamnya.