Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Burden Sharing, Bank Indonesia Masih Catat Surplus Rp 26 Triliun
14 Juli 2021 10:25 WIB
·
waktu baca 2 menitTulisan dari Romadhon Falaqh tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pandemi corona tidak hanya menekan perekonomian nasional dan meningkatkan beban defisit APBN, tetapi juga turut meningkatkan beban pembiayaan bank sentral, BI, terutama pasca kesepakatan burden sharing antara BI dan Kementerian Keuangan.
ADVERTISEMENT
Seberapa besar dampak ini? Bagaimana juga dampak lainnya pada kinerja beban dan penghasilan BI sepanjang 2020 lalu?
Beban meningkat demi burden sharing
Mungkin perlu untuk diketahui, skema 'berbagi beban' ini dilandasi oleh Surat Keputusan Bersama pada 16 April 2020 yang diteken oleh BI dan Kemenkeu. Skema tersebut terbagi menjadi dua:
Pada cuplikan tabel di atas, peningkatan beban BI jelas terlihat dari poin ikhtisar 4.2 dan 4.3 dalam Laporan Keuangan Tahunan BI . Tercatat, untuk burden sharing skema pertama, BI menanggung sebesar Rp3,2 T, sementara untuk skema kedua, BI ikut membantu pembayaran bunga SBN oleh pemerintah sebesar Rp1,2 T.
ADVERTISEMENT
Meski sebenarnya, beban dari pengelolaan sistem pembayaran menurun seiring perlambatan transaksi masyarakat saat pembatasan sosial setahun lalu, penurunan beban dari Rp4,7 T ke hanya Rp3,7 T tidak cukup menahan kenaikan beban dari skema burden sharing.
Dengan begitu, total beban finansial BI pada 2020 tercatat meningkat sekitar 13% dibanding tahun 2019, menjadi Rp52,8 T dari sebesar Rp46,6 T.
Penghasilan tergerus capital loss
Sebelum ke surplus, perlu dikorek terlebih dahulu bagaimana kinerja pendapatan BI selama 2020.
Penghasilan BI pun tidak luput dari tekanan selama pandemi ini. Penghasilan yang turun signifikan tercatat pada poin ikhtisar 1.4 pada tabel di atas. Adapun Transaksi Aset Keuangan akan mencatatkan capital gain/loss yang diperoleh oleh BI dalam proses transaksi aset-aset keuangan dalam rangka pengelolaan kebijakan moneter.
ADVERTISEMENT
Misalnya, penjualan surat-surat berharga untuk intervensi kurs. Seperti pada awal-awal pandemi lalu, Rupiah sempat melemah begitu hebat sejak akhir Februari 2020 dari Rp13.775, hingga menjadi Rp16.386 per dolar AS pada 3 April 2020. Sementara itu, yield surat-surat berharga, seperti US 10-year Bond kian menanjak sejak awal tahun 2020 (indikasi harga pasaran obligasi turun), sehingga meningkatkan peluang capital loss atau koreksian capital gain yang ditanggung BI selama intervensi kurs tersebut.
Tidak main, secara neto, BI kehilangan pundi-pundi penghasilan dari transaksi aset keuangan, sebesar 83% dari Rp18,7 T pada 2019 menjadi 'hanya' Rp3,2 T pada 2020.
Penurunan penghasilan juga disumbang dari pengelolaan sistem pembayaran, yang turun 36% ke Rp236 miliar pada 2020, setelah mencatatkan Rp373 miliar pada 2019. Penyebabnya diperkirakan, sama pada penurunan beban pada sistem pembayaran sebelumnya, yakni perlambatan transaksi ekonomi warga di tengah ketatnya pembatasan sosial.
ADVERTISEMENT
Besarnya tekanan selama pandemi membuat BI hanya mencatatkan total penghasilan senilai, Rp87 T, turun 5,4% dari tahun 2019 yang masih bisa mencatatkan Rp91,8 T.
Masih surplus, meski terkoreksi
Dengan peningkatan beban dan penurunan penghasilan, serta masih lebih tingginya penghasilan daripada beban finansial selama 2020, BI masih mampu mencatatkan surplus keuangan sebesar (setelah pajak), Rp26,3 T. Namun, surplus itu terkoreksi sampai 21% dari surplus 2019 sebesar Rp33,4 T.
Sebagai gambaran atas besar surplus itu, LRT Jakarta pada struktur layang per km-nya dapat menghabiskan dana Rp1,02 T, sehingga surplus BI pada 2020 bisa dibayangkan sebagai jalur LRT layang sepanjang 25,78 km, yang hampir setara panjang lintasan LRT Cawang-Cibubur-Dukuh Atas .
Begitulah BI sebagai bank sentral yang independen membiayai diri sendiri, serta dengan baik mengelola pundi-pundi keuangannya selama pandemi ini, meski tetap harus menghadapi berbagai tekanan dari gejolak ekonomi dan burden sharing dalam rangka gotong royong bersama Pemerintah menanggulangi dampak wabah corona di negara ini.
ADVERTISEMENT