Konten dari Pengguna

Dinamika Pengendalian Narkotika dan Legalisasi Ganja di Thailand

Ilyasa Dinta Maulana
Mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Islam Syarif Hidayatullah Jakarta
23 Oktober 2022 21:15 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ilyasa Dinta Maulana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Foto: Pexels.com/Markus Winkler
zoom-in-whitePerbesar
Foto: Pexels.com/Markus Winkler
ADVERTISEMENT
Setelah perang dingin usai, isu mengenai keamanan mulai mengalami perubahan dan perkembangan. Keamanan kini tidak lagi hanya tentang konflik antarnegara saja, namun juga isu lain yang bisa dalam bentuk sebuah ancaman yang dianggap dapat mengganggu keamanan negara. Isu tersebut kemudian dikategorikan ke dalam isu keamanan NonTradisional seperti; Hak Asasi Manusia, isu lingkungan hidup dan termasuk isu perdagangan ilegal manusia juga narkoba.
ADVERTISEMENT
Konsep NonTraditional Security dalam pandangan NeoRealisme telah memberikan pemahaman bahwa isu keamanan sudah menjadi bagian dari hakikat manusia dan berkembang sehingga setiap aspek yang berkaitan tentang ancaman dan akibat yang akan ditimbulkan kepada manusia termasuk ke dalam konsep keamanan ini. Keamanan tidak lagi hanya dilihat dari hal yang berwujud seperti kekuatan militer namun juga hal yang bersifat nonfisik seperti demokrasi, kemiskinan, pendidikan, HAM dan lain-lain (Sari, 2022).
Membahas tentang narkoba, Thailand adalah salah satu negara di Asia yang telah melegalkan narkotika jenis ganja sekaligus yang pertama di Asia Tenggara dengan alasan tujuan medis. Thailand juga populer sebagai negara dengan peredaran narkotika yang tinggi dan penghasil “emas hitam” atau produsen kokaina dan heroin. Thailand merupakan kawasan yang masuk ke dalam “Golden Triangle” diikuti dengan Laos dan Myanmar.
ADVERTISEMENT
Thailand dikenal sebagai daerah transit yang menjadi pasar narkotika sebagai transaksi memperjualbelikannya ke pasar internasional ke seluruh negara bagian seperti Eropa, Asia, Amerika dan Afrika. Kawasan Golden Triangle memang terkenal sebagai kawasan yang berbahaya dan sudah menjadi rahasia umum kawasan tersebut menjadi jalur penyelundupan dan peredaran gelap narkotika (Gaffurie, 2022).
Penyelundupan narkotika melalui jalur Golden Triangle biasanya melalui penyelundupan manusia atau yang kita kenal dengan sebutan Human Trafficking. Pemerintah Thailand sempat bekerja sama untuk berkomitmen menghentikan perdagangan gelap narkotika pada tahun 2013 bersama dengan pemerintah Myanmar, Laos dan Cina di kawasan Golden Triangle dan program tersebut bernama Safe Mekong Operation Project (SMOP).
Kemudian pada tahun 2015, program tersebut makin meluas hingga Pemerintah Vietnam dan Kamboja ikut terlibat untuk bekerja sama, namun bukannya membaik, perdagangan narkotika justru tetap meningkat. Lebih buruknya lagi, perdagangan narkotika melalui kawasan meluas jaringannya hingga ke Australia, Selandia Baru dan negara-negara di Benua Asia lainnya salah satunya Jepang (I Putu Satya Kama).
ADVERTISEMENT
Pemerintah Thailand menyatakan bahwa perdagangan gelap narkotika mustahil bisa dimusnahkan sepenuhnya karena kawasan tersebut sudah menjadi pasar. Solusi yang dianggap sebagai jalan untuk mengendalikannya, yaitu dengan menerapkan kebijakan “legalisasi” ganja sebagai sebuah upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Thailand.
