Konten dari Pengguna

Kualifikasi sebagai Landasan Kesejahteraan Guru

Hilman Firdaus
Seorang guru IPA yang percaya bahwa mendidik adalah mewariskan sesuatu kepada generasi berikutnya
25 November 2024 12:37 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Hilman Firdaus tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Guru dengan kualifikasi tinggi untuk meningkatkan kesejahteraan guru (sumber: pixabay.com)
zoom-in-whitePerbesar
Guru dengan kualifikasi tinggi untuk meningkatkan kesejahteraan guru (sumber: pixabay.com)
ADVERTISEMENT
Kesejahteraan guru menjadi sorotan menteri pendidikan yang baru. Dalam Rapat Kerja pertama dengan Komisi X DPR RI, Abdul Mu’ti selaku Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah menyampaikan 6 Program Prioritas Kementrian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen). Salah satu dari enam program prioritas itu adalah peningkatan kualifikasi, kompetensi, dan kesejahteraan guru. Urutan yang ditampilkan dalam program ini sangat terstruktur: untuk mencapai kesejahteraan guru, hal pertama yang harus dimiliki guru adalah kualifikasi.
ADVERTISEMENT
Kualifikasi akademik menjadi landasan utama untuk hampir semua pekerjaan profesional. Untuk menjadi dokter, seseorang harus menjalani pendidikan sarjana yang dilanjutkan dengan co ass minimal 3 semester, melewati uji kompetensi, lalu magang minimal satu tahun sebelum bisa mendapatkan surat ijin praktek sebagai dokter umum. Untuk menjadi psikolog, dibutuhkan pendidikan sarjana psikologi ditambah pendidikan profesi minimal 2 tahun. Untuk menjadi akuntan, dibutuhkan pendidikan sarjana akuntansi dilanjutkan kuliah profesi akuntasi dan dikahiri ujian sertifikasi akuntan.
Proses tersebut tidak sepenuhnya berlaku di dunia pendidikan. Untuk menjadi guru sekolah formal, seseorang cukup memiliki kualifikasi akademik sarjana. Bahkan di beberapa daerah dengan SDM sangat terbatas, terkadang guru tidak memiliki kualifikasi sarjana sama sekali. Latar kultural pendidikan Indonesia yang didominasi lembaga pendidikan keagamaan sejak masa kerajaan, ditambah jargon “pahlawan tanpa tanda jasa” yang begitu melekat menempatkan profesi guru belum setara dengan profesi mentereng lainnya. Diperparah dengan kualifikasi yang tidak sesuai ketentuan, sulit rasanya kesejahteraan guru setara dengan profesi lainnya.
ADVERTISEMENT

Pendidikan Profesi Guru di Negara Lain

Untuk menjadi guru di Singapura, seorang calon guru harus melalui seleksi yang sangat ketat. Seleksi dimulai dari skor akademik yang tinggi, tes psikologi, lalu wawancara yang mendalam. Calon guru menghabiskan banyak waktu di sekolah untuk mengamati guru berpengalaman dan melakukan praktik mengajar secara langsung.
Di Jepang, selain diwajibkan memiliki prestasi akademik yang bagus, para calon guru juga dinilai berdasarkan kepribadian, minat terhadap anak, serta potensi kepemimpinan. Pendidikan profesi guru di Jepang sangat menekankan pada karakter karena calon guru diharapkan memiliki integritas, dedikasi, dan komitmen yang tinggi terhadap profesinya.
Penekanan pada kualitas akademik juga terjadi di Korea Selatan, yaitu penguasaan mendalam para calon guru terhadap materi pelajaran. Sementara Di China dengan budaya disiplin sangat tinggi, pendidikan profesi guru menekankan pada disiplin, kerja keras, dan pencapaian akademik.
ADVERTISEMENT
Program pendidikan profesi guru yang diterapkan di beberapa negara maju Asia tersebut memiliki satu kesamaan, yaitu ketatnya proses seleksi calon guru. Mereka yang akan mendaftar menjadi calon guru disyaratkan memiliki kemampuan akademik yang bagus disertai penguasaan materi yang mendalam serta berbagai karakter yang mengakar kuat. Dengan input yang berkualitas serta proses pendidikan yang menekankan pada praktik lapangan yang intensif, maka guru yang terjun ke dunia pendidikan benar-benar sudah teruji kualitasnya.

Sinergitas Pemerintah dan Organisasi Profesi

Pertanyaan yang kemudian muncul adalah: bisakah hal tersebut diterapkan di Indonesia? Jawabannya tentu bisa, meskipun tidak mudah. Dibutuhkan sinergitas dari beberapa pihak seperti pemerintah dan organisasi profesi. Dari sisi pemerintah melalui Kemendikdasmen harus mengeluarkan regulasi di mana sekolah negeri maupun swasta wajib merekrut guru yang memiliki Sertifikat Pendidik. Selain itu harus ada regulasi di mana Dinas Pendidikan selaku perpanjangan tangan pemerintah di daerah wajib memperbarui Sertifikat Pendidik secara berkala, misalnya 5 tahun sekali.
ADVERTISEMENT
Organisasi profesi guru bekerja sama dengan pemerintah untuk melakukan uji kompetensi guru secara berkala setiap tahunnya. Setiap guru yang telah memiliki Sertifikat Pendidik baik di sekolah negeri maupun swasta wajib terdaftar di organisasi profesi untuk menjalani uji kompetensi tahunan. Hasil dari uji kompetensi ini dikirimkan kepada Dinas Pendidikan dan sekolah tempat guru mengajar sebagai landasan untuk kenaikan pangkat dan tunjangan. Selain itu, hasil uji kompetensi tahun yang terakumulasi selama 5 tahun dijadikan sebagai salah satu dasar bagi Dinas Pendidikan untuk memperbarui Sertifikat Pendidik.
Dengan kualifikasi tinggi berdasarkan hasil seleksi pendidikan profesi, lalu ditunjang oleh uji kompetensi berkala dan pembaruan sertifikasi setiap periode waktu tertentu, diharapkan profesi guru bisa sejajar dengan profesi mentereng lainnya. Sehingga ke depan guru tidak lagi dipandang sebatas pengabdian, tapi juga profesi yang harus dikerjakan secara profesional. Profesi yang dikerjakan secara profesional pada akhirnya berdampak pada meningkatnya kesejahteraan pekerjanya.
ADVERTISEMENT