Konten dari Pengguna

Empat Musim dalam Sehari di Melbourne

23 Desember 2024 13:37 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ilham Bintang tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Melbourne. Foto: Ilham Bintang
zoom-in-whitePerbesar
Melbourne. Foto: Ilham Bintang
ADVERTISEMENT
Untuk pertama kalinya saya ke Melbourne, Australia dalam musim panas, yang menurut hitungan kalender, dimulai Desember hingga Februari. Putri saya, Suri Adlina, yang tinggal di Melbourne, jauh- jauh hari sudah mengingatkan, agar membawa pakaian musim panas saja. Maksudnya, bawa pakaian yang biasa dipakai sehari-hari saja di Jakarta. Tidak membawa jaket tebal, apalagi coat. Kami pun mengikuti petunjuk sesuai informasi itu.
ADVERTISEMENT
Padahal, biasanya orang Indonesia kalau ke luar negeri yang terbayang duluan adalah cuaca dingin dan kenikmatan berpakaian jaket tebal atau coat. Gagah saja begitu, kayak di film-film. Yang membedakan dengan pakaian sehari-hari di negeri kita yang beriklim tropis. Sekurangnya bisa memakai jas hanya untuk pergi beli rokok. Ah, saya jadi teringat kisah kru film yang akan syuting di Kuala Lumpur, Malaysia, sampai menyiapkan coat untuk dipakai di sana.

40 Derajat

Melbourne. Foto: Ilham Bintang
Kami, berdua, saya dan istri tiba di Melbourne, Senin pagi pekan silam (16/12). Ramalan cuaca hari itu, Melbourne akan mengalami cuaca panas 40 derajat. Benar. Begitulah yang terjadi sampai keesokan harinya. Maka, dua hari kami memilih mengurung diri di dalam kamar yang bersuhu dingin.
ADVERTISEMENT
Berbeda dengan kunjungan sebelumnya, kunjungan kali ini untuk masa dua bulan setengah. Begitu rencananya. Banyak kunjungan kami di Melbourne sebelumnya hanya berdurasi dua pekan. Kenapa sekarang lama? Ini keadaan khusus. Ini kunjungan untuk mendampingi puteri bungsu yang akan melahirkan bayi pertamanya.
Melbourne. Foto: Ilham Bintang
Putri kami--menikah dengan Jack Oemar, 11 Desember 2022 lalu di Jakart --akan menjalani persalinannya di Melbourne, 11 Januari 2025. Istri menginginkan berada di samping putrinya sebulan sebelum melahirkan hingga empat puluh hari setalah kelahiran. Maklumlah, istri orang Minang. Sedangkan Nona, panggilan akrab sang putri, adalah anak bungsu dan satu-satunya perempuan anak kami. Tetapi kisah ini tidak bermaksud mengulas soal persalinan, tetapi bicara tentang anomali cuaca di Melbourne.

Anomali Cuaca

Melbourne. Foto: Ilham Bintang
Setelah dua hari berturut-turut cuaca panas hingga 40 derajat, hari berikutnya terjadi sebaliknya: cuaca Melbourne berkisar antara 15-23 derajat celsius. Dingin. Bagi kami. Bagi Jack dingin yang ideal itu 5-7 derajat celsius.
ADVERTISEMENT
Malah, ketika artikel ini ditulis, anjlok menjadi 12 derajat dengan "feels like 8 derajat". Kembalilah kami mengenakan jaket tebal. Beruntung, saya menyimpan beberapa jacket dan coat di rumah Nona. Ada juga yang terpaksa beli baru ketika sedang berjalan-jalan tetiba cuaca anjlok menjadi sangat dingin.
Menantu, Jack Omar, menjelaskan Melbourne lazim menghadapi cuaca anomali seperti itu karena Ibu Kota negara bagian Victoria Australia itu berada di tengah perbenturan antara embusan angin dari gurun dengan embusan angin dari khatulistiwa. Jack menyebut istilah "angin sedang berpesta berebut pengaruh".
Tidak hanya di musim Panas. Maka itu, sambil tertawa, Jack bilang Melbourne memang terkenal dengan julukannya: kota empat musim dalam satu hari.
Saya juga tertawa geli mengingat satu koper penuh yang saya bawa, isinya pakaian untuk musim panas. Hampir tak tersentuh dalam cuaca anomali ini. Kecuali pakaian dalam dan sapu tangan.
Melbourne. Foto: Ilham Bintang
Empat musim yang disebut Jack yang terbagi dalam setahun: summer (musim panas), autum (musim gugur), spring (musim semi), dan winter (musim dingin). Bayangkan itu bisa bergonta-ganti dalam satu hari. Hujan tiba-tiba mendadak turun dengan sangat deras bahkan dalam hitungan menit di tengah cuaca matahari yang sangat terik.
ADVERTISEMENT
"Inilah Melbourne", begitu ungkapan sopir taksi Uber. Padahal, saya hapal ungkapan itu sejak lama. Mengapa saya terlupa "doktrin" itu dalam kunjungan ke Melbourne kali ini. Maka kebiasaan jogging saya pun berubah.
Biasanya pagi hari menjadi petang sekitar jam 7 malam, mengelilingi track jogging Allard Park di seberang rumah. Jam segitu pun matahari memancarkan terik. Maghrib di sini pukul 20.30 malam. Selesai jogging satu jam, punya waktu istirahat setengah untuk mandi dan langsung Maghrib-an.