Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Portal New Normal : Kerinduan Masa Lalu dan Perilaku Adaptif di Lembaran Baru
16 Juni 2020 20:55 WIB
Tulisan dari Holy Wahyuni tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
2020 adalah tahun terberat bagi saya dan barangkali bagi siapa saja saat ini. Saya tidak pernah menyangka bahwa saya akan menginjakkan kaki pada masa saat dunia dilanda pandemi. Seperti yang telah banyak diberitakan oleh media, dunia hingga hari ini masih dihadapkan pada musibah global wabah virus Covid-19. Beberapa waktu terakhir angka Covid-19 di dunia memang sudah menunjukkan adanya tren penurunan, tetapi musibah ini masih jauh jika harus dianggap final.
ADVERTISEMENT
Ironisnya, di Indonesia sendiri justru menunjukkan tren kenaikan bahkan sempat menembus angka seribu untuk penambahan kasus positif Covid-19 dalam satu hari. Meski tidak dapat dipungkiri bahwa di sisi lain angka kesembuhan juga mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Hal ini tampaknya menjadi salah satu kabar baik yang patut disyukuri di tengah-tengah keresahan dan kedukaan yang lama memerih.
Seperti yang telah banyak kita saksikan bersama, pandemi ini memiliki dampak yang sangat signifikan terhadap berbagai aspek tatanan dan kehidupan masyarakat. Kebijakan social distancing, physical distancing dan semangat di rumah saja adalah metode yang secara serempak diberlakukan dunia untuk menekan angka penularan Covid-19. Sehingga berbagai sistem yang selama ini berjalan akan mengalami banyak sekali perubahan. Terutama yang menyangkut aktivitas dan mobilitas manusia di luar rumah.
ADVERTISEMENT
Euforia liburan dan menikmati akhir pekan adalah momen yang selalu dinantikan oleh semua orang. Kebutuhan berlibur atau sekedar piknik tipis-tipis menjadi sangat penting untuk sekedar menghilangkan penat dan stres karena tugas kuliah, atau deadline pekerjaan. Abraham Maslow dalam A Theory of Human Motivation (1943) yang terkenal dengan konsep hirarki kebutuhan manusia, telah menempatkan kebutuhan fisiologis berada pada tingkatan pertama. Adapun yang dimaksud kebutuhan fisiologis menurut Maslow adalah kebutuhan paling mendasar dan esensial dalam diri manusia yang meliputi sandang, pangan, papan, dan yang tak ketinggalan adalah hiburan. Kebutuhan fisiologis ini akan memberikan dampak positif bagi hidup manusia apabila terpenuhi, sebaliknya, tidak terpenuhinya kebutuhan ini akan menimbulkan permasalahan fisik maupun psikologis dalam diri manusia, seperti lelah, bosan, jenuh, frustasi dan bahkan tidak berdaya.
ADVERTISEMENT
Berbicara tentang kebutuhan akan hiburan, saya pun akhirnya melempar jauh ingatan saya pada kenangan indah di masa lalu, sebelum pandemi ini hadir seperti negara api dalam Avatar the Legend of Aang yang mengubah sendi-sendi kehidupan. Saya teringat masa-masa hangout di kafe hingga larut malam, biasa disambi dengan mengerjakan tugas kuliah, menikmati akhir pekan di pusat perbelanjaan, berburu diskon 70%, buy one get one, atau bahkan buy two get one dengan patungan bersama teman. Setelah lelah mengembara memutari mall, kesana kemari, kami akan memanjakan lidah dengan ber-antre ria di foodcourt yang seringkali harus berebut meja. Momentum car free day yang juga tak kalah seru di hari Minggu, even arakan karnaval pada peringatan hari besar tertentu.
ADVERTISEMENT
Apalagi mahasiswa- Kemendikbud, Kemenag, bersama Kementerian kesehatan baru saja merilis panduan penyelenggaraan sistem pembelajaran di berbagai tingkat satuan pendidikan. Keputusan dalam panduan tersebut menyatakan kegiatan perkuliahan tetap diselenggarakan secara daring di rumah saja. Memori saya jadi terlempar kembali pada masa-masa penuh sensasi saat menjadi mahasiswa baru. Ospek dengan segala tetek bengek tugas yang aneh-aneh namun menyimpan kesan yang tak akan terlupa, menjadi cerita yang nostalgik untuk dikisahkan. Ah! Semua itu kini berebut untuk dikenang namun sebaiknya-sementara ditahan untuk disimpan dalam angan dan kesadaran penuh demi usaha-usaha penyelamatan.
Covid-19 dan sebuah portal dunia baru
Khoiril Maqin yang mengutip Arundhati Roy dalam pengantar buku Wabah, Sains, dan Politik (2020) menyebut pandemi ini telah membuat manusia untuk putus dengan masa lalunya. Saya sedikit nyesek membayangkannya, membayangkan sebuah kondisi kemunculan dunia yang baru. Lebih lanjut Khoiril Maqin mengungkapkan bahwa pandemi adalah sebuah portal, sebuah pintu gerbang menuju dunia berikutnya. Pertanyaannya adalah, dunia baru itu-dunia yang bagaimana?
