Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Otak-atik Lagi Iuran Rakyat, Terbitlah Urunan Kebutuhan Hunian
28 Mei 2024 6:38 WIB
·
waktu baca 2 menitTulisan dari Indra Arif Firmansyah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Usai hiruk pikuk keluhan para pekerja swasta yang keberatan atas potongan pajak penghasilannya yang semakin besar, kini disambung kembali dengan kejutan baru bagi mereka yakni kewajiban urunan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). Ketentuan iuran ini atas dasar hukum dari Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 2024 yang ditetapkan 20 Mei lalu.
ADVERTISEMENT
Pemerintah kita memang kreatif jika soal mengulik pungut-memungut pundi-pundi iuran dari rakyatnya.
Pertama, Direktorat Jendral Pajak menerbitkan ketentuan baru pengenaan tarif Pajak Penghasilan (PPh) 21 atas penghasilan pekerja merujuk formulasi Tarif Efektif Rata-rata (TER). Selain itu, terdapat perluasan objek-objek yang dikenakan pajak seiring fasilitas/kenikmatan yang diterima pekerja.
Kedua, PP terbaru mewajibkan setiap pekerja yang berusia minimal 20 tahun atau sudah berumahtangga yang memiliki penghasilan paling sedikit minimal upah minimum diwajibkan menjadi peserta. PP ini memperluas kriteria yang diwajibkan menjadi peserta yang mencakup pekerja swasta dan pekerja lain. Yang sebelumnya mencakup ASN, TNI-Polri, dan karyawan BUMN dan BUMD.
Para pengusaha ditambah pusing ke depan selain tantangan situasi ekonomi yang tidak pasti, akan ada ‘new fix cost’ soal kewajiban mendaftarkan para pekerjaannya ke Badan Pengelola Tapera paling lambat tahun 2027. Dalam pasal 15 disebutkan besaran simpanan peserta ditetapkan sebesar 3 persen dari gaji atau upah untuk peserta pekerja. Besaran tersebut terbagi menjadi 0,5 persen oleh pemberi kerja dan 2,5 persen ditanggung oleh pekerja.
ADVERTISEMENT
Para pekerja pun, akan berkurang pendapatan bersih yang diterima, karena harus membayar iuran tersebut.
Yang menjadi pertanyaan adalah apakah skenario peraturan ini dapat memenuhi urusan kebutuhan papan setiap pesertanya? Sedangkan harga pengadaan tanah dan biaya pembangunan tidak terbendung dari tahun ke tahun kenaikannya.
Jika berkaca dengan program Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) lainnya yang masih diwarnai kekurangan sana-sini seperti BPJS kesehatan, wajar ditanyakan efektivitas program ini ke depannya akan seperti apa? mulai dari tata kelolanya, transparansi pengelolaan dana, hingga distribusi manfaat bagi pesertanya.
Kita lihat ke depan apakah pemerintah akan memberikan ‘kejutan’ tak terduga lagi?