Konten dari Pengguna

Mimpi Saja Dulu dari Kota Kembang ke Kota Seribu Masjid

Hijab Lifestyle
All about hijab.
27 Juli 2018 22:53 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:07 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Hijab Lifestyle tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sejak ratusan tahun lalu, Tambora selalu menjadi penanda jejak manusia dari berbagai belahan dunia.
Mimpi Saja Dulu dari Kota Kembang ke Kota Seribu Masjid
zoom-in-whitePerbesar
Foto: Field Trip ke Pantai Ampenan, Lombok, Nusa Tenggara Barat | Sofi Solihah
ADVERTISEMENT
Hampir setiap orang yang kutemui pasti membahas peringatan seratus tahun letusan Tambora tahun 2015 lalu. Keluarga di rumah selalu mengganti channel TV untuk mencari berita soal peringatan letusan Tambora. Seorang teman sekelas sampai absen kuliah beberapa minggu, ia bilang ingin mencapai puncak Tambora di atas awan. Tugas yang ia abaikan membuatku bekerja lebih untuk menutupi bolong-bolong karya ilmiah kelompok demi capaian nilai UAS.
Di kelas, beberapa dosen mengeluhkan ada saja mahasiswanya yang absen mata kuliahnya demi Tambora. Lagi-lagi Tambora! Ah, membuatku bermimpi ingin sekadar menginjakan kaki di sana. Ya Allah…izinkanlah hamba-Mu terbang ke Nusa Tenggara Barat untuk menapaki alam luas-Mu. Setiap kali teringat Tambora, kupanjatkan doa itu dalam setiap sujud panjangku. Tidak apalah jangan dulu puncak Tambora karena aku bukan seorang pendaki profesional. Asalkan masih di NTB, di ibukotanya Lombok pun tak mengapa. Mimpi saja dulu.
ADVERTISEMENT
10 April 1885 dunia dikagetkan dengan bunyi letusan berkali-kali dari Asia. Seorang berkebangsaan Inggris, Thomas Stamford Raffles mengabadikan momen tersebut melalui tulisannya The History of Java, terdapat letusan gunung yang menggemparkan Sumatera. Letusan tersebut berasal dari sebuah gunung di wilayah tengah Nusantara.
Lebih jauh lagi, letusan tersebut terdengar sampai ke benua Amerika. Di sana, awan gelap menyelimuti langit negeri Paman Sam hingga berbulan-bulan lamanya. Awan gelap bukan menjadi satu-satunya masalah, orang-orang kesulitan memprediksi perubahan musim yang begitu mendadak akibat letusan tersebut.
Letusan Tambora jugalah yang membuat Napoleon Bonaparte kalah dalam pertempuran Waterloo. Pasukannya tidak siap dengan perubahan mendadak cuaca ekstrim di daratan Eropa. Satu persatu pasukannya gugur sebelum bertempur. Napoleon ditangkap dan dibuang ke sebuah pulau. Seorang ahli militer gagal menaklukan perang gara-gara Tambora!
ADVERTISEMENT
Sudahlah jangan terlalu serius memikirkan Napoleon. Masih banyak tugas kuliah yang belum kukerjakan. Rutinitas menjadi mahasiswa membuat mimpiku ke Nusa Tenggara Barat terlupakan. Sampai suatu malam sebuah pesan masuk ke smartphone-ku. Ketua himpunan menyampaikan undangan delegasi ke sebuah universitas di Lombok!
Mimpi Saja Dulu dari Kota Kembang ke Kota Seribu Masjid (1)
zoom-in-whitePerbesar
Foto: Bersama rekan mahasiswa dari Sumatera sampai Sulawesi | Sofi Solihah
Segeralah aku mencari tahu sebanyak mungkin informasi untuk terbang ke Lombok. Tak lupa kuperhitungkan kondisi finansialku dari A sampai Z untuk memenuhi undangan delegasi. Uh oh aku harus mencari sponsor, uangku tak cukup! Masalah selanjutnya aku tak pernah bepergian naik pesawat. Sebagai anak rumahan yang selalu dipantau oleh keluarga, aku sempat ciut membayangkan travelling menyeberang pulau.
