Konten dari Pengguna

Haruskah Keseragaman Diterapkan dalam Semua Aspek ?

Irman Ichandri
Guru SMK Unggul Negeri 2 Banyuasin III, Ketua Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di SMK Unggul Negeri 2 Banyuasin III, Alumni S1 PPKn Universitas Sriwijaya, Alumni S2 Magister Hukum Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Sumpah Pemuda Palembang.
18 Agustus 2024 12:49 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Irman Ichandri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Oleh : Irman Ichandri, S.Pd., M.H.
Sumber Foto : https://id.pngtree.com/
zoom-in-whitePerbesar
Sumber Foto : https://id.pngtree.com/
Bhinneka Tunggal Ika, semboyan yang tertulis pada lambang negara Indonesia, Garuda Pancasila, telah lama menjadi simbol pemersatu dalam keberagaman bangsa ini. Makna dari semboyan tersebut, "Berbeda-beda tetapi tetap satu," menggambarkan idealisme tentang bagaimana berbagai suku, agama, ras, dan budaya dapat hidup berdampingan dalam harmoni di bawah satu payung bangsa. Namun, dalam implementasinya, muncul pertanyaan kritis: apakah konsep ini harus disamakan dalam semua hal? Apakah pemaksaan keseragaman dalam setiap aspek kehidupan masyarakat benar-benar sejalan dengan semangat Bhinneka Tunggal Ika?
ADVERTISEMENT
Bhinneka Tunggal Ika: Pilar Kebhinnekaan
Pada dasarnya, Bhinneka Tunggal Ika mengakui dan menghargai keberagaman yang ada di Indonesia. Ini adalah pilar penting dalam menjaga keutuhan bangsa yang terdiri dari lebih dari 17.000 pulau dengan ratusan bahasa dan budaya. Namun, interpretasi terhadap semboyan ini sering kali ditarik terlalu jauh, sehingga memunculkan gagasan bahwa semua perbedaan harus diseragamkan atau setidaknya dibingkai dalam narasi yang sama.
Keberagaman dalam konteks ini bukan hanya soal identitas budaya atau agama, tetapi juga mencakup perspektif politik, ekonomi, dan sosial. Apakah pemaksaan terhadap satu model atau paradigma tertentu atas nama kesatuan benar-benar mencerminkan nilai-nilai kebhinekaan?
Keseragaman vs Kesatuan: Sebuah Paradoks
Ada perbedaan mendasar antara keseragaman dan kesatuan. Kesatuan berarti menyatukan perbedaan dalam sebuah harmoni, sementara keseragaman berarti meniadakan perbedaan untuk mencapai satu bentuk yang serupa. Keseragaman sering kali berakhir dalam homogenisasi yang bisa merusak identitas lokal dan menghilangkan kekayaan budaya. Dalam konteks Indonesia, di mana keberagaman adalah kekuatan, pemaksaan keseragaman justru dapat menjadi bumerang yang mengancam keutuhan bangsa.
ADVERTISEMENT
Misalnya, dalam dunia pendidikan, sering kali ada upaya untuk menyeragamkan kurikulum tanpa mempertimbangkan kearifan lokal yang berbeda-beda di setiap daerah. Begitu pula dalam politik, ada tekanan untuk memaksakan pandangan mayoritas tanpa memberikan ruang bagi perbedaan pendapat yang sehat dan konstruktif. Padahal, kesatuan yang dibangun di atas keseragaman justru bisa rentan karena tidak didasari oleh penghargaan terhadap perbedaan.
Bhinneka Tunggal Ika dalam Kerangka Demokrasi
Demokrasi, sebagai sistem yang diadopsi Indonesia, memberikan ruang bagi perbedaan pendapat dan keberagaman perspektif. Ini sejalan dengan semangat Bhinneka Tunggal Ika yang menghargai perbedaan. Namun, dalam praktiknya, sering kali terjadi upaya untuk membungkam suara-suara minoritas atas nama stabilitas dan kesatuan. Ini bertentangan dengan prinsip demokrasi itu sendiri yang mengharuskan adanya dialog dan kompromi antara berbagai kelompok.
ADVERTISEMENT
Dalam konteks ini, semboyan Bhinneka Tunggal Ika harus dipahami bukan sebagai upaya untuk menyeragamkan, melainkan sebagai dorongan untuk merangkul perbedaan dalam sebuah kesatuan yang dinamis. Demokrasi yang sehat adalah demokrasi yang mampu mengakomodasi perbedaan tanpa harus mengorbankan keutuhan bangsa. Dengan demikian, Bhinneka Tunggal Ika bukanlah konsep statis yang memaksakan keseragaman, tetapi konsep dinamis yang mengakui dan menghargai perbedaan sebagai kekuatan.
Tantangan dalam Mengimplementasikan Bhinneka Tunggal Ika
Salah satu tantangan utama dalam mengimplementasikan Bhinneka Tunggal Ika adalah bagaimana menjaga keseimbangan antara kesatuan dan perbedaan. Di satu sisi, ada kebutuhan untuk mempertahankan keutuhan bangsa, terutama di tengah tantangan globalisasi dan radikalisme. Di sisi lain, ada kebutuhan untuk memastikan bahwa perbedaan-perbedaan yang ada tidak hanya dihargai, tetapi juga dipelihara sebagai bagian dari identitas bangsa.
ADVERTISEMENT
Upaya pemerintah dalam menjaga kesatuan sering kali dihadapkan pada dilema ini. Kebijakan yang terlalu sentralistik dan seragam dapat mengancam identitas lokal dan menimbulkan resistensi. Sebaliknya, desentralisasi yang terlalu longgar tanpa kerangka nasional yang kuat bisa mengarah pada disintegrasi. Oleh karena itu, implementasi Bhinneka Tunggal Ika memerlukan kebijakan yang bijak dan seimbang, yang mampu mengakomodasi perbedaan tanpa mengorbankan keutuhan nasional.
Bhinneka Tunggal Ika sebagai Landasan Bukan Tujuan Akhir
Bhinneka Tunggal Ika seharusnya dipandang sebagai landasan dalam membangun bangsa yang kuat dan beragam, bukan sebagai tujuan akhir yang mengharuskan semua hal disamakan. Keseragaman bukanlah esensi dari Bhinneka Tunggal Ika. Sebaliknya, esensi dari semboyan ini adalah bagaimana kita bisa hidup bersama dalam perbedaan, bagaimana perbedaan itu bisa menjadi sumber kekuatan, bukan pemecah belah.
ADVERTISEMENT
Dalam menjalani hidup berbangsa dan bernegara, kita harus mampu membedakan antara kesatuan dan keseragaman. Kita harus mampu menghargai perbedaan tanpa merasa terancam olehnya. Dan yang paling penting, kita harus menyadari bahwa Bhinneka Tunggal Ika adalah tentang menyatukan perbedaan dalam harmoni, bukan tentang menghilangkan perbedaan demi keseragaman.