Konten dari Pengguna

Strategi Optimalisasi Bonus Demografi Menuju Indonesia Emas 2045: Isu Pemuda

Indra Prasetya
Analis Kebijakan pada Kemenko PMK
3 Juli 2024 10:21 WIB
·
waktu baca 10 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Indra Prasetya tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

Pencegahan Perilaku Seksual Berisiko Pada Pemuda

ADVERTISEMENT
Kurang lebih dua puluh empat persen penduduk Indonesia atau sekitar 64 juta penduduk pada tahun 2023 adalah Pemuda. Mereka adalah pondasi utama dalam pemanfaatan puncak bonus demografi pada 2030 dan menyongsong pencapaian Indonesia Emas pada 2045. Peningkatan kualitas pemuda menjadi salah satu isu penting dalam rangka mencapai kedua hal tersebut yang dimasukkan ke dalam RPJMN 2020-2024 melalui pencapaian prioritas nasional pembangunan SDM berkualitas dan berdaya saing. Salah satu strategi yang disebutkan di dalam RPJMN guna peningkatan kualitas pemuda adalah pencegahan perilaku berisiko pada pemuda, dimana salah satunya adalah perilaku seksual berisiko pada pemuda.
ADVERTISEMENT
Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2020 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) merupakan dokumen induk perencanaan nasional untuk periode 5 tahun yaitu dari tahun 2020 – 2024. RPJMN berisi tentang visi dan misi serta program dari Presiden terpilih hasil pemilihan umum 2019 yang memuat strategi pembangunan nasional sampai dengan kerangka regulasi dan kerangka pendanaan indikatif. Peningkatan kualitas pemuda, masuk ke dalam Prioritas Nasional 3 yaitu Meningkatkan SDM berkualitas dan berdaya saing.
Strategi peningkatan kualitas pemuda mencakup 3 hal yaitu pertama, penguatan kapasitas kelembagaan, sistem koordinasi strategi lintas pemangku kepentingan, serta pengembangan peran dunia usaha dan masyarakat dalam menyelenggarakan pelayanan kepemudaan yang terintegrasi, termasuk memfasilitasi ruang ruang kreasi positif bagi pemuda. Kedua, peningkatan partisipasi aktif sosial dan politik pemuda diantaranya melalui peran pemuda di forum internasional, pertukaran pemuda, dan keikutsertaan dalam pelestarian lingkungan. Ketiga, pencegahan perilaku berisiko pada pemuda, termasuk pencegahan atas bahaya kekerasan, perundungan, penyalahgunaan NAPZA, minuman keras, penyebaran penyakit HIV/AIDS dan penyakit menular seksual.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan Sensus Penduduk 2020, penduduk Indonesia mulai didominasi oleh generasi milenial dan post milenial (generasi Z dan post Z) yaitu sekitar 144.31 juta jiwa atau 53.4% dari jumlah penduduk Indonesia (BPS, 2020). Mereka adalah para pemuda dan cikal bakal pemuda yang akan menjadi pondasi utama dalam menyongsong puncak bonus demografi pada tahun 2030 dan Indonesia Emas pada tahun 2045 (Sekretariat Negara, 2019). Sebagai informasi tambahan, Indonesia merupakan salah satu negara di Asia dengan penduduk usia produktif terbesar yaitu mencapai 191 juta atau sekitar 70.72% dari jumlah warga negara (Kementerian PPN/Bappenas, 2021).
Sementara itu berdasarkan survei demografi dan kesehatan: kesehatan reproduksi remaja 2017 (SDKI), dilaporkan bahwa 8% pria dan 2% wanita usia 15-24 tahun pernah melakukan hubungan seksual, dan usia 17 tahun merupakan umur tertinggi baik pria maupun wanita melakukan hubungan seksual tersebut dengan angka sebesar 19% (BKKBN, 2017, pp. 1–606). Pada sisi lain jumlah kasus HIV di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun dengan jumlah 50.282 kasus HIV dan 7.036 kasus AIDS pada tahun 2019, dengan Jawa Timur sebagai provinsi tertinggi jumlah infeksi HIV yang dilaporkan pada tahun 2019 yaitu sebanyak 8.935 kasus (Kemenkes RI, 2020, pp. 1–228). Penambahan jumlah kasus HIV dari tahun ke tahun menurut hemat penulis dapat diartikan sebagai dampak dari perilaku seksual berisiko yang telah dimulai para pemuda pada usia 15 tahun, sebagaimana dijelaskan di atas
ADVERTISEMENT
Perhatian khusus dari policy brief ini akan melihat salah satu strategi dari peningkatan kualitas emuda yaitu melalui pencegahan perilaku berisiko pada pemuda, khususnya perilaku seksual berisiko pada pemuda. Pertanyaan mendasar yang akan berusaha dijawab adalah apa kebijakan yang paling tepat dan memungkinkan dikeluarkan oleh pemerintah dalam rangka meningkatkan kualitas pemuda melalui strategi pencegahan perilaku seksual berisiko pada pemuda.
