Konten dari Pengguna

Pacta Sunt Servanda dalam Pendidikan: Menjaga Kesepakatan Hukum

Irman Ichandri
Guru SMK Unggul Negeri 2 Banyuasin III, Ketua Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di SMK Unggul Negeri 2 Banyuasin III, Alumni S1 PPKn Universitas Sriwijaya, Alumni S2 Magister Hukum Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Sumpah Pemuda Palembang.
7 September 2024 11:49 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Irman Ichandri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Oleh : Irman Ichandri, S.Pd., M.H.
Sumber Foto : Dokumen Pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Sumber Foto : Dokumen Pribadi
Pacta Sunt Servanda, yang berarti "perjanjian harus ditepati," merupakan prinsip dasar dalam hukum perjanjian yang memiliki implikasi luas di berbagai bidang, termasuk dunia pendidikan. Dalam dunia hukum, prinsip ini menegaskan bahwa setiap perjanjian yang sah harus dihormati dan dijalankan oleh para pihak yang terlibat, sebagaimana tertuang dalam Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) Indonesia. Dalam konteks pendidikan, prinsip ini berlaku baik antara institusi pendidikan dengan siswa maupun dengan pihak ketiga, seperti guru, orang tua, dan penyedia layanan pendidikan lainnya.
ADVERTISEMENT
Pacta Sunt Servanda dalam Kontrak Pendidikan
Salah satu bentuk nyata penerapan Pacta Sunt Servanda dalam dunia pendidikan adalah kontrak yang dibuat antara sekolah atau universitas dengan siswa atau orang tua. Kontrak ini bisa berupa perjanjian pembayaran biaya pendidikan, penyediaan fasilitas, atau bahkan kebijakan disiplin sekolah. Berdasarkan prinsip Pacta Sunt Servanda, semua pihak yang terlibat dalam kontrak pendidikan tersebut wajib mematuhi ketentuan yang telah disepakati.
Sebagai contoh, ketika sebuah sekolah swasta menyepakati biaya pendidikan tertentu dengan orang tua siswa, maka kedua belah pihak terikat oleh perjanjian tersebut. Jika pihak sekolah tidak memberikan fasilitas sesuai kesepakatan atau orang tua gagal membayar biaya sesuai jadwal, maka mereka dapat dianggap melanggar kontrak. Di sinilah prinsip Pacta Sunt Servanda memainkan perannya dalam menegakkan keadilan dan kepastian hukum.
ADVERTISEMENT
Kasus-Kasus Relevan dalam Pendidikan
Beberapa kasus yang mungkin muncul dalam konteks pendidikan yang melibatkan prinsip Pacta Sunt Servanda antara lain:
1. Ketidakpatuhan terhadap kewajiban pembayaran: Jika orang tua siswa menandatangani kontrak untuk membayar biaya pendidikan secara berkala, mereka harus memenuhi kewajiban tersebut. Kegagalan membayar dapat memunculkan konsekuensi hukum seperti denda atau penghentian layanan pendidikan.
2. Pemutusan sepihak oleh sekolah: Jika sekolah memutuskan untuk menghentikan siswa tanpa alasan yang sah, padahal telah ada perjanjian bahwa siswa akan mengikuti pendidikan hingga selesai, hal ini bisa dianggap melanggar prinsip *Pacta Sunt Servanda*. Pemutusan sepihak tanpa dasar yang jelas bisa menjadi dasar gugatan hukum.
3. Penghapusan hak-hak siswa atau orang tua: Sering kali, perjanjian antara sekolah dan orang tua mencakup hak-hak siswa, seperti hak atas fasilitas pendidikan tertentu atau hak untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Jika pihak sekolah gagal memenuhi kewajiban tersebut, orang tua atau siswa dapat menuntut pemenuhan hak berdasarkan prinsip Pacta Sunt Servanda.
ADVERTISEMENT
Keterbatasan Prinsip Pacta Sunt Servanda
Meskipun Pacta Sunt Servanda mengikat secara hukum, penerapannya dalam dunia pendidikan tidak mutlak dan memiliki beberapa keterbatasan. Sesuai dengan Pasal 1320 KUHPerdata, sebuah perjanjian dianggap sah jika memenuhi empat syarat: adanya kesepakatan antara para pihak, kecakapan hukum, objek yang jelas, dan sebab yang halal. Jika salah satu syarat ini tidak terpenuhi, perjanjian bisa dianggap batal demi hukum. Dalam konteks pendidikan, hal ini berlaku misalnya jika perjanjian dibuat dengan siswa di bawah umur tanpa persetujuan orang tua atau wali, atau jika perjanjian tersebut melanggar kebijakan pemerintah terkait standar pendidikan.
Selain itu, Pacta Sunt Servanda tidak dapat diterapkan jika isi perjanjian melanggar ketertiban umum atau norma-norma hukum yang berlaku. Sebagai contoh, jika sebuah sekolah membuat perjanjian yang merugikan hak asasi siswa, seperti membatasi akses mereka terhadap pendidikan berdasarkan latar belakang sosial atau ekonomi, maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan karena bertentangan dengan hukum.
ADVERTISEMENT
Analisis Hukum dalam Dunia Pendidikan
Dalam konteks pendidikan, penting bagi semua pihak—sekolah, guru, siswa, dan orang tua—untuk memahami bahwa setiap perjanjian yang dibuat harus dipatuhi demi menjaga kepercayaan dan integritas. Namun, penerapan Pacta Sunt Servanda tidak boleh mengesampingkan aspek keadilan, kemanusiaan, dan kepentingan umum. Pasal 1338 KUHPerdata, yang menegaskan bahwa setiap perjanjian mengikat layaknya undang-undang, juga mengakui bahwa pelaksanaan perjanjian harus dilakukan dengan itikad baik.
Sebagai contoh, jika terdapat perubahan yang signifikan dalam kondisi ekonomi yang membuat orang tua tidak mampu membayar biaya pendidikan, maka kedua belah pihak harus mencari solusi dengan itikad baik, seperti renegosiasi atau pembayaran yang lebih fleksibel. Hal ini sesuai dengan prinsip keadilan yang terkandung dalam Pacta Sunt Servanda.
ADVERTISEMENT
Pacta Sunt Servanda adalah prinsip fundamental dalam hukum perjanjian yang juga berlaku dalam dunia pendidikan. Prinsip ini menuntut agar setiap perjanjian yang sah dan telah disepakati oleh para pihak harus dihormati dan dilaksanakan dengan itikad baik. Namun, dalam praktiknya, penerapan prinsip ini harus mempertimbangkan aspek keadilan, kemanusiaan, dan kepatuhan terhadap hukum yang lebih tinggi. Dengan memahami dan menghormati prinsip Pacta Sunt Servanda, dunia pendidikan dapat berfungsi secara lebih efektif dan adil, menciptakan lingkungan yang mendukung pertumbuhan intelektual dan moral bagi siswa dan seluruh pemangku kepentingan.