Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Kendaraan Khusus Iklan yang Menjadi Beban bagi Lingkungan
18 November 2021 6:27 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Insan Ridho Chairuasni tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Keberadaan kendaraan khusus iklan memang memberi warna baru pada dunia periklanan. Namun, dampak buruk terhadap lingkungan dan kemacetan dari kendaraan semacam itu perlu diwaspadai.
ADVERTISEMENT
Lalu lintas di berbagai kota baru-baru ini sudah berangsur normal. Itu artinya kemacetan kembali menjadi pemandangan lazim. Motor dan mobil sudah berhamburan. Waktu perjalanan yang panjang tak terelakan. Saya sebagai pekerja yang bekerja di kantor terpaksa menjumpai perasaan kesal lagi setelah lebih dari setahun bebas dari kemacetan.
ADVERTISEMENT
Beberapa waktu yang lalu, satu kendaraan unik menyita perhatian saya. Kendaraan itu adalah sebuah truk dengan layar LED pada sekujur badan kendaraan tersebut. Layar itu memancarkan tayangan iklan yang penuh warna dan sinar. Dalam benak saya, satu pertanyaan muncul: apa maksud keberadaan kendaraan yang beriklan semacam itu?
Saya sempat mengira bahwa kendaraan semacam itu hanya satu atau dua unit saja. Namun, kendaraan penuh iklan seperti itu juga hadir di beberapa kesempatan lain bahkan di ruas jalan lain. Jenis kendaraan yang digunakan bervariatif, tetapi truk adalah yang paling lazim. Truk yang biasanya mengangkut logistik kini menjadi etalase wajah-wajah menarik.
Tayangan yang muncul pada layar LED yang menempel kendaraan itu memang berbentuk iklan. Iklan layanan digital, seperti dompet digital dan pesan antar digital, adalah beberapa produk iklan yang ditampilkan. Setelah merenung cukup lama, saya baru sadar iklan memang mengeruk banyak keuntungan dari kemacetan-kemacetan yang ada di perkotaan.
ADVERTISEMENT
Jika kita meninjau bentuk iklan lain, reklame atau billboard yang terpampang pada persimpangan jalan juga memanfaatkan kepadatan lalu lintas. Pengemudi yang berhenti di persimpangan jalan terutama dengan lampu lintas akan dengan mudah menyimak billboard yang terpasang di sekitar sana. Kita pun pernah bengong melihat billboard di persimpangan.
Iklan-iklan yang terpasang pada metode konvensional, seperti reklame, baliho, atau billboard, sudah menjadi pemandangan umum sedangkan kendaraan dengan iklan adalah hal yang cukup baru. Setelah sistem ride-hailing (Gojek, Grab, dan layanan sejenis) subur, berbagai kendaraan mitra dari sistem tersebut mulai sering ditempeli oleh iklan-iklan.
Jika kendaraan khusus iklan ini memang sudah marak di kota-kota besar, apa isu yang bisa muncul bagi lingkungan dan mobilitas?
ADVERTISEMENT
Yang jadi permasalahan adalah penggunaan kendaraan sebagai metode periklanan. Berbagai iklan memang sudah banyak terpasang di kendaraan, seperti sticker badan kendaraan atau kaca belakang kendaraan. Akan tetapi, memanfaatkan kendaraan hanya untuk kebutuhan periklanan akan memberi dampak yang cukup berbahaya bagi mobilitas.
Keberadaan truk penuh iklan atau videotron ini tentu memanfaatkan kemacetan sebagai komoditas periklanan. Ironi yang terjadi adalah bahwa kerugian ekonomi yang ditimbulkan oleh kemacetan justru akan menekan kondisi industri dan perekonomian masyarakat. Ujungnya, daya beli masyarakat akan jatuh jika ekonomi terhimpit karena kemacetan parah.
Pertama, kendaraan yang sekadar melakukan fungsi periklanan turut memberikan polusi udara. Penggunaan truk dalam media periklanan berpotensi memberikan polusi udara yang lebih berbahaya karena emisi truk yang umumnya tinggi. Ini belum mempertimbangkan kebutuhan energi untuk LED yang besar sehingga potensi emisi akan jauh lebih masif.
ADVERTISEMENT
Penggunaan LED dengan ukuran yang panjang dan lebar dapat mengonsumsi energi yang besar. Energi ini tentu tidak akan diambil dari penggunaan bahan bakar, seperti solar atau bensin. Meskipun demikian, sumber daya berupa baterai atau penyimpan daya sejenis bisa memberikan dampak emisi jika diisi dari sumber daya yang kurang ramah lingkungan pula.
Kedua, sesuai dengan karakteristik iklan yang memanfaatkan kemacetan, kendaraan dengan penuh iklan akan cenderung memilih rute yang sudah padat kendaraan. Hal ini akan menyebabkan polusi yang lebih tinggi karena kendaraan lebih sering berhenti. Kondisi start-stop juga akan menyebabkan polusi berupa emisi dari komponen rem yang berbahaya.
Selain itu, keberadaan truk iklan juga pasti akan turut memperparah kondisi lalu lintas yang sudah padat. Tujuan bermobilitas memang beragam, namun kebutuhan periklanan tampaknya tidak perlu berdampak pada kondisi lalu lintas. Hadirnya kendaraan khusus iklan akan mengambil ruang di jalan yang bisa menyebabkan kemacetan yang lebih parah lagi.
ADVERTISEMENT
Fenomena ini tidak hanya ada di kota-kota besar, seperti di Jabodetabek, saja. Kota-kota lain, seperti Malang, pun sudah merasakan keberadaan truk berbalut LED dengan iklan. Yang menjadi paradoks adalah truk dengan videotron digunakan untuk sosialisasi protokol kesehatan padahal truk semacam ini turut memperberat masalah kesehatan yang ada.
Apabila kehadiran truk penuh iklan ini tetap dibiarkan mengaspal secara bebas, berbagai isu lingkungan dan kemacetan tentu tidak akan usai.
Yang perlu dilakukan adalah bagaimana dunia periklanan tidak berkontribusi pada masalah emisi dan kemacetan di berbagai kota. Urusan kemacetan memang tidak diakibatkan oleh truk-truk videotron semata. Perkara tata kota dan infrastruktur selalu menjadi akar masalah. Namun, masalah akan lebih ringan jika tidak dipersulit oleh keberadaan truk videotron.
ADVERTISEMENT
Iklan-iklan statis semacam reklame memang tidak seseksi dan semenarik iklan dinamis di kendaraan. Namun, dampak lingkungan dan mobilitas dari iklan seperti ini tidak semasif truk-truk iklan yang berlalu lalang di jalan. Reklame juga masih memanfaatkan kemacetan sebagai komoditas, tetapi tipe iklan seperti itu setidaknya tidak beremisi tinggi.
Termenung di persimpangan akibat iklan billboard yang menarik masih bisa dipahami. Akan tetapi, membiarkan truk-truk khusus iklan yang berselancar di jalan-jalan tentu bisa membuat gusar. Prioritas untuk mengurangi emisi dan kepadatan lalu lintas harus menjadi fokus ketimbang kepentingan promosi produk dan layanan belaka yang menjadi prahara.