Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Diplomatic Protection: Pekerja Migran Indonesia dan Ancaman Jerat Hukuman Mati
11 Desember 2021 21:58 WIB
Tulisan dari Ilham Azhar Lubis tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pernahkah kamu membayangkan tidur dengan rasa cemas memikirkan sebuah realita bahwa akhir dari usiamu akan segera tiba? Bukan karena vonis dokter, atau sekadar overthink tentang hidup yang sementara, melainkan akibat dari ketukan palu meja hijau yang dengan mudah menjatuhi vonis Hukuman Mati. Setidaknya hal itu mungkin yang sedang dirasakan oleh 206 WNI di luar negeri sepanjang 2021, bahkan 79 di antaranya sudah ada pada tahap inkrah.
ADVERTISEMENT
Bersama dengan ini, Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia (PWNI) Badan Hukum Indonesia Kementerian Luar Negeri (Kemenlu), Judha Nugraha, dalam sebuah diskusi dengan tajuk “Hukuman Mati dan Dimensi Kekerasan Berbasis Gender serta Penyiksaan Terhadap Perempuan” menyampaikan bahwa selain terjerat kasus narkoba, para WNI yang terancam hukuman mati juga tersandung soal kasus pembunuhan.
Berdasarkan data Kemenlu, Malaysia menjadi negara yang paling dominan dalam menjatuhkan hukuman mati bagi WNI, lho! Lantas bagaimana peran negara dalam kasus ini?
Mari kita bahas lebih mendalam bagaimana negara bertanggung jawab untuk melindungi WNI dari ancaman hukuman mati di luar negeri, dan strategi diplomasi yang digunakan Pemerintah Indonesia dalam menyelesaikan permasalahan ini.
Seperti yang kita ketahui bersama, Pekerja Migran Indonesia (PMI) menyandang gelar sebagai “Pahlawan Devisa Negara”. Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) dalam website resminya mencatat PMI setidaknya menyumbangkan Rp 159,6 triliun setiap tahun, menjadi kedua terbesar setelah industri minyak dan gas.
ADVERTISEMENT
Layaknya seorang “Pahlawan” sudah sepatutnya negara juga memperlakukan mereka dengan baik, termasuk menjamin keamanan dan melindungi pemenuhan haknya dari persekusi hukum di luar negeri.
Jika ditilik dengan perspektif HAM hukuman mati juga masih menuai banyak perdebatan tentang makna dan substansi, suara pro dan kontra seolah tanpa menemui titik tengah.
Mulai dari pakar dan praktisi hukum hingga mereka yang mendedikasikan dirinya sebagai para pegiat HAM, turut ikut bersuara. Namun, implementasi hukuman mati sejatinya masih melanggar hak untuk hidup yang tertuang dalam Universal Declaration of Human Rights (DUHAM).
Badan Peneliti dan Pengembangan Hukum dan HAM (BALITBANGKUMHAM) Firdaus menyebutkan bahwa, kerangka hukum nasional dalam Konstitusi Indonesia juga mengatur soal "hak untuk hidup" ditegaskan di dalam Pasal 4 Undang-Undang No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
ADVERTISEMENT
Menurut Firdaus, Hukuman mati merupakan hukuman dengan jenis pidana paling berat jika dibandingkan dengan jenis pidana lainnya. Hal ini dinilai demikian karena dengan pidana mati maka terenggut jiwa manusia untuk mampu mempertahankan hidupnya, sebagian dari mereka menganggap hal tersebut melanggar Konstitusi.
Kajian berkenaan tinjauan pengaplikasian hukuman mati merujuk perspektif HAM di Indonesia juga masih terus diteliti dan dikembangkan.
Lantas bagaimana dengan nasib para PMI yang rentan terancam hukuman mati? Bahkan untuk diketahui, dari data yang diambil dari Migrant Care hingga 2018 terdapat lima kasus eksekusi hukuman mati yang dilaksanakan tanpa notifikasi kepada Pemerintah Indonesia dalam kurun waktu 10 tahun.
Hal ini sama saja mengindahkan akses terhadap keadilan dalam sebuah proses peradilan. Selain itu pula, Pemerintah Indonesia menganggap bahwa praktik tersebut melanggar adab serta etika kepatutan politik diplomasi.
ADVERTISEMENT
Atas sebuah permasalahan politik diplomasi maka langkah diplomatik juga menjadi sebuah jalan keluar paling solutif dalam permasalahan hukuman mati bagi para PMI, salah satunya dengan strategi Diplomatic Protection.
