Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Kompleksitas dan Solusi Holistik Fenomena Kelaparan dan Kemiskinan di Dunia
1 Desember 2024 13:56 WIB
·
waktu baca 7 menitTulisan dari Ressy Nisia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, menghadiri sesi pertama Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Brasil yang berlangsung pada Senin, 18 November 2024. Sesi yang mengangkat tema “Fight against Hunger and Poverty” ini menjadi platform penting bagi para pemimpin dunia untuk membahas strategi kolektif dalam mengatasi dua isu mendesak tersebut. (www.presidenri.go.id, 19/11/2024)
ADVERTISEMENT
Untuk diketahui, Indonesia menempati populasi terbesar ke-4 di dunia atas isu kelaparan dan kemiskinan. Karenanya pemerintah menempatkan penanggulangan kepalaparan dan kemiskinan sebagai prioritas nasional.
Prabowo optimis dalam 3 tahun ke depan dapat mengatasi masalah kelaparan melalui rencana konkret ketahanan pangan dan energy. Prabowo menjelaskan, ia mengalokasikan anggaran yang besar untuk pendidikan, karena pendidikan dianggap mampu membawa keluar dari kemiskinan. Ia membuat strategi makan siang gratis untuk memastikan generasi muda mendapat manfaat pendidikan.
Selain isu pangan dan energi, Prabowo menjelaskan isu ekonomi global tidak bisa dipisahkan dari dinamika geopolitik. Ia menyeru solusi damai terhadap konflik yang sedang berlangsung dan mendorong anggota G20 memperkuat kolaborasi multilateral dalam menghadapi tantangan global ini.
Fakta Kemiskinan di Indonesia
ADVERTISEMENT
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai 25,22 juta jiwa atau 9,03 persen dari total penduduk. Jumlah penduduk miskin di pedesaan sebanyak 13,58 juta jiwa atau 11,79 persen dan jumlah penduduk miskin di perkotaan sebanyak 11,64 juta jiwa atau 7,09 persen.
Kepala BPS, Amalia Andininggar, mengungkapkan, sektor pertanian menjadi penyumbang terbesar kemiskinan di Indonesia. Penduduk miskin ekstrem yang bekerja di sektor pertanian mencapai 57,94 persen dari total penduduk miskin. Dari total presentase tersebut, 24,49 diantaranya pekerja keluarga atau tidak di bayar dan 22,53 persen bertani dengan dibantu buruh tidak tetap atau tidak dibayar. (tito.id, 22/11/2024)
Sistem Ekonomi Kapitalisme dalam Pengentasan Kelaparan dan Kemiskinan
Fenomena kemiskinan dan kelaparan terkesan paradoks. Tumbuhan dan ternak yang melimpah di muka bumi serta ketersediaan sumber energi yang melimpah di dalam perut bumi seharusnya mampu memenuhi kebutuhan pangan dunia.
ADVERTISEMENT
Sebagaimana firman Allah swt, “Dan kami turunkan dari awan, air hujan yang tercurah dengan hebatnya, untuk Kami tumbuhkan dengan air itu biji-bijian dan tanam-tanaman”. (Q.S An-Naba: 14-15)
Terlebih Indonesia merupakan negara yang sangat kaya akan sumber daya alam (SDA), baik itu di darat, dalam bumi maupun di laut. Ironis, jika Indonesia menjadi negara ke-4 dengan populasi terbesar isu kelaparan dan kemiskinan.
Allah memberikan SDA dan ketersediaan pangan melimpah dengan demikian fenomena kelaparan dan kemiskinan bukan pada ketersediaan pangan, tetapi pada sistem pengelolaannya. Ya benar, sistem ekonomi kapitalisme dengan berorientasi pada kapital (harta), telah meletakan segala sesuatu dihitung sebagai faktor produksi di bawah kendali kapitalis (pemilik modal).
Meski memiliki bahan pangan dari tanaman dan ternak melimpah, Indonesia tidak mampu swasembada pangan dan bergantung pada impor.
ADVERTISEMENT
Tercatat periode Januari-Agustus 2024, Indonesia mengimpor beras 3,05 juta ton senilai AS$ 1,91 miliar, gula 3,38 ton senilai AS $ 1,99 miliar, gandum dan meslin 8,43 ton senilai AS$ 2,56 miliar. (CNBC, 18/9/2024)
Maka tak heran jika penyumbang kemiskinan ekstrem terbanyak berasal dari petani. Dengan himpitan impor, serta regulasi pertanian dari hulu ke hilir yang tidak mendukung, akhirnya petani termiskinkan oleh sistem. Benih yang mahal, pupuk yang mahal, serta harga jual tidak masuk dengan cost product membuat para petani tergerus arus deras impor.
Baru-baru ini peternak sapi perah juga mengeluhkan produksi susunya yang tidak terserap oleh industri pengolahan susu karena tergerus susu impor. Meski telah ada aturan diwajibkannya perusahaan pengolahan susu bermitra dengan peternak lokal, pada faktanya hanya 20 persen saja yang merealisasikannya.
ADVERTISEMENT
Tidak ada sanksi tegas atas hal ini membuat kerugian peternak susu lokal berkelanjutan. Ini semakin mempertegas kebijakan pemerintah lebih condong kepada para kapitalis (pemilik modal).
Adanya swastanisasi pengelolaan sumber daya alam kepada swasta lokal, asing dan aseng merupakan salah satu sebab utama meningkatnya kemiskinan dan kelaparan.
Pemerintah seolah hanya berperan sebagai regulator yang "melelang" SDA atas nama investasi dikeruk oleh swasta lokal, asing dan aseng. Akhirnya, perputaran uang hanya di antara para pemilik modal (kapitalis) sementara rakyat kecil semakin terpinggirkan.
