Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Pendidik yang Tidak Mendidik
17 Maret 2024 11:17 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Syarifuddin tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Beberapa hari yang lalu dunia pendidikan Indonesia kembali digemparkan dengan kasus pencabulan yang dilakukan oleh oknum guru ngaji dan pengasuh pondok terhadap santrinya. Perilaku bejat guru ngaji tersebut diketahui sudah dilakukan sejak tahun 2021 sampai 2024. Kasus ini terbongkar setelah empat orang santri yang didampingi oleh orang tuanya memberanikan diri datang ke Unit Perlindungan Perempuan dan Anak Polres Trenggalek pada Jum’at (15/3/2024) untuk melaporkan kasus pencabulan tersebut. Dilaporkan bahwa pelaku merupakan bapak dan anak guru ngaji di salah satu pondok yang ada di Kabupaten Trenggalek. Korban pencabulan yang dilakukan oleh bapak dan anak ini berjumlah 12 orang berdasarkan informasi dan laporan dari empat orang korban. Kasus ini menjadi rentetan kasus yang kesekian kalinya setelah sebelum-sebelumnya banyak terjadi kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh oknum pendidik terhadap peserta didik.
ADVERTISEMENT
Salah satu kasus yang juga sempat viral di media sosial yaitu kasus kekerasan dan pelecehan seksual yang dilakukan oleh guru di salah satu SD swasta di Yogyakarta terhadap 15 orang siswanya. Kasus ini juga menjadi catatan kelam dan mencoreng nama baik dunia pendidikan Indonesia. Sebelum-sebelumnya juga banyak kasus yang dilakukan oleh pendidik, baik itu guru ngaji, pengasuh dan guru biasa terhadap peseta didiknya. Guru yang seharus menjadi pendidik dan pembimbing bagi para siswanya justeru menjadi ancaman dan malapetaka terhadap mereka. Mengacu pada data Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) dijelaskan bahwa sepanjang tahun 2023 terdapat 3.547 aduan kasus kekerasan terhadap anak. Sementara menurut Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), dijelaskan bahwa dari Januari sampai Agustus 2023, terdapat 2.355 kasus pelanggaran terhadap perlindungan anak.
Dari data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) tersebut dijelaskan bahwa 861 terjadi di lingkup satuan pendidikan. Dengan rincian, 487 korban kasus kekerasan seksual terhadap anak, 236 korban kasus kekerasan fisik atau psikis, 87 korban kasus bullying, 27 korban pemenuhan fasilitas pendidikan, dan 24 korban kebijakan. Tingginya angka kekerasan dan pelecehan seksual di lingkup pendidikan harus menjadi perhatian semua pihak, baik pendidik, peserta didik, tenaga kependidikan dan orang tua peserta didik. Sebab pendidikan merupakan tempat kedua bagi anak setelah rumah dan keluarganya, oleh karena itu satuan pendidikan harus menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi peserta didik untuk beraktivitas dan melakukan proses pendidikan.
ADVERTISEMENT
Apapun bentuk kekerasan yang dilakukan dalam dunia pendidikan harus mampu dicegah dan ditangani dengan baik dan maksimal. Karena hal itu sangat berdampak terhadap pertumbuhan dan perkembangan fisik dan mental anak. Jika suatu kekerasan, baik dalam bentuk pelecehan, maupun bullying tidak dapat dicegah dan ditangani dengan baik, maka akan menimbulkan trauma dan ketakutan yang mendalam bagi anak. Sehingga yang terjadi adalah anak tidak mau lagi bersekolah dan belajar karena merasa takut dan tidak aman berada di lingkup pendidikan. Maka dari itu, sudah seharusnya guru menjadi contoh dan teladan bagi para siswa dalam beraktivitas dan belajar di lingkungan sekolah, bukan malah menjadi ancaman bagi mereka.
Dalam rangka mencegah dan menangani kekerasan terhadap anak di lingkungan satuan pendidikan, pemerintah melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Republik Indonesia (Kemendikbudristek) telah mengeluarkan dan memberlakukan Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan (PPKSP). Peraturan ini dikeluarkan dalam rangka menangani dan mencegah terjadinya kekerasan seksual, perundungan, serta diskriminasi dan intoleransi di lingkungan satuan pendidikan. Dalam peraturan tersebut dijelaskan bahwa Satuan pendidikan juga diamanatkan untuk membentuk Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK) serta pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota untuk membentuk Satuan Tugas (Satgas) Pencegahan dan Penanganan Kekerasan.
ADVERTISEMENT
Jika para pendidik mampu memahami dan mengimplementasikan peraturan yang sudah dibuat oleh Kemendikbudristek tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan (PPKSP) tentunya tidak akan ada lagi kasus kekerasan dan pelecehan seksual yang dilakukan oleh pendidik terhadap peserta didik. Untuk itu, pemerintah daerah melalui satuan tugas (satgas) yang telah dibentuk harus sering melakukan komunikasi dan koordinasi dengan lembaga-lembaga satuan pendidikan untuk merumuskan langkah-langkah strategis dan kongkrit dalam meminimalisir terjadinya kasus kekerasan di lingkungan pendidikan.