Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Mempertaruhkan Lingkungan Demi Keuntungan: Apakah Setimpal?
14 Desember 2022 12:38 WIB
Tulisan dari Irena Harjantoputri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sampah plastik sekali pakai yang kian menggunung membuat cemas masyarakat diseluruh dunia. Plastik sudah menjadi bagian dari kehidupan kita sehari-hari. Faktanya, Indonesia menempati urutan kedua sebagai penyumbang sampah plastik ke laut setelah Cina. Sebagai salahsatu daerah destinasi wisata paling populer di Indonesia, Bali juga menghadapi masalah sampah plastik sekali pakai. Botol-botol plastik sekali pakai, sedotan-sedotan plastik sekali pakai, kantong-kantong plastik sekali pakai menjadi kawan masyarakat ketika ingin berbelanja minuman, terutama ketika ingin berkunjung ke kedai kopi yang sedang naik daun di Bali.
ADVERTISEMENT
Tanpa disadari, sampah-sampah ini makin memenuhi, bahkan melebihi, kapasitas tempat pembuangan sampah. Sampah-sampah yang membludak ini berakhir mengotori trotoar, jalan, dan pantai di Bali. Tidak hanya mengganggu keindahan lingkungan, sampah ini juga berpotensi merusak lingkungan, seperti menyumbat saluran air yang ujung-ujungnya akan memicu banjir.
Hal ini membangun rasa cemas warga-warga bali, termasuk Melati Wijsen dan adiknya,Isabel wijsen. Mereka melihat adanya urgensi untuk menaruh perhatian lebih atas permasalahansampah plastik. Sejak kecil, mereka menempuh berbagai cara untuk meningkatkan kepedulian warga sekitar tentang sampah plastik, seperti membuat gerakan memungut sampah di pantai-pantai, bahkan membuat petisi dengan mengumpulkan 100 ribu tanda tangan orang yang sejalan dengan visinya untuk menolak penggunaan plastik yang semakin masif.
ADVERTISEMENT
Advokasi-advokasi yang dilakukan dan aksi-aksi yang penuh semangat tersebut berhasil menyentuh pemerintah setempat.Kemenangan mereka dibuktikan lewat dibuatnya nota kesepahaman yang akhirnya melahirkan satu kebijakan. Pemerintah Provinsi Bali yang pada waktu itu dipimpin oleh I Wayan Koster mengeluarkan Peraturan Gubernur Bali Nomor 97 Tahun 2018 tentang Pembatasan Timbulan Sampah Plastik Sekali Pakai. I Wayan Koster sendiri mengklaim bahwa regulasi terkait pemakaian plastik sekali pakai tersebut berlaku secara efektif dan sudah berhasil mengurangi tumpukan sampah plastik di Bali sebanyak 90%, terutama dari pihak yang berafiliasi dengan sektor pariwisata, seperti pengusaha kafe misalnya.
Kelam Yang Mengancam Lingkungan
Upaya untuk membatasi pemakaian plastik sekali pakai harus diaktualisasikan walaupun plastik berkontribusi dalam membantu kehidupan kita sehari-hari. Sifatnya yang sekali pakai itu memang memudahkan kita, terutama bila kita malas membawa alat-alat makan atau minum.Seiring berjalannya waktu, bertambahnya sampah plastik yang dihasilkan sejalan dengan meningkatnya intensitas pemakaian barang berbahan dasar plastik.
ADVERTISEMENT
Sampah plastik ini sangat mengkhawatirkan karena sampah plastik ini bukanlah jenis sampah yang bisa terurai dalam jangka waktu yang singkat serta mengotori dan merusak keindahan lingkungan, terutama di daerah Bali yang nilai jualnya berada pada keindahan lingkungannya. Bahkan, selama proses penguraian plastik berjalan, umumnya sampah plastik ini terurai menjadi microplastic dan nanoplastic yang berukuran sangat kecil, bahkan terkadang tidak terdeteksi oleh mata, dan terbawa arus menuju laut.
Selain itu, hal ini juga menyalakan alarm di dalam pikiran kita karena partikel plastik yangtidak kasat mata tersebut rentan termakan oleh biota laut yang nantinya akan dikonsumsi juga oleh manusia. Maka dari itu, keberhasilan aktivis dan pemerhati lingkungan dalam mendesak pihak pemerintahan Bali untuk mengeluarkan kebijakan tersebut menjadi sebuah kemenanganbagi seluruh lapisan masyarakat.
ADVERTISEMENT
Dengan begitu banyaknya dampak buruk yang ditimbulkan oleh penggunaan plastik sekali pakai, gerakan diet plastik yang disertai aksi beralih menggunakan alat-alat pengganti plastik yang tidak bersifat sekali pakai menjadi jalan yang efektif untuk menanggulangi permasalahan plastik ini.
Cocokah Dengan Pengusaha?
Di sisi lain, gerakan diet plastik dan gerakan peralihan menuju dunia bebas plastik ini memang tidak sejalan dengan rencana-rencana para aktor di bidang ekonomi. Konsep ekonomi linier yang mendominasi dunia bisnis memiliki prinsip bahwa produk diciptakan untuk dibuang yang selaras dengan konsep plastik sekali pakai. Banyak perusahaan yang berpendapat bahwa alternatif barang yang bersifat ramah lingkungan memang tersedia, tetapi barang-barang tersebut diprediksi akan menguras kas karena dijual dengan harga yang lebih mahal.
ADVERTISEMENT
Padahal, pemulihan pencemaran dan bencana yang ditimbulkan oleh sampah plastik memerlukan lebih banyak dana daripada beralih ke barang alternatif yang ramah lingkungan. Lagi pula, pelaku usaha memang harus menyediakan produk alternatif plastik sekali pakai. Hal ini tercantum dalam Pasal 6 Peraturan Gubernur Bali Nomor 97 Tahun 2018. Peraturan tersebut pun sempat melalui beberapa rintangan dalam penerapannya, bahkan sempat dibawa ke Mahkamah Agung untuk menuntaskan gugatan uji materiil. Mahkamah Agung berpihak pada pemerintah dan rakyat karena, secara yuridis, pemerintah memang berhak menetapkan kebijakan tersebut dan dampak yang diharapkan timbul dari kebijakan tersebut adalah dampak positif.
Maka dari itu, untuk beradaptasi dengan kebijakan dan regulasi yang ada, para pengusaha banyak yang mengadopsi konsep ekonomi sirkular, dimana prinsip yang diterapkan adalah pemanfaatan konsep 3R (reduce, reuse, recycle) untuk mengoptimalkan nilai ekonomi tiap sumber dayanya. Dengan diterapkannya gerakan daur ulang ini, sampah plastik sekali pakai diharapkan bisa ikut diminimalisasi.
ADVERTISEMENT
Jawaban Atas Dilema
There’s no economy on a dead planet. Tidak ada kompromi antara ekonomi atau lingkungan karena ketika bumi berangsur-angsur rusak, tidak akan ada kegiatan usaha yang dapat dilakukan secara maksimal pula. Adagium yang cukup sering digaungkan itu haruslah diimani dan dijadikan pedoman kita dalam melakukan tindakan-tindakan ekonomi. Banyaknya pengusaha yang lebih mementingkan profit daripada spirit untuk terus mengutamakan lingkungan sudah sampai pada tahap yang mengkhawatirkan. Jangan sampai masa depan dikorbankan demi keuntungan. Sudah saatnya, semua lapisan masyarakat, termasuk pengusaha, ikut menyukseskan gerakan diet plastik demi masa depan yang lebih tidak problematik.