Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Dampak Negatif, Ekonomisasi Hutan terhadap Ekosistem
7 Juni 2021 15:23 WIB
Tulisan dari Ichlasul Amal tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Fungsi Ekosistem Hutan Bagi Makhluk Hidup
Ketika tuhan menciptakan alam dan seisinya, tanpa disadari bahwa melawan kodrat alam akan berakibat buruk terhadap konsekuensi yang menimpa kita. Alam menyimpan dinamika kehidupan terhadap makhluk hidup baik berupa kebutuhan sekunder maupun primer. Lantas apakah yang menjadikan kita apatis akan prospek kehidupan kita ke depan, dengan menjadikan penghabisan dan kerusakan tanpa batas dan rasio terhadap lingkungan sekitar.
ADVERTISEMENT
Dalam dasawarsa saat ini berbagai persoalan muncul akibat kerusakan alam yang terus ditekuni, oleh orang-orang yang rakus akan materialisme tanpa memperhatikan keseimbangan alam. Hutan gundul, banjir bandang, perubahan iklim, menipisnya lapisan ozon, kebakaran hutan dan berbagai persoalan dengan bukti empiris di hadapan mata belum cukup bukti untuk menjadi saksi, apakah mata hatilah yang menutupi terhadap realitas tersebut.
Jika disandingkan dengan pengabdian alam untuk makhluk hidup maka tidak mungkin bisa dihitung dengan teknologi secanggih manapun. Dalam siklus kehidupan, kita pernah memahami bagaimana since membuktikan siklus oksigen yang dihirup oleh makhluk hidup atau dengan istilah respirasi dalam cakupan tersebut organisme memanfaatkan oksigen kemudian menghasilkan karbon dioksida.
Dalam proses demikian, kita mengenal istilah fotosintesis di mana pohon mengikat atom C kemudian menghembuskan atom O, maka terbentuklah oksigen yang kita hirup hingga saat ini.
ADVERTISEMENT
Apakah gambaran di atas lantas menjadikan manusia yang memiliki akal dan kemampuan yang terus berkembang untuk menguasai alam dan seisinya, itu belum cukup bukti untuk menjadikan manusia yang terdepan. Ketika manusia dibentuk untuk menjadi makhluk yang dinamis akan kehidupan alam sekitar, kita akan memahami bagaimana alam menyimpan kingdom yang dibutuhkan oleh manusia itu sendiri yaitu kingdom plantae atau kerajaan tumbuhan.
Pergulatan Dalam Ekonomisasi Hutan
Namun untuk persoalan bangsa ini semenjak reformasi sampai sekarang belum menemukan titik terang terhadap persoalan hutan. Di mana tercatat kehilangan hutan yang ada di Indonesia lebih dari 23 juta hektar, jika dibandingkan setara dengan provinsi Yogyakarta. Ini menjadi tanggung jawab besar bagi pemerintah Indonesia khususnya KLHK untuk mengembalikan hutan yang telah hilang tersebut.
ADVERTISEMENT
Jika kita merujuk pada Undang-undang No 41 tahun 1999 pada pasal 1 angka dua, yang mempunyai korelasi terkait keberlangsungan hutan saat ini, “hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan yang lainnya tidak bisa dipisahkan.” Mungkinkah legitimasi yang tercantum dalam hal tersebut mampu menopang ekosistem yang ada, bukan hanya berbicara soal keuntungan ekonomi terkait peralihan hutan menjadi lahan perkebunan oleh perusahaan raksasa.
Melainkan hal demikian mengingatkan saya selain kingdom plantae ada juga kingdom animalia yang mendiami dimensi lain alam ini, karena pada dasarnya hutan merupakan ekosistem yang menyimpan berbagai kebutuhan baik berupa mineral maupun semacamnya. Tercatat bahwa jumlah hewan khususnya hewan yang dilindungi semakin hari semakin berkurang, akankah hal demikian mengingatkan kita, ketika hewan tersebut memasuki rumah penduduk dan memangsa ternak warga.
ADVERTISEMENT
Bukan berarti hal tersebut menyempitkan pikiran saya dan kalian, alangkah lebih baik dipikirkan secara holistik apa yang melatarbelakangi kejadian tersebut, jika diambil dari perspektif lain atau dari sudut pandang hewan tersebut yang menjadikan mereka melakukan hal demikian, dikarenakan pada keberlangsungan habitat mereka yang terus dirusak oleh penebangan secara liar dan perburuan satwa yang mulai terancam dengan populasinya, contoh harimau Sumatera.
Kembalilah kita mengarungi keadaan Kalimantan yang merupakan daerah yang mencatat dengan daerah yang paling banyak menyumbang emisi karbon bagi perusahaan raksasa yang berada di Eropa. Lain hal nya lagi bagi perusahaan yang ada dalam negeri, dengan gencar berusaha menyaingi pasar internasional dan menyelaraskan dengan perkembangan globalisasi, di mana turut mengorbankan hutan lindung maupun hutan adat warga.
ADVERTISEMENT
Menurut Mongabay situs berita lingkungan, tercatat dari luas 3,4 juta hektar kebun sawit di kawasan suaka alam seluas 115.000 hektar, hutan lindung 174.000 hektar, hutan produksi terbatas 454.000 hektar, hutan produksi 1,4 juta hektar, dan hutan produksi konversi 1,2 juta hektar. Ini merupakan bukti nyata penyelewengan hutan, pemerintah harus bersikap tegas terkait hal tersebut.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 2016 menyebut, sistem perizinan perkebunan sawit tidak akuntabel. Tidak adanya mekanisme perencanaan perizinan berbasis tata ruang dalam mengendalikan usaha perkebunan sawit, dalam lain hal koordinasi lintas lembaga dalam menerbitkan dan mengendalikan perizinan perkebunan sawit, katanya, juga dinilai tidak efektif. Kondisi ini, menyebabkan banyak izin perkebunan sawit tumpang tindih dalam kawasan hutan.
