Konten dari Pengguna

DBD pada Anak: Pencegahan dan Peran Kunci Orang Tua

dr Nisak Humairok Sp A
Pediatrician in Eastern Indonesia/ Labuan Bajo, Flores, East Nusa Tenggara
17 Januari 2024 10:37 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari dr Nisak Humairok Sp A tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Memasuki musim penghujan, kita sering mendengar adanya peningkatan kasus demam berdarah dengue (DBD) di beberapa wilayah. Meskipun laporan dari direktorat pencegahan dan pengendalian penyakit menular (P2PM) Kementerian Kesehatan menunjukkan penurunan angka kasus DBD di Indonesia dari tahun ke tahun, masih banyak perbincangan mengenai masalah ini. Tren kematian akibat DBD juga disebutkan telah mengalami penurunan sejak tahun 2016, dengan tingkat kematian tertinggi tercatat pada tahun tersebut dan mengalami penurunan bertahap hingga tahun 2023.
ADVERTISEMENT
Penyakit DBD tampaknya menjadi ancaman tahunan, terutama di negara-negara tropis di mana tingkat kejadian penyakit ini cenderung selalu tinggi dan mengintai setiap tahun. Peningkatan kasus umumnya terjadi selama musim penghujan, yang erat kaitannya dengan perkembangan nyamuk pembawa virus demam berdarah. Telur nyamuk biasanya ditemukan melimpah di area dengan genangan air, yang menjadi tempat ideal bagi perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti sebagai vektor penyakit dengue.
Walaupun tren kefatalan penyakit mengalami penurunan, bukan berarti angka kematian akibat DBD dapat sepenuhnya diabaikan. Data menunjukkan bahwa pada tahun 2022 terdapat 1237 kasus kematian akibat DBD, sementara pada pertengahan tahun 2023 angkanya turun menjadi 442 kasus. Hal ini tetap merupakan perhatian serius yang tidak dapat diabaikan.
ADVERTISEMENT
Kematian akibat DBD seringkali menimbulkan dampak sosial yang signifikan, terutama terkait dengan tingginya tingkat keparahan penyakit yang muncul dalam waktu singkat. Pada umumnya, anak-anak mengalami demam tinggi yang berlangsung selama 3-4 hari, diikuti oleh fase tanpa demam yang sebenarnya merupakan periode kritis penyakit ini. Anak-anak yang terkena DBD seringkali tidak menunjukkan gejala spesifik, dan gejala yang muncul mungkin hanya bersifat ringan dan menyerupai infeksi virus lainnya (flu-like syndrome).
Demam berdarah dengue umumnya digambarkan sebagai demam pelana kuda/saddle back fever karena adanya fase demam tinggi yang berlangsung umumnya pada 3 hari pertama, namun kemudian diikuti oleh fase tidak demam yang justru merupakan fase kritis yang sangat perlu diwaspadai oleh orang tua.
Gejala DBD yang muncul tiba-tiba, tidak spesifik, dan dapat menyerang siapa saja tanpa adanya gejala penyerta sebelumnya, seringkali menjadi sumber kekhawatiran yang besar bagi setiap orang tua. Tidak hanya itu, keterlambatan membawa anak ke rumah sakit untuk mendapatkan penanganan juga tetap menjadi salah satu penyebab utama kematian akibat DBD.
ADVERTISEMENT
Kondisi-kondisi ini tentu saja menjadi sumber kekhawatiran dan ketakutan bagi para orang tua. Agar dapat tetap waspada tanpa harus merasa panik berlebihan terkait DBD, penting bagi orang tua untuk memahami dengan baik apa yang dimaksud dengan tanda bahaya DBD atau peringatan-peringatan yang harus diperhatikan.
Untuk mencegah terjadinya keterlambatan dalam mengenali kondisi DBD, World Health Organization (WHO) mengusulkan penggunaan rekomendasi WHO tahun 2009. Metode ini dianggap sebagai pendekatan yang paling praktis untuk penanganan DBD.
Rekomendasi WHO 2009 merupakan panduan global bagi semua tenaga kesehatan. Panduan ini mencakup klasifikasi tingkat keparahan DBD, dengan fokus pada pengenalan tanda bahaya atau warning signs pada kasus anak dengan demam tinggi yang muncul secara mendadak. Ada 7 tanda bahaya pada DBD yang penting untuk diidentifikasi, antara lain nyeri perut, muntah berulang, perdarahan pada area mukosa, pembengkakan akibat akumulasi cairan pada area tubuh tertentu (biasanya pada paru-paru), kelemahan, perbesaran hati, atau abnormalitas pada hasil laboratorium darah lengkap yang menunjukkan kebocoran pembuluh darah. Panduan mengenai tanda bahaya ini diharapkan dapat membantu tenaga kesehatan di berbagai tempat untuk mengidentifikasi DBD, bahkan dalam kondisi fasilitas terbatas. Jika tanda-tanda ini muncul, anak perlu dirawat di rumah sakit untuk pengamatan lebih lanjut.