Permasalahan
Permasalahan utama yang dihadapi dalam isu perilaku seksual berisiko pada pemuda adalah kurangnya akses pelayanan informasi tentang kesehatan yang benar dan dapat dipertanggung jawabkan, rendahnya pendidikan remaja, kurangnya keterampilan petugas kesehatan dalam menangani kesehatan remaja, serta kurangnya kesadaran dan kepedulian masyarakat serta semua pihak dalam upaya penanganan masalah kesehatan, seperti kehamilan remaja, kesehatan reproduksi, dan kenakalan remaja.
ADVERTISEMENT
Permasalahan lainnya adalah pola perilaku terbentuk pada saat masa remaja, dimana pada periode tersebut remaja cenderung ingin mencoba-coba, sehingga dapat membangun perilaku yang merusak, oleh karena itu penting bagi kita semua untuk menambah informasi tentang seksualitas remaja, tahapan yang terjadi dalam masa tumbuh kembang remaja, serta faktor yang mempengaruhinya. Oleh karenanya dukungan dari keluarga, akses untuk mendapatkan informasi kesehatan serta reproduksi juga belum digali lebih jauh, sehingga perlu diperhatikan.
Berdasarkan hasil Analisis SWOT Pembangunan Pemuda Kemenpora, ada beberapa ancaman yang dihadapi para pemuda Indonesia di saat ini yaitu: 1) Kualitas pendidikan rendah, 2) Tingkat pengangguran tinggi, 3) Pengaruh budaya asing, 4) Teknologi informasi (kecanduan), 5) Rendahnya partisipasi pemuda, 6) Intoleransi, dan 7) Ancaman narkoba, pernikahan usia dini dan resiko Kesehatan reproduksi.
ADVERTISEMENT
Alternatif Kebijakan
Untuk menjawab kondisi di atas, setidaknya ada 3 alternatif kebijakan yang dapat menjadi rumusan awal pengambilan kebijakan dalam rangka peningkatan kualitas pemuda melalui pencegahan perilaku seksual berisiko yaitu:
Pemuda harus menjadi agen pelopor dan berperan aktif untuk ikut serta dalam pencegahan perilaku berisiko seks bebas. Sejalan dengan agenda global Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) 2030, Indonesia memandang keterlibatan pemuda sebagai kunci akselerasi pembangunan sebagaimana tertuang pada UU No. 40 tahun 2009 tentang kepemudaan. Undang-undang ini menyebutkan bahwa pemerintah wajib bersinergi melaksanakan pelayanan kepemudaan untuk meningkatkan partisipasi aktif dan potensi pemuda termasuk dalam hal pencegahan perilaku berisiko seks bebas dan kesehatan reproduksi.
ADVERTISEMENT
Kelompok teman sebaya merupakan interaksi awal bagi anak-anak dan pemuda. Mereka mulai belajar bergaul, berinteraksi dengan orang lain diluar keluarganya agar dapat bersosialisasi dan mendapat pengakuan serta penerimaan dari kelompok sebayanya. Teman sebaya menjadi faktor penting yang mempengaruhi perilaku seksual berisiko pemuda. Oleh sebab itu, sangat penting untuk menempatkan pemuda sebagai subjek dalam pencegahan dan penanganan perilaku seksual berisiko bagi sesama pemuda.
Optimalisasi peran pemuda dalam pencegahan dan penanganan perilaku seksual berisiko pemuda dalam intervensi kebijakan di hulu, seperti: Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) dan Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR), dan pemberdayaan organisasi kepemudaan seperti Karang Taruna, KIPAN, GenRe, dan sebagainya.
