Konten dari Pengguna

Belajar dari Perseteruan Seleb TikTok Clara Shinta vs Debt Collector

M Irwan P Ratu Bangsawan
Prodi Hukum Fakultas Bisnis dan Humaniora Universitas Siber Muhammadiyah, Yogyakarta
26 Februari 2023 13:45 WIB
·
waktu baca 7 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari M Irwan P Ratu Bangsawan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Seleb Tiktok Clara Shinta di Polda Metro Jaya, Senin (20/2). Foto: Dok. Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Seleb Tiktok Clara Shinta di Polda Metro Jaya, Senin (20/2). Foto: Dok. Istimewa
ADVERTISEMENT
Kasus perseteruan antara seleb TikTok Clara Shinta dan debt collector yang akan menyita mobilnya, telah menjadi perbincangan hangat di media sosial belakangan ini. Peristiwa ini berawal dari utang yang diduga belum dibayar oleh Clara Shinta kepada kreditur, sehingga mobil miliknya menjadi objek penyitaan.
ADVERTISEMENT
Namun, Clara Shinta menolak untuk menyerahkan mobil tersebut kepada debt collector, dengan mengeklaim bahwa dirinya tidak pernah melakukan akad utang piutang dengan pihak mana pun. Berbagai dalih dan argumen berusaha dibangun oleh kedua belah pihak untuk membenarkan tindakan mereka.
Penulis tidak akan membahas hal tersebut, sebab dalih dan argumen mereka belum menjadi fakta hukum. Sebagai catatan, fakta hukum adalah suatu keadaan atau peristiwa yang terjadi di dunia nyata yang mempunyai hubungan dengan hukum, baik sebagai dasar hukum atau sebagai bukti dalam mempertimbangkan dan memutuskan suatu perkara di pengadilan.
Fakta hukum sering digunakan dalam sistem hukum civil law atau hukum positif, di mana hukum dibuat berdasarkan pada hukum tertulis dan peraturan yang dikeluarkan oleh badan-badan pemerintah.
ADVERTISEMENT

Debt Collector vs Hukum

Kasus perseteruan antara Clara Shinta dan debt collector menunjukkan bagaimana permasalahan utang piutang dapat memunculkan konflik antara pihak yang berbeda. Namun, dalam menyelesaikan masalah utang piutang, seharusnya semua pihak harus tetap berpegang pada hukum yang berlaku.
Debt collector merupakan pihak yang memiliki tugas untuk menagih utang secara profesional dan sesuai dengan hukum yang berlaku. Namun, dalam pelaksanaannya, masih banyak debt collector yang melakukan tindakan yang tidak etis, seperti mengancam dan memaksa debitur untuk membayar utang. Hal ini dapat menimbulkan konflik dan merugikan debitur yang belum mampu membayar utangnya.
Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah telah menerbitkan peraturan dan regulasi yang mengatur tindakan debt collector. Di antaranya adalah Undang-Undang No. 12 Tahun 2012 tentang Pembiayaan Perusahaan, dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No. 37/POJK.04/2014 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pembiayaan yang Menjadi Objek Pengawasan Otoritas Jasa Keuangan.
ADVERTISEMENT
Dalam peraturan tersebut, terdapat ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang tindakan debt collector yang tidak etis, seperti tidak diperbolehkan mengancam, memaksa, atau mengintimidasi debitur. Selain itu, juga diatur bahwa debt collector harus memiliki izin dan sertifikasi yang dikeluarkan oleh Otoritas Jasa Keuangan.
Dalam hal terjadi konflik antara debitur dan debt collector, debitur juga memiliki hak untuk melaporkan tindakan debt collector yang dianggap tidak sesuai dengan hukum dan etika. Pihak yang merasa dirugikan dapat mengajukan gugatan ke pengadilan, sehingga masalah dapat diselesaikan secara adil dan sesuai dengan hukum yang berlaku.
Dalam konteks kasus perseteruan antara Clara Shinta dan debt collector, tentu saja masih banyak yang perlu dipelajari dan diselidiki lebih lanjut. Namun, yang jelas, dalam menyelesaikan masalah utang piutang, semua pihak harus tetap menjunjung tinggi etika dan hukum yang berlaku, sehingga tidak menimbulkan konflik dan kerugian bagi semua pihak yang terlibat.
ADVERTISEMENT
Praktisi hukum Alexander Lay menyatakan bahwa debt collector sebenarnya tidak berhak menyita barang milik debitur tanpa dasar putusan pengadilan negeri di lokasi sengketa. Jika penyitaan dilakukan tanpa surat putusan pengadilan, maka hal tersebut dapat dikategorikan sebagai tindakan pidana perampasan dengan paksa barang milik orang lain.
Penjelasan Lay tersebut memberikan gambaran tentang prinsip penyitaan barang milik debitur yang diatur dalam putusan pengadilan. Dalam hal ini, perlu ada dasar hukum yang jelas dan tegas untuk melakukan penyitaan barang milik debitur yang wanprestasi. Tanpa dasar hukum yang jelas, penyitaan tersebut dapat dikategorikan sebagai tindakan pidana yang dapat menimbulkan konflik dan merugikan pihak-pihak yang terlibat.

