Konten dari Pengguna

Peran Guru dalam Pemilihan Ketua OSIS Berdasarkan Panduan Kemdiknas Tahun 2011

Irman Ichandri
Guru SMK Unggul Negeri 2 Banyuasin III, Ketua Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di SMK Unggul Negeri 2 Banyuasin III, Alumni S1 PPKn Universitas Sriwijaya, Alumni S2 Magister Hukum Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Sumpah Pemuda Palembang.
14 September 2024 13:50 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Irman Ichandri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Oleh : Irman Ichandri, S.Pd., M.H.
Sumber : Buku Panduan Pelaksanaan Osis-Kemdiknas, 2011
zoom-in-whitePerbesar
Sumber : Buku Panduan Pelaksanaan Osis-Kemdiknas, 2011
Pemilihan Ketua dan Wakil Ketua Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) adalah salah satu momen penting dalam kehidupan sekolah. Melalui pemilihan ini, siswa tidak hanya belajar tentang demokrasi, tetapi juga tentang kepemimpinan dan tanggung jawab sosial. Buku Panduan Pelaksanaan OSIS yang dikeluarkan oleh Kementerian Pendidikan Nasional (Kemdiknas) pada tahun 2011 memberikan arahan yang jelas tentang proses pemilihan pengurus OSIS, termasuk poin penting bahwa guru tidak terlibat dalam memilih Ketua dan Wakil Ketua OSIS. Terdapat beberapa aspek yang perlu dikaji lebih dalam terkait dengan hal ini, yang dapat memberikan pemahaman lebih komprehensif tentang tujuan dan filosofi di balik keputusan tersebut.
ADVERTISEMENT
1. Batas Waktu Pembentukan Pengurus OSIS: Momen Demokrasi di Awal Tahun Ajaran
Poin pertama dari Buku Panduan OSIS Kemdiknas 2011 menyatakan bahwa pemilihan atau pembentukan pengurus OSIS harus diselenggarakan selambat-lambatnya satu bulan setelah terbentuknya perwakilan kelas. Ini merupakan kebijakan yang bertujuan untuk memberikan struktur organisasi yang kuat dan cepat kepada siswa di awal tahun ajaran. Dengan terbentuknya OSIS, sekolah dapat memulai berbagai kegiatan ekstrakurikuler dan program pengembangan siswa yang dikoordinir oleh OSIS.
Dalam konteks ini, peran guru sebagai pembina sangatlah krusial. Namun, keterlibatan guru dibatasi hanya pada aspek pembinaan, bukan pada pemungutan suara dalam pemilihan Ketua dan Wakil Ketua OSIS. Dengan kata lain, guru berfungsi sebagai pengarah, tetapi keputusan akhir tentang siapa yang akan menjadi pemimpin OSIS diserahkan sepenuhnya kepada siswa. Ini menjadi langkah yang tepat untuk mendidik siswa tentang pentingnya tanggung jawab dalam memilih pemimpin mereka sendiri.
ADVERTISEMENT
2. Struktur Panitia Pemilihan: Guru sebagai Fasilitator, Bukan Pemilih
Poin kedua dalam buku panduan tersebut menjelaskan bahwa penyelenggara pemilihan atau pembentukan pengurus OSIS dibentuk oleh kepala sekolah. Panitia pemilihan ini terdiri dari berbagai unsur, yaitu pembina OSIS, pengurus OSIS lama, perwakilan kelas, dan siswa lainnya. Jumlah anggota panitia pemilihan sekurang-kurangnya lima orang dan sebanyak-banyaknya sepuluh orang. Di sini, jelas terlihat bahwa peran guru lebih kepada pembinaan dan pengawasan jalannya proses pemilihan, bukan sebagai peserta yang turut memilih.
Guru, dalam hal ini Pembina OSIS, diberi tanggung jawab besar untuk memastikan bahwa seluruh proses pemilihan berjalan dengan adil, jujur, dan transparan. Namun, pembina ini tetap tidak memiliki hak suara dalam pemilihan Ketua dan Wakil Ketua OSIS. Langkah ini bertujuan untuk mengajarkan kepada siswa bahwa tanggung jawab memilih pemimpin adalah sepenuhnya milik mereka. Guru hanya bertugas memfasilitasi proses demokrasi yang sehat, di mana siswa dapat belajar memilih berdasarkan kualifikasi calon, bukan berdasarkan arahan atau preferensi pihak luar, termasuk guru.
ADVERTISEMENT
Keterlibatan pengurus OSIS lama dan perwakilan kelas dalam panitia pemilihan juga menjadi bagian penting dari proses ini. Hal ini mengajarkan tentang kontinuitas kepemimpinan dan pentingnya peran kolaboratif antara generasi pemimpin yang baru dan yang lama. Pengurus OSIS lama dapat memberikan pengalaman mereka, sementara perwakilan kelas berfungsi sebagai perwakilan aspirasi siswa.
3. Pemilihan Langsung oleh Siswa: Wujud Demokrasi di Sekolah
Poin ketiga dari buku panduan menyatakan bahwa Ketua dan Wakil Ketua OSIS dipilih secara langsung dalam satu paket oleh seluruh siswa dalam waktu satu hari, dan hasilnya diumumkan secara langsung. Proses pemilihan langsung ini mencerminkan praktik demokrasi yang sederhana namun efektif di lingkungan sekolah. Seluruh siswa diberikan kesempatan yang sama untuk menentukan siapa yang akan memimpin mereka di OSIS, tanpa ada intervensi dari pihak guru atau pihak lain yang mungkin memiliki kepentingan tertentu.
