Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Minder, Musuh Bersosialisasi dari Diri Sendiri
30 Oktober 2024 12:30 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Indah Eka Priyanto tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Manusia adalah makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial, unsur terpenting yang harus terpenuhi ialah bersosial. Dalam beberapa tatanan dan kebiasaan masyarakat di masing-masing lingkungan, bersosial tidak harus melibatkan banyak individu dalam interaksinya. Bila memang ditemukan dua individu saja, maka hal itu sudah dianggap bersosial namun dalam skala kecil.
ADVERTISEMENT
Bersosial bisa diibaratkan seperti kebutuhan primer; jika tidak dilakukan dapat menimbulkan tekanan dari dalam dan gelisah akut. Karena sejatinya bersifat ada bahkan sebelum manusia menyadarinya, mau tidak mau kebutuhan tersebut wajib dilakukan dengan beberapa rintangannya sendiri.
Meski terdengar sepele, rintangan utama dalam bersosial ialah rasa minder terhadap kemampuan diri sendiri untuk berinteraksi dan menanggapi orang lain. Ekspetasi tinggi terhadap pergaulan menjadi bibit minder yang menggerogoti pola pikir dan tingkah laku.
Saat seseorang melihat sesamanya, tangkapan pertama berupa fisik. Tangkapan tersebut terproses dalam sel-sel otak kemudian ditransfer menjadi penilaian, dan membuat analisis kepribadian seseorang. Ketika yang dilihat individu berkemeja rapi, didapat penilaian bahwa ia bisa saja bekerja di perusahaan, dan pertanyaannya apakah ia bekerja di perusahaan besar atau tidak. Dan, orang-orang kantor dianggap berkepribadian sopan, rapi, berwawasan luas, dengan upah tinggi.
ADVERTISEMENT
Value tersebut membuat perbandingan dalam diri, jika orang tersebut bekerja di perusahaan besar maka kemampuan yang dimilikinya juga besar begitupun sebaliknya. Membanding-bandingkan kemampuan antara satu dengan yang lain hanya menurunkan semangat sehingga menganggap dirinya tidak kompeten seandainya berinteraksi dengan orang lain. Namun situasi menarik terjadi bila ia merasa unggul darinya, dan reaksinya akan menganggap sama atau lebih tinggi darinya.
Meskipun dalam bersosial rasa ingin mengungguli ada bahkan terkadang dominan, ketika kenyataan tidak sesuai ekspetasi di depan mata, turunnya semangat membuat orang justru menarik diri. Semangat yang turun merupakan bentuk ketidakpercayaan diri.
Minder sebetulnya baik sebagai pacuan, tetapi dilakukan dengan pola pikir rendah diri justru merugikan, apalagi dalam waktu yang lama. Semakin lama terbenam, semakin cepat tergerogoti. Padahal, ekspetasi orang terhadap orang lain bisa berubah seiring waktu sebagaimana kemampuan bila diasah. Terlebih, belum tentu orang lain beranggapan negatif juga pada dirinya.
ADVERTISEMENT
Individu yang sudah sekali minder, ia pasti mengulanginya. Sedikit demi sedikit, pola pikir mulai terkikis bahkan berdampak serius untuk tidak menginginkan interaksi.
Setiap manusia pasti minder, namun cara mereka menghadapi rasa tidak percaya diri itulah yang berbeda di setiap orang. Ada yang minder namun cepat membuangnya, dan ada juga yang terlarut begitu lama. Sifat manusia yang saling membutuhkan sesamanya jika dilakukan dengan minder hanya membuat tekanan batin. Minder baik sebagai kepekaan, tetapi perlu dibatasi agar tidak terperangkap terus-menerus dalam diri.