Praktik Ilegal Debt Collector

Jumpa pers pengungkapan kasus perampasan mobil milik seleb TikTok Clara Shinta di Polda Metro Jaya, Kamis (23/2/2023). Foto: Jonathan Devin/kumparan
Secara umum masyarakat menilai bahwa tak sedikit bisnis debt collector yang melibatkan praktik ilegal dalam industri tersebut. Praktik ilegal tersebut dapat melibatkan berbagai tindakan yang melanggar hukum dan etika. Beberapa hal terkait bisnis gelap debt collector yang perlu diperhatikan antara lain:
ADVERTISEMENT
Pertama, praktik penagihan yang agresif. Debt collector tak jarang menggunakan taktik yang agresif dan melanggar hukum, seperti ancaman atau intimidasi fisik, pemerasan, atau penganiayaan. Praktik semacam ini jelas melanggar hukum dan dapat mengakibatkan konsekuensi serius bagi pelakunya.
Kedua, penipuan. Debt collector mungkin menggunakan taktik penipuan untuk memperoleh informasi debitur atau untuk mendapatkan pembayaran yang tidak sah. Praktik semacam ini melanggar hukum dan dapat membahayakan reputasi bisnis debt collector yang sah.
Ketiga, penyadapan. Beberapa debt collector mungkin menggunakan metode penyadapan untuk memperoleh informasi pribadi debitur, seperti nomor telepon, alamat, atau informasi keuangan. Praktik seperti ini melanggar hukum dan dapat mengakibatkan tuntutan hukum yang serius.
Keempat, mengabaikan hak debitur. Debt collector mungkin tidak memperhatikan hak-hak debitur dalam proses penagihan utang, seperti memberikan informasi yang jelas dan akurat tentang utang dan cara pembayaran yang layak. Hal ini dapat melanggar undang-undang perlindungan konsumen dan dapat menyebabkan konsekuensi hukum yang serius bagi debt collector.
ADVERTISEMENT
Kelima, keterlibatan dengan kegiatan kriminal. Debt collector mungkin saja terlibat dalam kegiatan kriminal lainnya, seperti perdagangan narkoba atau perdagangan manusia, sebagai sumber pendapatan tambahan. Praktik seperti ini melanggar hukum dan dapat menyebabkan konsekuensi hukum yang serius bagi pelakunya.
Dalam semua kasus, bisnis gelap dalam industri debt collector dapat menyebabkan kerusakan serius bagi semua pihak yang terlibat, termasuk debitur, kreditur, dan masyarakat secara umum. Oleh karena itu, penting bagi pihak berwenang dan institusi keuangan untuk memperketat regulasi dan mengambil tindakan tegas terhadap bisnis gelap atau praktik ilegal dalam industri debt collector.
Untuk itu, kita berharap kepada Polri menyikapi fenomena praktik ilegal bisnis debt collector dengan serius dan tegas. Polri harus melihat bahwa praktik ilegal dalam bisnis debt collector dapat mengakibatkan kerugian besar bagi konsumen dan masyarakat secara umum.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu, Polri harus melakukan sejumlah tindakan untuk mengatasi praktik ilegal dalam bisnis debt collector, seperti penegakan hukum yang tegas dan tanpa pandang bulu, pengawasan dan pencegahan terhadap praktik ilegal dalam bisnis debt collector, dan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat tentang bahaya praktik ilegal dalam bisnis debt collector.
Selain itu, Polri juga mesti kerja sama dengan pihak lain seperti dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bank Indonesia (BI), dan asosiasi industri keuangan untuk meningkatkan pengawasan dan pengendalian atas praktik bisnis debt collector. Hal ini dilakukan agar semua praktik dalam industri keuangan terkait dengan penagihan utang dilakukan secara profesional dan sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Literasi Keuangan