ADVERTISEMENT
Kriteria WHO 2009 dalam penegakan diagnosis DBD merupakan metode pendekatan diagnosis yang utama serta sederhana. Diharapkan melalui pengenalan sejak dini penyakit melalui tanda bahaya/warning signs, tingkat keparahan atau bahkan kematian penyakit DBD dapat semakin menurun.
Pada beberapa anak, DBD dapat menjadi sangat serius, terutama ketika terjadi kebocoran pada pembuluh darah yang sering disebut sebagai kondisi syok. Kondisi ini merupakan ancaman nyawa yang memerlukan perawatan di ruang intensif atau ICU. Kondisi ini semakin memburuk dengan adanya perdarahan yang tidak terdeteksi, yang dapat menjadi sangat fatal dan bahkan mengakibatkan kematian.
Orang tua tidak perlu panik secara berlebihan dalam menghadapi DBD, karena penyakit ini memiliki spektrum yang dapat berkisar dari ringan, sedang, hingga berat yang mengancam nyawa. Jika anak mengalami demam tinggi yang tidak merespons obat penurun panas dengan baik, atau demam turun sebentar namun kemudian naik kembali, ada kemungkinan kondisi tersebut merupakan gejala DBD. Demam biasanya singkat, berlangsung selama 3 hingga 4 hari secara terus-menerus, dan setelah itu suhu tubuh dapat turun. Pada tahap penurunan suhu ini, fase bahaya atau fase kritis muncul. Oleh karena itu, orang tua perlu waspada terhadap titik penting ini dan mengambil tindakan yang sesuai.
ADVERTISEMENT
Jika anak mengalami nyeri perut, kelemahan, dan penurunan asupan makan, disarankan bagi orang tua untuk segera membawa anak ke dokter untuk pemeriksaan lebih lanjut. Jika anak mengalami demam tetapi tetap aktif, makan, dan minum dengan baik, orang tua mungkin masih dapat melakukan pengamatan di rumah. Namun, jika muncul gejala pencernaan seperti muntah berulang, diare, atau kondisi nyeri perut yang tidak membaik, disarankan untuk segera membawa anak ke rumah sakit. Keputusan ini bergantung pada gejala spesifik yang muncul dan kondisi keseluruhan anak.
Perdarahan seringkali menjadi manifestasi pada DBD, dapat berupa perdarahan ringan, sedang, hingga berat. Munculnya bintik-bintik pada kulit adalah tanda umum adanya perdarahan pada kulit yang sering terjadi pada anak. Perdarahan pada mukosa, seperti perdarahan spontan pada gusi dan mulut, serta muntah dan buang air besar berdarah, merupakan tanda bahaya yang tidak boleh diabaikan. Jika orang tua menemukan tanda-tanda tersebut, disarankan untuk segera membawa anak ke dokter untuk pemeriksaan lebih lanjut.
ADVERTISEMENT
Anak yang mengalami gejala DBD umumnya menunjukkan perubahan dalam perilaku sehari-harinya. Jika anak biasanya aktif, kemungkinan besar akan terlihat lebih sering tidur dan sering mengeluh nyeri kepala atau pada sendi-sendi. Faktor kunci yang perlu diperhatikan adalah adanya demam tinggi yang muncul secara mendadak. Jika demam tersebut berlangsung lebih dari 7 hari secara terus-menerus, perlu mempertimbangkan penyebab lain selain DBD.
Anak dengan gejala demam dengue dapat dirawat di rumah, asalkan tidak ada tanda bahaya atau warning signs yang muncul. Pada kasus ringan seperti ini, anak biasanya disarankan untuk istirahat total di rumah, sementara orang tua diharapkan untuk memantau asupan makanan dan minuman anak. Jika asupan makanan anak sangat berkurang akibat muntah atau nyeri perut, sebaiknya anak segera diperiksakan ke rumah sakit untuk memastikan bahwa kondisinya tetap aman.
ADVERTISEMENT
Pada dasarnya, peran orang tua sangat krusial dalam pemantauan anak yang mengalami DBD. Pengenalan awal kasus menjadi kunci utama untuk tatalaksana yang efektif. Selain itu, perlu dipertimbangkan tindakan pencegahan keparahan penyakit melalui vaksinasi dengue pada anak, yang dapat dimulai sejak usia 6 tahun. Dengan langkah-langkah pencegahan ini, diharapkan kematian akibat DBD dapat dicegah dan jumlah kasusnya dapat dikurangi di masa mendatang.