Konten dari Pengguna

Artidjo, Penggembala Kambing yang Diberikan Bintang Mahaputera Adipradana

NUR AZIZAH
Penulis cerita perjalanan, ASN di Mahkamah Agung
13 Agustus 2021 10:46 WIB
·
waktu baca 4 menit
clock
Diperbarui 21 Agustus 2021 14:20 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari NUR AZIZAH tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Anggota Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Artidjo Alkostar.
 Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Anggota Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Artidjo Alkostar. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
“Saya sangat kagum dengannya, karena beliau adalah sosok pekerja keras dan pemegang amanah. Kalau sudah diberikan kepercayaan, maka Pak Artidjo akan berkorban untuk menjaga kepercayaan itu. Sifat mulia tersebut bukan hanya dilakukan ketika Beliau menjadi hakim Agung, tetapi sifat amanah itu sudah melekat pada dirinya sejak beliau masih menjadi dosen dan pengacara.”
ADVERTISEMENT
Demikian disampaikan oleh Yang Mulia Hakim Agung Dr. H. A. Mukti Arto, S.H., M.Hum., dalam buku Artidjo Alkostar, Titian Keikhlasan, Berkhidmat untuk Keadilan, halaman 233. Buku tersebut diluncurkan berbarengan dengan habisnya masa tugas Artidjo di Mahkamah Agung.
Saya masih ingat sekali, di hari terakhir Artidjo bertugas di Mahkamah Agung, ia mengundang rekan-rekan media untuk berbincang tentang bukunya tersebut dan aktivitas yang akan dilakukannya pascapurnabakti. Saat itu, Artidjo mengatakan bahwa ia akan pulang kampung ke Situbondo, tempat asalnya dan akan memelihara kambing. Sontak saja, pernyataan mantan Ketua Kamar Pidana Mahkamah Agung tersebut disambut tawa oleh rekan-rekan media pada acara bertajuk Bincang Dengan Artidjo di ruang Media Centre Harifin A Tumpa, Jum’at 25 Mei 2018. Menanggapi hal tersebut, Artidjo makin menguatkan pernyataannya bahwa memang ia tidak akan muluk-muluk, ia tidak mau lagi berurusan dengan hukum, ia memilih akan pulang kampung dan memelihara kambing.
ADVERTISEMENT
Sosok berintegritas dan sederhana tersebut telah berpulang pada 28 Februari 2021 lalu. Indonesia berduka, kehilangan hakim teladan, hakim idola, hakim yang tidak takut pada apapun kecuali pada Tuhannya.
Kemarin, Kamis, 12 Agustus 2021, Presiden Jokowi memberikan Tanda Kehormatan Bintang Mahaputera Adipradana kepada Artidjo. Bintang Mahaputera ini diberikan kepada mereka yang secara luar biasa menjaga keutuhan, kelangsungan, dan kejayaan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tanda kehormatan ini bertujuan salah satunya untuk menumbuhkan sikap keteladanan bagi setiap orang dan mendorong semangat melahirkan karya terbaik bagi kemajuan bangsa dan negara.
Selamat Pak Artidjo, semoga amal dan karyamu selama hidupmu di dunia, menjadi cahaya di alam kuburmu.
Ditakuti Koruptor
Artidjo adalah mantan pengacara yang dilantik menjadi hakim agung pada tahun 2000. Selama menjabat sebagai Hakim Agung, Artidjo dikenal dengan sosok yang profesional, pintar, sederhana, dan tegas. Ia tidak ragu untuk dissenting opinion jika ada putusan yang tidak sesuai dengan pendapatnya.
ADVERTISEMENT
Dosen hukum di Universitas Islam Indonesia tersebut merupakan hakim agung paling ditakuti oleh para koruptor, karena Artidjo akan menambah hukuman bagi mereka yang mencari keringanan di tingkat kasasi. Ia dikenal dengan algojonya para koruptor. Ia tidak keberatan dijuluki seperti itu, karena baginya hakim itu harus lebih pintar dari pembuat Undang-Undang, harus lebih pintar dari koruptor, alangkah malangnya negeri ini jika hakimnya kalah pintar dari koruptor. Beberapa nama yang ditambahkan hukumannya adalah Angelina Sondakh, Anas Urbaningrum, Luthfi Hasan Ishaq, dan yang lainnya.
Artidjo berharap Indonesia bisa bebas dari koruptor. “Saya mengharapkan suatu saat Negara ini akan sampai pada tataran idaman tanpa korupsi. Jadi cita-cita kita bernegara adil dan makmur itu akan tercapai,” harap Artidjo
Penulis dengan Artidjo selepas upacara Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 2017 di kantor Mahkamah Agung.
Mengenal Artidjo
ADVERTISEMENT
Nama lengkapnya adalah Artidjo Alkostar. Lahir di Situbondo, Jawa Timur pada tanggal 22 Mei 1948. Besar di keluarga petani yang sederhana, Artidjo kecil tinggal di lingkungan agamis dan berpendidikan. Ayahnya adalah seorang guru sedangkan ibunya ibu rumah tangga. Dari ayahnya, Artidjo sudah belajar tentang keadilan sejak kecil. Ketika ada teman sepermainannya bermasalah, maka sang ayah akan meminta Artidjo yang melerainya.
Sebelum menjabat sebagai Hakim Agung, lelaki penyuka daging kambing ini berprofesi sebagai pengacara. Karena seringnya membela orang-orang yang “dilanggar” hak asasinya, Artidjo sering kali mendapatkan teror dan ancaman. Tetapi, Artidjo tidak pernah takut. “Kalau ada orang yang meneror dan mengancam saya itu salah alamat, saya tidak takut pada siapapun. Saya hanya takut pada Allah,” kata lulusan Fakultas Hukum Nortwestern University Chicago ini.
ADVERTISEMENT
Sikap ini tidak berubah ketika Artidjo menjadi hakim agung. bahkan, masa awalnya sebagai hakim agung dia habiskan di rumah kontrakan di daerah Kwitang. Menurut mantan Jaksa Agung Abdurrahman Saleh yang merupakan kolega Artidjo, kontrakan itu berada di gang sempit dan deket kali, sangat tidak cocok bagi hakim agung selaku pejabat negara. Selain tinggal di kontrakan, Artidjo pun tak malu untuk menunggang bajaj dari kontrakan menuju kantor atau sebaliknya, baginya hidup apa adanya itu menyenangkan. Konon, kedua hal tersebut terjadi karena pada awal-awal menjabat Artidjo belum mendapatkan rumah dan kendaraan dinas. Dan setelah mendapatkan rumah dinas, penyuka lagu-lagu klasik itu tinggal di apartemen yang memang disiapkan untuk hakim agung juga kendaraan dinas.
ADVERTISEMENT
Dalam mempertahankan pendapatnya, Artidjo lebih memilih dissenting opinion bila ada putusan yang tidak sesuai dengan hati nuraninya. Beliau tidak jarang mendapat cercaan karena putusannya yang dianggap tidak sesuai. Meskipun begitu banyak juga pujian yang dilontarkan masyarakat kepada Artidjo lantaran putusannya. Beragam penghargaan pernah coba diberikan kepada Artidjo, tetapi Artidjo dengan tegas menolaknya. “Hakim itu, bermimpi mendapat hadiah saja dilarang!” kata Artidjo tegas. (azzah zain al hasany)
(untuk thumbnail)