Konten dari Pengguna

Norma Tradisional ke Identitas Non-Biner: Memahami Spektrum Gender di Abad ke-21

Annisa Anindya
Dosen Ilmu Komunikasi, FISIP, Universitas Andalas
30 Juli 2024 12:39 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Annisa Anindya tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

Perkembangan Pemahaman Gender dari Masa ke Masa

ADVERTISEMENT
Norma gender tradisional adalah seperangkat aturan dan harapan sosial yang mendefinisikan perilaku, tanggung jawab, dan identitas berdasarkan jenis kelamin seseorang. Di abad ke-21, pemahaman terkait gender mengalami perubahan yang signifikan. Dulu, norma gender tradisional membagi peran dan juga identitas berdasarkan kategori laki-laku dan perempuan. Saat ini pemahaman terjait gender jauh lebih kompleks. Adanya norma gender tradisional menitik beratkan pada identitas gender berdasarkan pada jenis kelamin biologis, penis atau vagina.
ADVERTISEMENT
Memakai sudut pandangan tradisional, laki-laki dianggap memiliki karakteristik yang maskulin dengan menonjolkan kekuatan, ketegasan, dan kepemimpinan. Sementara perempuan dianggap memiliki sifat feminim dengan menonjolkan kelembutan, empati, dan keibuan.
Pandangan ini mendorongkan terbentuknya pandangan terhadap individu, tetapi juga mengatur peran dan harapan sosial yang dimiliki mereka. Seperti peran seorang laki-laki yang mencari nafkah, perempuan mengurus rumah tangga dan juga anak. Norma yang ada ini, membantu untuk mengatur perilaku dan mengendalikan bagaimana orang memanifestasikan identitas mereka. Namun seiring perkembangan zaman, pendangan ini semakin dianggap sebagai pandangan yang terbatas dan tidak memadai untuk menangkap keragaman pengalaman manusia.
Seiring waktu, pemahaman gender telah berkembang untuk mengakui bahwa identitas gender tidak selalu sesuai dengan kategori biner. Hal ini menjelaskan bahwa ada rentang identitas gender diluar kategori laki-laki dan perempuan.
Sumber: Pexels.com (Perkembangan Pemahaman Gender dari Masa ke Masa)
Identitas Gender Non-Biner. mengacu pada individu yang tidak sepenuhnya mengidentifikasi dengan kategori laki- laki dan perempuan saja, namun juga
ADVERTISEMENT
Genderqueer yang mengacu pada individu yang tidak merasa cocok dengan kategori tradisional yang sudah ada sejak lama, sehingga adanya penolakan terhadap label gender tetap. Selain itu ada juga Genderfluid yang menggambarkan bahwa identitas gender dapat berubah-ubah dari waktu ke waktu. Hal ini karena mungkin saja terkadang si individu merasa lebih maskulin, kadang feminim, atau berada di tempat lain di spektrum. Lain hal nya dengan Agender yang merasa tidak memiliki identitas gender atau merasa netral terhadap gender yang dimilikinya. Kemudian ada juga biginder, dimana si individu merasa terhubung dengan dua gender, baik secara bersamaan maupun bergantian. Kemudian yang terakhir, Demiboy/Demigirl dimana individu merasa sebagian besar tapi tidak sepenuhnya identik dengan gender laki-laki atau perempuan.
ADVERTISEMENT
Gender sebagai konstruksi Sosial dan Budaya. Pandangan modern tentang gender semakin menjelaskan bahwa gender tidak hanya sebatas biologis saja, tapi juga adanya pengaruh dari interaksi sosial, budaya, dan sejarah.
Fleksibilitas Identitas dimana pemahaman modern tentang gender yang dapat berubah dari waktu ke waktu. Hal ini mengacu pada kemampuan seseorang untuk mengalami, mengidentifikasi, dan mengekspresikan gender mereka dengan cara yang tidak tetap.
Para ahli dalam bidang studi gender, psikologi, dan sosiologi telah memberikan pandangan sebagai bahan untuk memahami terkait spektrum gender. Judith Butler (1990) berargumen bahwa gender merupakan performatif. Gender bukanlah identitas yang tetap, tapi lebih kepada tindakan atau performa yang dikontruksi melalu adanya interaksi sosial antar individu. Sehingga dalam prakteknya, gender bukan merupakan hal yang kita miliki, tetapi sesuatu yang dilakukan.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, Susan Stryker (2008) menjelaskan bahwa gender merupakan hal yang beragam dan dinamis. Identitas transgender dan non biner menantang norma-norma biner dan menyediakan alternatif yang valid untuk memahami gender.
Pengakuan terhadap spektrum gender membawa implikasi yang luas. Perubahan dalam pemahaman gender telah mendorong penciptaan dan penggunaan bahasa yang lebih inklusif. Contohnya saja saat ini banyak yang menggunakan istilah seperti "mereka" sebagai ganti kata gender. Hal ini ditujukan untuk mengakui dan menghormati indentitas non-biner. Saat ini berbagai negara sudah mulai mengadopsi kebijakan yang mengakui dan melindungi identitas non-biner. Contohnya saja seperti pendaftaran kelahiran dan dokumen identitas yang menyediakan opsi "X" atau "lainnya" sebagai pilihan gender.
Bahkan beberapa masyarakat di beberapa negara juga sudah mendukung identitas yang beragam. Meskipun lebih banyak tantangan seperti diskriminasi, ketidakpahaman, dan eksklusi di berbagai bidang, baik pekerjaan, layanan kesehatan, hingga ruang publik.
ADVERTISEMENT
Pada kenyataannya, transformasi tentang gender di abad ke-21 menggambarkan pola pemikiran yang lebih luas dalam memahami identitas manusia. Manusia memiliki pemikiran yang terbuka mengenai gender sebagai spektrum dan mendukung identitas non-biner. Masyarakat membuka diri untuk menghargai keberagaman pengalaman yang dimiliki manusia. Ditambah lagi pandangan daru berbagai ahli yang menjadi pegangan dan pemahaman baru tentang bagaimana identitas gender yang semakin berkembang seiring perkembangan zaman.
Pemahaman ini tentu mengalami pertentangan jika dikaji menggunakan pandangan agama. Sehingga Pemahaman ini hanya didasarkan kepada interaksi sosial dan budaya, serta pemahaman dari masing-masing individu.