Pada dasarnya, masyarakat Thailand dengan tanaman ganja memiliki Hubungan yang erat sudah sejak lama. Banyak masyarakat Thailand memanfaatkan ganja sebagai bahan utama pengobatan tradisional. Masyarakat petani ganja biasanya memperoleh penghasilan melalui panen tanaman ganja (I Putu Satya Kama).
Oleh karena itu, pelarangan narkoba di Thailand sendiri justru memberikan dampak yang buruk. Ketika Thailand sempat melarang penggunaan narkotika, pelarangan tersebut justru melahirkan pasar gelap sebagai alternatif lain untuk menyelundupkan narkoba. Tidak jarang warga yang tinggal di kawasan golden triangle mendapatkan ancaman dan dimanfaatkan sebagai penyelundup oleh oknum pasar gelap untuk memaksa mereka membawanya ke luar Thailand.
ADVERTISEMENT
Akhirnya, pemerintah Thailand kemudian memutuskan untuk melegalkan ganja sehingga kemungkinan penyelundupan ganja dapat berkurang karena masyarakat pasti akan memilih jalur yang memperoleh keamanan dari pemerintah langsung namun tetap bisa mendapatkan penghasilan (I Putu Satya Kama).
Dewan Narkotika Thailand menghapus ganja dari daftar obat-obatan terlarang pada Selasa 25 Januari 2022 dan menjadi negara pertama di Asia Tenggara yang melegalkan ganja dengan tujuan medis dan bahan penelitian. Pemerintah memperbolehkan warga untuk mengonsumsi dan menanam ganja di rumah mereka masing-masing namun wajib untuk lapor kepada pemerintah setempat. Kementerian Kesehatan telah menyusun draf undang-undang kepada parlemen untuk pengendalian ganja termasuk produksi dan penggunaan komersial agar tidak disalahgunakan oleh oknum-oknum nakal (rds, 2022).
Strategi "unik" Thailand yang melegalkan ganja yang merupakan salah satu zat adiktif sebagai sebuah upaya untuk menanggulangi penyelundupan narkoba rupanya manjur. Hal ini mungkin saja bisa terjadi, karena adanya hubungan yang cukup erat masyarakat lokal dengan ganja baik itu sebagai obat tradisional atau sebagai penghasilan yang sudah berlangsung sejak lama.
ADVERTISEMENT
Sebab itulah ketika pelarangan diterapkan, hal yang sebaliknya justru terjadi. Warga lokal yang sulit lepas dari kebiasaan menjadikan ganja sebagai obat atau mata pencaharian kehilangan pekerjaannya dan menjadi pengangguran. Mereka kemuudian beralih menjadi pelaku atau oknum kejahatan penyelundupan narkoba.
Tak lama setelah itu, Thailand berhasil memulihkan tingkat pengangguran dan ekonomi serta kebutuhan medis melalui pelegalan ganja. Bahkan, sekarang ganja tidak hanya dijadikan sebagai bahan penelitian atau medis namun juga menjadi bahan masakan di dalam makanan kuliner oleh masyarakat Thailand.
Namun, pelegalan tersebut masih sedikit rancu karena pemerintah Thailand akan sulit mengontrol tingkat ketergantungan atau kecanduan warganya dalam pengonsumsiannya karena pada dasarnya ganja memiliki zat adiktif yang di mana hal ini bisa memberikan dampak yang buruk.
ADVERTISEMENT
Contohnya, belum lama ini telah terjadi kasus penembakan di tempat penitipan anak di Thailand yang menewaskan 38 orang yang di mana 3 di antara korban tersebut adalah istri dan anaknya sendiri. Rupanya, pelaku adalah seorang mantan polisi yang dipecat karena menggunakan narkoba meskipun ketika pelaku melakukan serangan tersebut hasil menunjukkan dia tidak dalam pengaruh obat apa pun (Rizky Jaramaya, 2022).