ADVERTISEMENT
Guru, dalam hal ini, tidak ikut serta dalam pemungutan suara. Ini merupakan langkah yang dirancang untuk memastikan bahwa pemilihan Ketua dan Wakil Ketua OSIS murni berasal dari kehendak dan suara siswa. Dengan demikian, proses ini memberikan ruang bagi siswa untuk mengambil peran aktif dalam menentukan arah organisasi mereka sendiri. Guru hanya berperan sebagai pengawas yang memastikan bahwa pemilihan berlangsung dengan adil dan sesuai dengan prosedur.
Tidak adanya keterlibatan guru dalam pemungutan suara juga mengajarkan siswa untuk menjadi pemilih yang mandiri dan bertanggung jawab. Siswa belajar untuk menganalisis calon berdasarkan visi, misi, dan program kerja yang mereka tawarkan, bukan karena pengaruh atau tekanan dari pihak lain. Ini adalah salah satu cara sekolah membangun karakter siswa yang mampu membuat keputusan secara independen.
ADVERTISEMENT
4. Tanggung Jawab Ketua dan Wakil Ketua OSIS Terpilih: Pembelajaran Kepemimpinan Nyata
Setelah proses pemilihan selesai, Ketua dan Wakil Ketua OSIS terpilih harus segera melengkapi kepengurusan OSIS selambat-lambatnya satu minggu setelah pemilihan. Poin ini menunjukkan bahwa tanggung jawab tidak berhenti pada saat terpilih, tetapi justru baru dimulai. Ketua dan Wakil Ketua OSIS harus mampu memilih anggota kepengurusan yang sesuai dengan kebutuhan organisasi dan mampu bekerja sama untuk menjalankan program-program OSIS.
Guru, sebagai pembina OSIS, tetap memiliki peran penting dalam memberikan arahan dan pembinaan kepada pengurus OSIS yang baru. Namun, keputusan mengenai struktur kepengurusan dan tugas-tugas spesifik yang akan dijalankan tetap berada di tangan siswa. Dengan demikian, siswa diajarkan untuk tidak hanya berkompetisi dalam pemilihan, tetapi juga untuk bekerja sama dalam mewujudkan visi dan misi yang telah mereka janjikan kepada pemilih.
ADVERTISEMENT
Proses melengkapi kepengurusan ini juga merupakan bentuk pembelajaran nyata tentang kepemimpinan. Siswa belajar bahwa menjadi pemimpin bukan hanya tentang terpilih, tetapi juga tentang bagaimana mereka mampu membentuk tim yang solid dan bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama. Guru tetap hadir sebagai pembina, tetapi tidak mengintervensi secara langsung proses pembentukan tim tersebut.
Mengapa Guru Tidak Ikut Memilih?
Keputusan untuk tidak melibatkan guru dalam pemungutan suara Ketua dan Wakil Ketua OSIS berdasarkan Buku Panduan Kemdiknas 2011 bukanlah tanpa alasan. Menurut Penulis ada beberapa alasan mendasar yang melatarbelakangi keputusan ini:
1. Mendorong Kemandirian Siswa : Dengan tidak ikut memilih, guru memberikan ruang bagi siswa untuk bertanggung jawab atas keputusan mereka sendiri. Siswa diajarkan untuk memilih berdasarkan pertimbangan mereka sendiri, bukan karena pengaruh dari pihak guru.
ADVERTISEMENT
2. Mencegah Potensi Bias : Keterlibatan guru dalam pemungutan suara bisa menimbulkan potensi bias, di mana siswa mungkin merasa tertekan untuk memilih calon yang disukai oleh guru. Dengan membatasi peran guru hanya sebagai pengawas, potensi bias ini dapat dihindari, dan proses pemilihan menjadi lebih murni.
3. Pembelajaran Demokrasi Sejati : Pemilihan OSIS merupakan miniatur dari proses demokrasi yang sebenarnya. Di sini, siswa belajar bahwa dalam demokrasi, setiap individu memiliki hak suara yang setara, dan keputusan akhir berada di tangan mayoritas. Dengan tidak melibatkan guru dalam pemungutan suara, siswa dapat merasakan proses demokrasi yang lebih autentik.
Berdasarkan empat poin yang tercantum dalam Buku Panduan Kemdiknas 2011, peran guru dalam pemilihan Ketua dan Wakil Ketua OSIS lebih sebagai fasilitator dan pembina daripada pemilih. Dengan tidak dilibatkan dalam pemungutan suara, guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar bertanggung jawab dalam memilih pemimpin mereka sendiri. Proses ini tidak hanya mengajarkan siswa tentang demokrasi, tetapi juga membangun karakter mereka sebagai pemimpin masa depan yang mampu mengambil keputusan secara mandiri dan bertanggung jawab. Melalui sistem ini, pemilihan OSIS dapat menjadi sarana pembelajaran yang efektif bagi siswa dalam memahami nilai-nilai demokrasi dan kepemimpinan.
ADVERTISEMENT