ADVERTISEMENT
Saya jadi teringat, beberapa waktu yang lalu, saya bersama teman-teman melalui daring membahas buku Zizek dan sampai pada statemen bahwa di masa pandemi ini, segala prediksi dan kebijakan adalah bersifat hipotesa. Berbicara tentang kebijakan, Presiden Joko Widodo mulai memperkenalkan istilah new normal kepada publik untuk diterapkan di Indonesia, yang mana dalam era new normal masyarakat diajak untuk berdamai dengan keadaan, atau lebih tepatnya berdampingan dengan dengan Covid-19 dan move on untuk melanjutkan hidupnya.
Di lain sisi, negara kita nyatanya masih tak baik-baik saja, justru sedang berada di puncak-puncaknya. Hingga akhirnya, jika ditarik pada konsep new normal yang sedang mulai kita jalani ini maka bayangan dunia baru masa pandemi merupakan dunia yang bukan serta merta tersambut euforia selayaknya kumpulan anak ayam yang baru dilepas dari kandang setelah sekian lama terkurung. Segalanya tetap tak lagi sama, tetap menuntut waspada, dan tentu saja dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan yang ada.
ADVERTISEMENT
Jika kedisiplinan ini digalahkan maka bayangan portal dunia baru adalah sebuah jalan move on untuk bertahan terlebih dahulu dari menjamah gaya hidup masa lalu. Pertanyaannya sampai kapan? tidak ada yang tahu, meskipun beberapa prediksi dan ramalan telah banyak beredar, namun yang sedang kita hadapi hari ini adalah makhluk mikroskopis, memiliki ketahanan tinggi, terbukti dengan penyebarannya di hampir seluruh belahan dunia pada kondisi geografis yang berbeda-beda.
Meski demikian, optimisme harus selalu dibangun, selalu ada hari yang cerah setelah badai melanda. Paling tidak di luar sana ada yang sedang bekerja keras siang malam menemukan formulasi obat ataupun vaksin untuk mengatasi wabah ini, lanjut Khoiril Maqin mengungkapkan, dalam situasi seperti ini memang kita harus memilih memercayai ilmu pengetahuan dan bagaimana sains bekerja, semoga hipotesa akan segera menemukan simpulannya. Tapi lagi-lagi yang menjadi pertanyaan adalah, haruskah kita pasif menunggu para pakar bekerja, sementara kita memiliki usaha dalam rangka penyelamatan diri agar tidak tergilas dan terseleksi, maka perilaku adaptif memang selayaknya harus dilakukan, memaksakan diri untuk tangguh melawan dan berperang, move on dengan lembaran baru dan menikmatinya.
ADVERTISEMENT
Adaptasi behavioral
Di tengah keresahan dan keadaan yang memaksa untuk terus berjalan, maka meningkatkan perilaku adaptif menjadi jalan efektif untuk menghadapi pandemi. Wacana bahwa pada gilirannya nyawa kita ada di tangan kita sendiri adalah nyata. Charles Darwin dalam karyanya On The Origin of Species yang mengungkapkan bagaimana alam menyeleksi makhluk yang tidak adaptif-terlepas beragai kritik dan bantahan terhadap evolusi-seyogyanya menjadi semangat diri kita untuk mengadopsi perilaku adaptif tersebut. Terutama adaptasi tingkah laku yang dikenal dengan adaptasi behavioral.
Adaptasi behavioral dalam situasi pandemi yang salah satunya diwujudkan dalam bentuk kepatuhan protokol menjadi sangat bermakna, baik bagi diri sendiri dan orang lain di sekitar kita, apalagi tenaga kesehatan yang mulai kwalahan dengan pasien yang mengalami pembeludakan. Perilaku egosentris diharapkan bisa direduksi dan menjadi manusia yang move on secara dewasa.
ADVERTISEMENT
Bagaimana dengan kebutuhan hiburan seperti pada wacana di atas? Maka, lagi-lagi jawabannya ada pada pilihan untuk move on melalui perilaku adaptif. Bagaimana otak manusia akhirnya diputar dengan segala inovasi yang dikemas melalui daring. Seperti dengan membangun kreativitas menyajikan berbagai pilihan hiburan yang tak bosan-bosan pada situs-situs daring. Mereduksi stressor dengan konten komedi misalnya, atau mendengarkan lagu yang sedang in, atau berselancar pada marketplace untuk sekedar menikmati promo belanja yang ada. Tawaran berbagai macam kelas online atau webinar untuk menambah pengetahuan kita juga sedang marak dan bisa menjadi alternatif yang menjadikan kita tetap produktif, bahkan kelas online yang bergerak untuk menjadi support system bagi pembentukan mental health masyarakat terdengar begitu bermanfaat. Manusia dan pembicaraan manusia selalu merujuk pada kebutuhan tentang manusia itu sendiri, maka segala yang ada untuk manusia, juga berasal dari rumusan manusia yang memahami apa yang menjadi kebutuhan sesamanya.
ADVERTISEMENT