ADVERTISEMENT
Keluarga merupakan lingkungan sosial pertama yang sangat mempengaruhi tumbuh kembang anak dan pemuda. Gaya pengasuhan orang tua dan teman sebaya berpengaruh positif terhadap perilaku seksual berisiko pemuda. Pola asuh orang tua pada anak semenjak kecil memberikan pengalaman pada pemuda serta membantu pemuda dalam membentuk rasa percaya diri mereka menjadi lebih kuat. Selain itu pola asuh yang baik dapat juga memberikan fondasi anak dalam menentukan sikap dan perilaku dalam kehidupan mereka. Kondisi pengasuhan, pendidikan, kesejahteraan keluarga sangat berpengaruh pada sikap dan perilaku pemuda.
Peningkatan peran serta keluarga dalam memberikan pemahaman yang pas dan tepat kepada para pemuda anggota keluarganya tentang kesehatan reproduksi. Sebagaimana disebutkan dalam PP 87 tahun 2014, setidaknya ada 8 fungsi keluarga yang seharusnya menjadi pijakan utama keluarga dalam melaksanakan perannya. Salah dua fungsi tersebut yang erat kaitannya dengan pencegahan perilaku berisiko pada pemuda sebagaimana disebutkan di atas adalah fungsi agama, fungsi pendidikan, dan fungsi reproduksi. Apabila keluarga menjalankan perannya dengan baik, niscaya perilaku berisiko seperti perilaku seksual di atas dapat dicegah sejak dini. Peran keluarga ini jugalah yang akan membangun kemampuan para pemuda secara internal untuk dapat melakukan pencegahan perilaku berisiko pada kalangannya.
ADVERTISEMENT
Keefektifan penyuluhan Kesehatan reproduksi dalam mencegah perilaku seks bebas ditentukan oleh beberapa faktor, antara lain faktor pendidik, factor sasaran dan proses dalam Pendidikan kesehatan. Sehingga melalui penyuluhan kesehatan reproduksi diharapkan dapat memberitahu remaja berbagai perilaku seks dapat berisiko sehingga mereka dapat menghindarinya. Penyuluhan kesehatan sebagai bagian dalam promosi kesehatan memang diperlukan sebagai upaya meningkatkan kesadaran dan pengetahuan, disamping pengetahuan sikap dan perbuatan.
Selain Pemerintah, terdapat stakeholder lain, yaitu Komunitas/LSM yang turut aktif dalam melakukan penanganan dan pencegahan perilaku seksual berisiko. Adapun bentuk penanganannya berupa membantu mengantarkan pemuda yang terkena HIV/AIDS ke Puskesmas untuk melakukan pengobatan rutin dan pencegahannya berupa memberikan edukasi penyuluhan mandiri dari komunitas tersebut mengenai pencegahan perilaku berisiko dan dampak dari perilaku berisiko melalui melalui kegiatan perkumpulan pemuda, pemberian informasi dari teman ke teman, dan sosialisasi ke tempat kos-kosan/hunian.
ADVERTISEMENT
Strategi ini diharapkan dapat mendorong pemerintah pusat dan pemerintah daerah, komunitas/LSM, para orang tua, dunia pendidikan, swasta, dan media untuk berkolaborasi dan bersinergi bersama dalam memberikan perhatian, bimbingan dan arahan kepada pemuda dengan memberikan pandangan yang benar mengenai kesehatan reproduksi seperti pengenalan tentang kesehatan reproduksi pemuda, persepsi pacaran dan hubungan seks. Informasi dapat diberikan secara formal dan informal dimana penyampaian informasi tersebut dilakukan oleh petugas yang kompeten di bidangnya.
Rekomendasi Kebijakan
Setidaknya ada 3 isu utama yang menjadi fokus perhatian dalam pencegahan perilaku Berisiko pada Pemuda ke depan yaitu 1) Isu Peran dan partisipasi aktif pemuda untuk meningkatkan pencegahan perilaku berisiko seks bebas, 2) Isu Kemampuan pemuda dalam melakukan pencegahan perilaku berisiko seks bebas, dan 3) Isu Efektifitas pencegahan perilaku berisiko seks bebas.
ADVERTISEMENT
Dari ketiga isu tersebut, maka penyusunan rumusan alternatif kebijakan untuk menjawab semua isu yang ada, yaitu: 1) Peningkatan Peran Pemuda untuk Pencegahan Perilaku Berisiko Seks Bebas, 2) Peningkatan Kapasitas Pemuda dalam Melakukan Pencegahan Perilaku Berisiko Seks Bebas melalui Penguatan Fungsi Keluarga, 3) Penguatan Regulasi Efektif dan Kolaborasi Program Pencegahan Perilaku Berisiko Seks Bebas
Dari 3 alternatif kebijakan di atas, kita dapat memastikan bahwa rekomendasi kebijakan yang paling tepat dan dapat diimplementasikan dengan baik di lapangan yaitu kolaborasi ketiganya: “Peningkatan peran pemuda, keluarga dan penguatan regulasi serta skema pentahelix di lapangan dalam rangka pencegahan perilaku seksual berisiko pada pemuda”.