ADVERTISEMENT
Tapi Allah Maha Kuasa, aku mendapat sponsor untuk pergi ke NTB. Segeralah kusampaikan kesanggupanku ke dosen waliku, himpunan, dan panitia di universitas tujuan. Akhirnya si anak pingitan ini nekat pergi demi sebuah mimpi. Bukan hal mudah mengepak segala keperluan sebagai seorang hijaber meski hanya beberapa hari.
Bagaimana aku bisa mengambil pakaian hijabku dari atas ke bawah dalam sebuah tas tanpa membayar biaya tambahan bagasi? Beberapa kali aku bongkar-pasang bawaanku agar muat sepuluh kilo saja. Sudah termasuk laptop dan bekal makan-minum cadangan.
Seorang teman mengusulkan agar aku ambil tiket penerbangan termurah saja. Agar aku punya uang lebih untuk dibelikan oleh-oleh saat kembali pulang. Begitu katanya, oh baiklah aku coba saja meski di media massa maskapai penerbangan tersebut tengah mengalami musibah pesawat jatuh sampai seluruh penumpang tewas.
ADVERTISEMENT
Barangkali tidak semua berita harus aku telan mentah-mentah. Aku kan masih punya Allah. Kuawali travelling pertamaku menggunakan pesawat dengan untaian doa dari lisanku. Ya, sama seperti anak-anak sekolah sebelum ujian, mendadak religius sebelum menjalani pengalaman menegangkan.
Mimpi Saja Dulu dari Kota Kembang ke Kota Seribu Masjid (2)
zoom-in-whitePerbesar
Foto: Transit di Bali | Sofi Solihah
Tiba di Bali untuk transit aku sedikit kesulitan beradaptasi dengan atmosfir di sana yang begitu kental dengan masyarakat heterogen. Wewangian asap khas ritual di sana tercium sampai ke mushola. Kendati demikian, kucoba tetap khusyu melaksanakan sholat dzuhur.
Berhijab membuatku selalu ingat akan kewajiban religius atas semua perilaku pada diri ini. Termasuk soal memilah-milih makanan. Oh tidak, aku belum menemukan makanan berlabel halal dan aku lapar! Entah akunya saja yang kurang teliti mengunjungi setiap tempat makan. Sekadar cari aman aku makan bekal roti kering dari ibu untuk menghilangkan keroncongan. Ah ibu, betapa aku menyayangimu.
ADVERTISEMENT
Sampai waktu transit habis aku harus naik penerbangan selanjutnya. Satu pesawat dengan bule-bule perempuan berpakaian terbuka membuat mataku terpaku sejenak pada mereka. Tapi aku sadar tidak sopan menatap mereka lama-lama dari atas ke bawah. Tiba di Lombok aku sempat diklakson rombongan yang menuju masjid terburu-buru. Oh iya, aku kan sedang berada di kota seribu masjid.
Berada di Lombok merasa kehadiranku diterima dengan baik di tengah masyarakat. Banyak dari rekan sesama mahasiswi mengenakan hijab panjang yang menandakan suasana islami teramat kental di sini. Panasnya Lombok berasa tidak menembus hijabku atas kenyamanan itu. Berat diri ini saat harus pulang ke Bandung dan berpamitan pada rekan dari setiap perwakilan wilayah Indonesia.
Akhirnya aku menginjakan kaki di Nusa Tenggara Barat atas sebuah mimpi yang awalnya aku sendiri ragu untuk merealisasikannya. Masih banyak pengalaman travelling-ku, seorang hijaber rumahan, yang akan aku bagi dengan sobat Kumparan pada postingan berikutnya. Stay tuned di Hijab LIfestyle ya!
ADVERTISEMENT
Lombok-Bandung, 17.35 WITA