Masyarakat harus menghindari praktik ilegal dalam bisnis debt collector Foto: Dok. Pribadi
Agar terhindar dari sisi gelap bisnis debt collector, masyarakat harus meningkatkan literasi keuangannya. Literasi keuangan merupakan kemampuan untuk memahami, mengelola, dan membuat keputusan keuangan yang cerdas.
ADVERTISEMENT
Literasi keuangan yang baik sangat penting bagi konsumen untuk mengambil keputusan keuangan yang tepat dan menghindari risiko keuangan yang tidak perlu, termasuk terkait dengan bisnis debt collector. Berikut ini adalah beberapa alasan mengapa literasi keuangan konsumen sangat penting.
Pertama, memahami produk keuangan: Konsumen yang memiliki literasi keuangan yang baik dapat memahami produk keuangan dengan baik dan menghindari penipuan dan praktik ilegal yang dilakukan oleh perusahaan keuangan yang tidak bertanggung jawab, termasuk dalam bisnis debt collector.
Kedua, menghindari utang yang tidak terkendali: Dengan literasi keuangan yang baik, konsumen dapat menghindari terjebak dalam utang yang tidak terkendali. Konsumen yang tidak memiliki literasi keuangan yang cukup seringkali terjebak dalam utang karena mereka tidak memahami risiko dan konsekuensi dari meminjam uang.
ADVERTISEMENT
Ketiga, mengelola keuangan pribadi dengan baik: Literasi keuangan yang baik dapat membantu konsumen untuk mengelola keuangan pribadi mereka dengan lebih baik. Konsumen yang memiliki literasi keuangan yang baik biasanya lebih pandai dalam merencanakan anggaran dan menentukan prioritas pengeluaran.
Keempat, menghindari praktik ilegal dalam bisnis debt collector: Dengan literasi keuangan yang baik, konsumen dapat menghindari praktik ilegal dalam bisnis debt collector. Mereka dapat memahami hak-hak mereka sebagai konsumen dan melaporkan praktik ilegal jika terjadi.
Kelima, memilih produk keuangan yang tepat: Dengan literasi keuangan yang baik, konsumen dapat memilih produk keuangan yang tepat sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan keuangannya. Hal ini akan membantu mereka menghindari masalah keuangan di masa depan.
Keenam, meningkatkan kesejahteraan finansial: Literasi keuangan yang baik dapat membantu konsumen untuk meningkatkan kesejahteraan finansial mereka. Dengan memahami produk keuangan dan mengelola keuangan pribadi dengan baik, konsumen dapat mengambil keputusan keuangan yang cerdas dan menghindari risiko keuangan yang tidak perlu. Hal ini akan membantu mereka mencapai tujuan keuangan mereka dan menciptakan keamanan finansial di masa depan.
ADVERTISEMENT
Dalam rangka meningkatkan literasi keuangan konsumen, diperlukan adanya pendidikan dan informasi yang mudah diakses tentang produk keuangan dan manajemen keuangan pribadi. Institusi keuangan, pemerintah, dan organisasi masyarakat sipil dapat bekerja sama untuk menyediakan program-program literasi keuangan yang efektif.
Selain itu, konsumen juga dapat mencari informasi tentang literasi keuangan secara mandiri melalui berbagai sumber, seperti buku, situs web, seminar, dan workshop. Dengan meningkatkan literasi keuangan, konsumen dapat menghindari risiko keuangan yang tidak perlu dan mengambil.