ADVERTISEMENT
Produksi sawit dunia didominasi oleh Indonesia kemudian disusul oleh Malaysia, kedua negara ini menghasilkan 85%-90% total produksi minyak sawit dunia. Komoditas utama dan terbesar yang menyumbang PDB bagi negara adalah minyak kelapa sawit dengan Rp 429 triliun bagi PDB pada 2016, berbanding terbalik bagi dari sektor minyak dan gas yang hanya mampu pada Rp 365 triliun.
Dalam pengembangannya, mencatat bahwa kebutuhan sawit digunakan untuk pemanfaatan biodiesel yang diambil dari minyak nabati pohon sawit. Diperkirakan produksi di Indonesia sebesar 2,25 juta kiloliter, untuk menentukan Break Even Income di mana keseimbangan (ekuilibrium) pendapatan dengan PDB Rp 429 triliun pada kisaran sebesar Rp 190,66.
Kemudian saya menyimpulkan bahwa data ini menunjukkan keadaan berbagai daerah yang ada dalam negeri, kemudian diafirmasi oleh ancaman ekologis. Dampak nyata mengharuskan manusia memahami untuk menjaga keseimbangan alam bukan mengambil keuntungan darinya tetapi juga merusaknya secara koresponden. Kita mengetahui, bahwa bukan rahasia lagi Indonesia dengan gagah di kancah dunia sebagai negara dengan hutan tropis melimpah ruah, tak heran istilah tersebut sering dinisbatkan dengan paru-parunya dunia. Di Lain hal sisi keunggulan tersebut, dengan seiring berjalannya waktu, hal demikian mulai memperlihatkan sebuah hipotesa yang harus diuji dengan secara komprehensif.
ADVERTISEMENT
Tetapi jika diteruskan program pengalihan lahan dan memanjakan dari segi ekonomi, lantas apa yang akan terjadi jika dibiarkan begitu saja, ancaman bukan saja berimbas pada ekosistem hutan maupun hewan melainkan lebih dari itu. Dampak yang ditimbulkan berakibat, meningkatnya emisi karbondioksida, dikarenakan hutan yang dibakar menghasilkan CO2 hingga ke atmosfer, di satu sisi asap yang dibakar akibat kebakaran hutan berdampak buruk bagi kesehatan.
Tentunya asap ini berdampak pada kesehatan masyarakat yang ada di sekitar, meningkatkan asma, bronkitis, pneumonia dan penyakit paru obstruktif kronis. Dampak lain dari hal tersebut ketika hutan ditebang tanah akan kehilangan vegetasi perlindungan dan membuat tanah tidak stabil. Dan saya merasakan salah satu bentuk yang dari itu adalah perubahan iklim.
ADVERTISEMENT
Perubahan iklim merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi segala bentuk gejala yang bermunculan, entah itu gejala alam atau gejala sosial yang timbul akibat pengaruh alam. Alam menyediakan segala kebutuhan yang dibutuhkan oleh kita manusia, dari kebutuhan tersebut kita menciptakan suatu produksi dari alam yang mempunyai nilai, namun memang hasrat manusia yang tidak akan pernah puas, tidak heran alam membalas dengan sesuatu yang setimpal. Andaikan alam bisa berkata dan menangis terhadap apa yang diperbuat oleh manusia maka sungguh manusia telah buta dengan jasa-jasa yang diberikan.
Peran Generasi Muda Terhadap Keseimbangan Ekosistem Hutan
Menurut saya akar permasalahan terletak pada laju pertumbuhan penduduk yang terus meningkat dan segala sifat dan perilaku serakah. Berkembangnya krisis etika dan moral yang semakin jauh dari pendekatan spiritual, umumnya berada pada sifat anthropocentrism, hal ini yang menjadi dilema oleh kalangan umat manusia itu sendiri, karena sikap anthropocentrism sering dianggap akar masalah yang tercipta akibat interaksi manusia dengan lingkungan. Bagaimana tidak, hal yang menjadikan manusia sebagai spesies yang paling pusat dan penting dari pada spesies hewan atau penilaian kenyataan melalui sudut pandang manusia yang eksklusif.
ADVERTISEMENT
Dengan begitu sebagai generasi muda dan penerus bangsa, sikap kita bukan hanya berdiam diri dengan dilema yang diderita ekosistem hutan, melainkan bagaimana saya dan kalian menumbuhkan rasa kecintaan kita terhadap bumi kita ke depannya. Dalam menghadapi krisis iklim turut menjadi tanggung jawab bersama untuk kemudian bergerak menyelamatkan bumi dari ancamannya.
Saya dan kalian sebagai generasi muda, bagaimanapun itu dengan bijak menyadarkan masyarakat terkait isu krisis iklim yang masih minim. Masih banyak yang menganggap mitos, isu iklim dan lingkungan hidup dianggap kurang seksi dibanding dengan isu yang lain. Membentuk komunitas anak muda Indonesia yang peduli terhadap isu lingkungan hidup dan bahaya dan ancamannya.
Terakhir saya mengutip ayat dalam Al-qur’an bagaimana peran kita demi keberlangsungan makhluk hidup. (dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya tanpa hikmah. Yang demikian itu adalah anggapan orang-orang kafir, Maka celakalah orang-orang kafir itu karena mereka akan masuk neraka. Patutkah Kami menganggap orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh sama dengan orang-orang yang berbuat kerusakan di muka bumi? Patutkah (pula) Kami menganggap orang- orang yang bertakwa sama dengan orang-orang yang berbuat maksiat?” ( QS. Shaad 27-28 ).
ADVERTISEMENT