Padahal seharusnya negara yang mengelola seluruh SDA agar keuntungannya masuk kas negara untuk diregulasikan pada sebesar-besarnya kepentingan rakyat.
Terkait strategi makan siang gratis yang diusung pemerintah, rasa-rasanya dibandingkan memberi makan siang gratis sebaiknya pemerintah membuat kebijakan jaminan ketersediaan lapangan kerja dan sembako murah serta terjangkau. Sehingga masyarakat mampu membeli makanan bergizi dan bisa cerdas dengan makan pagi, makan siang dan makan malam dari rumah.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, dinamika geopolitik menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi harga pangan. Adanya konflik dan perang membuat permintaan senjata meningkat dan energi akan mengalami peningkatan harga. Jika energi mengalami peningkatan harga, secara otomatis harga pangan pun akan mengalami peningkatan.
Namun rasanya sulit mengharapkan penyelesaian konflik dunia pada sistem kapitalisme, sejauh ini konflik berkepanjangan akibat ketamakan dan kepentingan. Banyak negara tersandera tangannya dan tidak obyektif dalam menuntaskan konflik karena lebih mementingkan kepentingan domestik negaranya serta ikatan kepentingan ekonomi dan politik dengan pendukung negara konflik.
Akhirnya, negara-negara menjadi pembebek kebijakan elite global yang berdampak perang terus berkelanjutan dan korban terus berjatuhan.
Maka berharap penuntasan kemiskinan dan kelaparan pada G20 terkesan paradoks selama masih bercokol dalam sistem kapitalisme.
ADVERTISEMENT
Islamic Solution
Islam meyakini bahwa Allah swt menjamin kehidupan dan penghidupan manusia, sebagaimana firman Allah swt, “Sesungguhnya, Allah Dialah Maha Pemberi rezeki yang memiliki kekuatan lagi sangat kukuh” (Q.S Adz-Dzariat : 58)
Maka dalam memperoleh hingga mendistribusikan segala bentuk rezeki harus berdasarkan aturan Allah swt. Termasuk dalam membuat kebijakan negara harus berdasar aturan Allah.
Negara seharusnya bertindak sebagai raa’in (pengurus) dan junnah (pelindung) bagi rakyatnya. Dengan berdaulat kepada Allah dan menjadikan Al-Qur’an dan As-Sunnah yang dibawa oleh Rasulullah swt sebagai rujukan, Islam menjadi rahmatan lil 'alamin (rahmat bagi seluruh alam).
Rakyat merupakan amanah yang periayahan(pengurusan)nya akan Allah mintai pertanggung jawaban kelak. Sehingga dalam proses periayahan harus berdasar hukum syara’. Sistem pergaulan, ekonomi, hukum, pendidikan, kesehatan dan semua bidang kehidupan harus sesuai hukum syara’.
ADVERTISEMENT
Termasuk dalam sistem ekonomi, kepemililkan dalam Islam terbagi menjadi 3; kepemilikan umum, kepemilikan negara dan kepemilikan individu. SDA dalam Islam merupakan kepemilikan umum sekaligus sumber pendapatan negara yang harus dikelola oleh negara. Negara memaksimalkan hasil pengelolaan SDA untuk kepentingan rakyat, tidak diserahkan pada swasta lokal, asing dan aseng.
Selain dari kepemilikan umum, Islam memperoleh pendapatan negara dari zakat, fa'i, ghanimah, kharaj, jizyah, khumus, ‘usyur, wakaf dan masih banyak lagi sumber pendapatan lainnya. Dengan banyaknya sumber pendapatan, memperkecil peluang terjadinya kemiskinan dan kelaparan.
Dalam pendistribusiannya Islam menjadikan kesejahteraan individu sebagai standar, bukan berdasar pendapatan per kapita seperti pada sistem kapitalisme. Islam memastikan setiap individu sejahtera, terpenuhi kebutuhan primer individunya (sandang, pangan, papan). Serta mendapat jaminan kebutuhan primer kolektif, seperti kesehatan, pendidikan dan keamanan secara gratis dan berkualitas.
ADVERTISEMENT
Dalam upaya mensejahterakan rakyatnya, Islam memastikan ketersediaan lapangan kerja dengan upah yang layak. Keberlangsungan industri disokong berbagai kebijakan, dari pelatihan skill dan keterampilan, terbukanya lapangan kerja serta berbagai kebijakan yang memudahkan masyrakat lokal terserap oleh industri. Islam mengutamakan terserapnya tenaga kerja lokal, tenaga kerja dari luar negeri hanya direkrut setelah tenaga kerja lokal terserap seluruhnya sesuai bidang kemampuannya.
Bagi yang ingin berwirausaha, Islam memberi pelatihan skill dan keterampilan serta pinjaman modal untuk keberlangsungan usaha.
Kemudian petani, peternak dan nelayan dijamin eksistensinya dengan berbagai fasilitas dari negara, berupa pelatihan, keterampilan, keterjangakauan bahan, peralatan dan sarana, memastikan hasil terserap secara maksimal oleh negara. Sehingga petani, peternak dan nelayan terjamin kesejahteraan hidupnya.
ADVERTISEMENT
Aktivitas perdagangan luar negeri dan hubungan multilateral dalam Islam dilaksanakan dengan perjanjian, dengan tetap berlandaskan pada hukum syara’. Negara hanya berdaulat kepada Allah swt, sehingga dalam membuat kebijakan apapun tidak terpengaruh politik negara asing, oligarki dan elite global.
Wallahu a’lam bishawab.