Dalam bukunya, Prof. Berridge GR yang bertajuk “Diplomatic Theory and Practice” mengartikan Diplomasi sebagai sebuah langkah politik dan menjadi sebuah sumber daya utama dari sebuah hubungan antar negara dengan tujuan pemenuhan kebijakan dalam negeri tanpa penggunaan instrumen paksaan atau kekerasan.
Diplomatic Protection merupakan upaya diplomatis suatu negara yang dilakukan atas dasar aksi perlawanan dari hak dan atau kepentingan yang dilanggar oleh negara lain, termasuk dalam melindungi hak para pekerja migran yang terancam hukuman mati.
Langkah ini dianggap sah secara norma kepatutan politik global, dan sudah menjadi kewajiban bagi negara-negara yang memvonis untuk memberikan pemberitahuan ke negara dengan warga negara yang dijatuhi hukuman mati.
ADVERTISEMENT
Langkah dan upaya yang dapat dilakukan oleh negara dalam hal ini melindungi hak PMI dari ancaman hukuman mati dengan menggunakan strategi Diplomatic Protection ialah dengan bertemu dengan pihak negara pemberi hukuman untuk menyusun sebuah kesepakatan yang tertuang dalam sebuah bentuk dokumen Memorandum of Understanding (MoU) antar kedua negara.
Langkah ini pernah dilakukan oleh Indonesia bersama Pemerintah Arab Saudi pada tahun 2014 untuk sepakat dalam mewujudkan perlindungan hak tenaga kerja Indonesia sektor domestik dan pemberian beban kerja terhadap PMI yang harus sesuai dengan aturan yang berlaku di kedua negara demi menjaga kedaulatan keduanya.
Selain itu pula, pemberian fasilitas bantuan hukum juga bisa dilakukan oleh Pemerintah Indonesia kepada para PMI yang terancam hukuman mati, lho! Hal ini tertuang dalam Permen Hukum dan HAM RI No. 1 Tahun 2018, Pasal 80 UU No. 39 Tahun 2004 serta dilanjutkan dengan PP No. 3 Tahun 2013 tentang Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri.
ADVERTISEMENT
Pemerintah wajib untuk mengirimkan, pengawasan dan pembinaan, bantuan dan perlindungan kekonsuleran, dampingan hukum, hingga pembelaan atas pemenuhan hak-hak PMI dalam proses peradilan di Luar Negeri. Meski proses hukum dilaksanakan sesuai hukum yang berlaku di negara pemberi hukuman, namun perlindungan dan bantuan harus dilaksanakan sesuai dengan kebiasaan internasional dan upaya diplomatik yang disepakati oleh kedua negara.
Maka dari itu, melalui upaya diplomasi dengan strategi Diplomatic Protection diharapkan menjadi upaya pemerintah untuk melindungi hak-hak para PMI yang terancam hukuman mati di luar negeri.
Langkah ini diupayakan bukan untuk menghindarkan dan menyelamatkan seorang kriminal berat dari sebuah hukuman dan kembali memperdebatkan tinjauan persepsi normatif HAM, namun memastikan setiap PMI untuk mendapatkan perlindungan hukum yang sama sebagai seorang WNI dan menerima dakwaan sesuai dengan fakta dan kaidah keadilan dalam sebuah proses peradilan hukum yang berjalan.
ADVERTISEMENT
Referensi
Legal United Nations. (2006). Draft articles on Diplomatic Protection. Dikutip langsung: https://legal.un.org/ilc/texts/instruments/english/draft_articles/9_8_2006.pdf
Berridge GR. (2010). Diplomatic Theory and Practice. London: Palgrave Macmillan; 4th edition
Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI).(16 Agustus 2020). Siaran Pers: Kepala BP2MI : Pekerja Migran Harus Merdeka dari Segala Bentuk Kejahatan dan Eksploitasi. Dikutip langsung: https://bp2mi.go.id/siaranpers-detail/siaran-pers-kepala-bp2mi-pekerja-migran-harus-merdeka-dari-segala-bentuk-kejahatan-dan-eksploitasi
BALITBANGKUMHAM.(3 Maret 2021).Hukuman Mati dalam Perspektif HAM di Indonesia. Dikutip langsung: https://www.balitbangham.go.id/detailpost/hukuman-mati-dalam-perspektif-ham-di-indonesia