Berdasarkan rekomendasi kebijakan di atas, maka prioritas kebijakan pemerintah sudah seharusnya menyasar pada peningkatan peran dan kemampuan pemuda serta keluarga dalam skema pentahelix di lapangan untuk pencegahan perilaku seksual berisiko pada pemuda. Tanpanya maka musykil rasanya Indonesia akan dapat mencapai target SDM Berkualitas dalam rangka menghadapi puncak bonus demografi pada tahun 2030 dan Indonesia Emas pada 2045 dengan maksimal.
ADVERTISEMENT
Sebagai tindak lanjut teknis dari rekomendasi kebijakan di atas, berikut adalah saran rencana aksi yang dapat dijalankan oleh para pemangku kepentingngan:
Sasaran atau target utama adalah para pemuda itu sendiri, para orang tua, dunia pendidikan, organisasi pemuda dan masyarakat (tokoh adat dan tokoh agama). Sedangkan sasaran tema atau materi adalah semua informasi tentang risiko seksual berisiko, misalnya kesehatan reproduksi, penyakit menular seksual dan sebagainya. Metode yang digunakan dapat berupa kelas pelatihan, workshop, atau media sejenis yang memaksimalkan penyamapaian sasaran materi dan mensukseskan peningkatan serta penguatan edukasi kepada para sasaran utama.
Peningkatan dan penguatan edukasi pencegahan perilaku seksual berisiko pada pemuda akan menjadi ruh bagi ketahanan pemuda menghadapi faktor risiko dan tantangan yang menghadang mereka dalam rangka menjadi pemuda yang berkualitas dan berdaya saing.
ADVERTISEMENT
Sasaran utama adalah penyusunan regulasi yang dapat dijadikan acuan bersama dalam penyusunan program dan kegiatan pencegahan perilaku seksual berisiko dari pusat sampai dengan daerah. Contoh baik regulasi dimaksud adalah Rencana Aksi Nasional, Strategi Nasional dan semacamnya.
Dengan adanya peningkatan dan penguatan regulasi maka pencegahan perilaku seksual berisiko pada pemuda akan lebih tepat sasaran dan tepat capaian dari pusat hingga daerah, sehingga akan memberikan dukungan yang baik terhadap pencapaian target prioritas nasional pembangunan SDM berkualitas.
Hindari Pergaulan Bebas yang Berisiko seperti perilaku seksual berisiko, penyalahgunaan NAPZA, perundungan, kekerasan dan lainnya (Sumber: Canva @hydricdesign)
Sasaran utama dari kolaborasi ini adalah mereka yang termasuk dalam skema pentahelix yaitu Pemerintah, Swasta, Dunia Pendidikan, Media dan Masyarakat. Penguatan strategi yang diutamakan seharusnya memperhatikan pemuda tidak hanya sebagai objek penerima manfaat melainkan juga sebagai subjek yang lebih memahami dirinya sendiri dan merumuskan apa yang terbaik menurut mereka yang tidak terfikir oleh pihak di luar.
ADVERTISEMENT
Peningkatan dan penguatan strategi kolaborasi antar pemangku kepentingan serta para pemuda sebagai objek sekaligus subjek akan mempermudah proses koordinasi dan sinkronisasi di lapangan. Dengan koordinasi dan sinkronisasi yang tepat maka capaian target pencegahan perilaku seksual berisiko pada pemuda akan lebih mudah dicapai dan mengurangi hambatan yang ada pada saat pelaksanaan program.
Berdasarkan rekomendasi kebijakan di atas, maka prioritas kebijakan pemerintah sudah seharusnya menyasar pada peningkatan peran dan kemampuan pemuda serta keluarga dalam skema pentahelix di lapangan untuk pencegahan perilaku seksual berisiko pada pemuda. Dengan catatan khusus bahwa rekomendasi tersebut bisa dijalankan secara baik apabila setidaknya dijalankan sesuai dengan ketiga saran/usul rencana aksi di atas.