Konten dari Pengguna

Kecerdasan Buatan di Tengah Jurnalisme: Peluang Para Jurnalis Digantikan Mesin

Ghinati Humaira
Mahasiswi Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Pancasila Jakarta
5 Desember 2024 11:24 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ghinati Humaira tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Foto ini merupakan gambar dari wartawan yang sedang meliput suatu kasus yang cukup ramai dibicarakan (Source: Freepik/freepik.com)
zoom-in-whitePerbesar
Foto ini merupakan gambar dari wartawan yang sedang meliput suatu kasus yang cukup ramai dibicarakan (Source: Freepik/freepik.com)
ADVERTISEMENT
Digitalisasi semakin merajalela di tengah kehidupan semenjak pandemi COVID-19. Arus digitalisasi yang paling terlihat adalah semenjak kemunculan kecerdasan buatan atau yang terkenal dengan sebutan Artificial Intelligence (AI). Kecerdasan buatan ini merupakan alat yang salah satunya berguna untuk mempermudah segala urusan manusia. Zaman sekarang, manusia dituntut untuk terbuka dengan teknologi, terutama penggunaan kecerdasan buatan ini. Kegiatan yang salah satunya terpapar kecerdasan buatan ialah profesi yang bergerak dalam bidang jurnalisme, profesi jurnalis. Jurnalis seringkali dikaitkan dengan keterancamannya yang berpotensi digantikan oleh mesin suatu saat nanti. Namun, apakah peran para jurnalis dalam menulis akan terganti? Atau justru mesin pembantu akan mengambil alih seluruh pekerjaan seorang jurnalis?
ADVERTISEMENT
Seiring berkembangnya teknologi, kecerdasan buatan memang telah menjadi bagian hidup dari manusia itu sendiri. Rata-rata pekerjaan yang seharusnya dikerjakan oleh manusia, sudah ada beberapa yang digantikan oleh mesin. Begitupun dalam bidang jurnalisme. Bidang yang bergerak dalam media online ini tentu saja sudah terpapar kecerdasan buatan terlebih dahulu. Sebagai contoh, kecerdasan buatan telah digunakan dalam laporan serta pengolahan yang berbasis data statistik seperti laporan keuangan perusahaan. Kecerdasan buatan dalam ranah ini bertujuan untuk mempermudah dan meningkatkan efisiensi waktu para wartawan dalam hal menghitung masalah keuangan. Selain itu, penggunaan kecerdasan buatan ini juga dinilai lebih akurat karena mesin memiliki kemungkinan kesalahan lebih kecil disbanding dihitung manual oleh manusia. Selain laporan keuangan, kecerdasan buatan juga digunakan dalam laporan cuaca, olahraga, dan lainnya.
ADVERTISEMENT
Kecerdasan buatan juga terkenal digunakan oleh pemerintah Tiongkok sebagai penyiar berita, Ren Xiaorong oleh People’s Daily. Pembawa berita robot ini diklaim mampu bekerja selama 24 jam tanpa istirahat. Robot ini berbentuk manusia dengan ekspresi dan pakaian yang persis menggambarkan penyiar berita pada umumnya. Dikutip dari liputan6.com, dengan menggunakan aplikasi, robot ini mampu menjawab berbagai pertanyaan dari berbagai bidang dengan tepat. Namun kekurangannya ialah saat ini robot ini hanya bisa memberikan jawaban secara umum. Robot kecerdasan buatan yang lainnya juga digunakan oleh pihak media yang lainnya seperti The Associated Press serta Reuters dengan wujud dan kualitas yang berbeda.
Foto ini merupakan tangkapan layar dari Ren Xiaorong, robot penyiar berita asal Tiongkok (Sumber: Mothership/mothersip.sg)
Perkembangan kecerdasan buatan menimbulkan tantangan lebih dalam hal menulis. Bagi sebagian besar jurnalis, kecerdasan buatan ini dapat digunakan sebagai alat bantu yang mempercepat pekerjaan mereka. Contohnya, para jurnalis sekarang tidak perlu mengumpulkan data dalam menulis. Melainkan hanya satu kali menekan suatu website, seluruh data dapat diperoleh secara akurat dengan margin error lebih kecil. Kecerdasan buatan juga dapat digunakan dalam penulisan artikel kreatif oleh para jurnalis sehingga para jurnalis tidak perlu sulit mencari ide apa yang harus ditulis.
ADVERTISEMENT
Walaupun jurnalisme telah diterpa oleh angin kecerdasan buatan, mesin apapun tidak akan pernah menggantikan manusia dalam bidang jurnalisme secara menyeluruh, terutama dalam hal menulis. Mesin tidak didesain untuk memiliki rasa dan empati seperti manusia. Karya buatan mesin dan manusia jelas dapat dibedakan ketika manusia membaca karya tulis tersebut dengan hati. Apabila kecerdasan buatan mengambil alih bidang jurnalisme, berita atau karya yang dihasilkan tidak akan hidup karena kecerdasan buatan tidak memiliki fitur untuk menangkap emosi secara nyata. Otomatis, karya tulis yang dihasilkan akan cenderung datar dan kurang mendalam dan memengaruhi tulisan itu sendiri. Selain empati, jika dikaitkan dengan etika jurnalistik, kecerdasan buatan juga masih kurang dari kata mampu untuk membuat keputusan yang bijaksana terhadap suatu keragaman perspektif, penulisan opini, hingga pengembangan alur cerita.
ADVERTISEMENT
Menyoroti keterancaman bidang jurnalisme, kecerdasan buatan memang masih dinilai lebih unggul dalam penyajian suatu data. Namun jika ditinjau lebih lanjut, kecerdasan buatan juga tidak dapat berjalan apabila tidak ada manusia sebagai penggerak di belakangnya. Dalam kasus jurnalisme, jurnalis pada era saat ini dituntut untuk dapat menunjukkan keterampilan yang dibutuhkan dalam era persaingan kecerdasan buatan ini. Jurnalis tidak boleh tertinggal atau bahkan buta teknologi karena harus dapat berkolaborasi dengan kecerdasan buatan.
Kasus kolaborasi antara kecerdasan buatan dan manusia terjadi dalam media berita BBC dan The New York Times. Dua media berita ini memanfaatkan ChatBot untuk berinteraksi secara langsung dengan pembacanya pada platform mereka. Apabila pembaca ingin bertanya terkait artikel, ChatBot ini dapat membantu menjawab pertanyaan mereka yang tentu saja gambaran secara umum. Selain menjawab pertanyaan, ChatBot ini dapat berguna sebagai alat pembantu pembacanya, yaitu meringkas berita hingga membantu mencarikan artikel yang relevan berdasarkan algoritma pembacanya.
Foto ini merupakan tangkapan layar dari ChatGPT, salah satu contoh gambaran dari ChatBot interaktif yang digunakan oleh BBC dan The New York Times (Sumber: ChatGPT/chatgpt.com)
Upaya yang lain yaitu jurnalis dapat memanfaatkan kecerdasan buatan dalam pembuatan suatu artikel. Kecerdasan buatan dapat dimanfaatkan sebagai penyaring informasi, sementara itu junalis memegang kendali atas sudut pandang dan alur cerita. Dalam kasus ini, kecerdasan buatan dapat menjadi alat pelengkap jurnalis dalam menyelesaikan tugasnya dan menjadi sumber belajar guna meningkatkan kemampuan menulis mereka. Dengan mencari informasi yang memanfaatkan kecerdasan buatan, waktu para jurnalis dalam mencari informasi dapat terkikis sehingga dapat menghemat waktu dalam pembuatannya.
ADVERTISEMENT