Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Prasangka
28 Desember 2021 18:12 WIB
Tulisan dari Irwan Aulian Mulyana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Saat ini semua keadaan sangat buruk bagi seluruh umat manusia yang ada di muka bumi ini. Semua aktifitas terganggu bahkan terhenti, semua orang dipaksa untuk berdiam diri di rumah saja, bagaikan burung yang terperangkap di kandang. Semua ini demi terhentinya penyebaran wabah yang sangat parah. Corona virus atau biasa disebut COVID-19 ini sudah banyak merenggut nyawa ribuan, bahkan jutaan orang di seluruh dunia.
ADVERTISEMENT
Untuk itu pemerintah mengadakan rapid test massal sebagai upaya mendata semua masyarakat, agar orang-orang yang terkena COVID-19 ini dapat diketahui dan nantinya akan dikarantina serta ditangani dengan penanganan yang tepat hingga sembuh.
“Semuanya positif.” Ucap salah satu petugas medis. Seketika semuanya hening, air mata pun perlahan mulai menetes sedikit demi sedikit.
Tidak berapa lama, petugas medis tersebut melanjutkan, “kecuali kamu.” Sambil menunjuk Sanny. Dia adalah seorang pemuda berusia 20 tahun yang dikenal oleh masyarakat sekitar sebagai anggota preman pasar yang berkuasa di daerah tersebut. Preman-preman ini sangat ditakuti oleh masyarakat dan para pedagang. Bukan tanpa alasan, mereka sering kali meminta pungutan kepada para pedagang dan terkadang membuat resah para pembeli.
ADVERTISEMENT
Dia mulai bergabung bersama komplotan preman tersebut sejak dia lulus sekolah. Sedari awal, Sanny tidak punya niatan untuk menjadi preman, tetapi keadaan yang mendesak dirinya hingga dia terjerumus ke lubang tersebut. Sejak lulus sekolah, Sanny sudah berusaha berkali-kali untuk mencari pekerjaan. Karena dirinya hanya lulusan SMA, dia sangat kesulitan mencari pekerjaan di luar sana. Terlebih saingan dia itu semuanya lulusan sarjana dan kebanyakan juga dibantu oleh orang dalam. Inilah yang memaksa Sanny memilih jalannya saat ini.
“Saya negatif?” Tanya Sanny kepada petugas medis dengan penuh cemas.
“Iya betul. Mulai sekarang kamu harus berpisah dengan ibu dan adikmu. Kami harus segera membawa mereka ke rumah sakit untuk dikarantina agar virusnya tidak menyebar.” Jawab salah satu petugas medis dengan tegas.
ADVERTISEMENT
Ibu Sanny pun berkata padanya, “Nak, jaga dirimu baik-baik ya. Jangan lupa sholat. Ibu dan adikmu akan segera sembuh, kami akan segera pulang ke rumah nanti. Siapkan saja teh hangat ketika ibu dan adikmu pulang.”
“Bu, kita mau ke mana?” Tanya adik dengan polos.
Ibu pun menjawab, “kamu ikut dulu ya, Nak. Kita akan pergi untuk jalan-jalan dan berlibur.” Ucapnya sambil berusaha merayu anaknya tersebut.
“Kakak tidak ikut?” Ucap adik sambil memudarkan senyumannya.
“Kita hanya sebentar saja. Nanti kita bawa oleh-oleh buat kakak.” Balasnya agar anaknya itu tidak curiga.
Adik kembali tersenyum dan langsung berkata, “asyik, kita mau jalan-jalan. Nanti aku mau beli mainan di sana. Aku juga mau beli es krim buat kakak.”
ADVERTISEMENT
Sanny menahan tangis setelah mendengar percakapan antara ibu dengan adiknya tersebut. Dia pun hendak memeluk keluarganya karena tidak kuat lagi menahan rasa sedih itu. Tetapi tim medis menahan dirinya agar tidak menghampiri mereka. Karena jika mereka bersentuhan, virus itu akan dengan mudah menular.
“Bu, jangan tinggalkan aku sendirian. Aku ingin ikut bersama kalian. Aku tidak mau sendirian di rumah.” Menangis sembari melawan hadangan tim medis yang menahan dirinya.
“Jaga dirimu baik-baik, Nak. Jangan telat makan dan jangan lupa sholat.” Sambil meneteskan air mata di depan Sanny karena tidak kuat lagi menahan tangisnya.
“Ayo kita pergi!” Ajak petugas medis sambil menarik tangan Sanny.
Sanny pun mengelak, “sebentar, Pak. Kok, saya yang dibawa?” Tanya dirinya penuh heran.
ADVERTISEMENT
“Eh, maaf. Saya salah bawa orang.” Petugas itu tersenyum malu karena salah membawa orang.
Tim medis pun pergi bersama ibu dan adiknya Sanny yang sudah dipastikan positif terkena COVID-19. Mereka akan segera dikarantina di rumah sakit hingga sembuh dan sudah dinyatakan negatif.
Saat ini Sanny tinggal sendirian di rumah yang letaknya berada di tengah permukiman yang sangat ramai dan padat penduduk. Setelah kejadian tersebut, kabar tentang ibu dan adiknya Sanny yang positif virus COVID-19 pun menyebar dengan sangat cepat di masyarakat dan teman-temannya.
“Hey, coba lihat. Dia itu pemuda yang semua keluarganya positif COVID-19. Ih, jadi takut. Hati-hati loh, jangan terlalu dekat dengan dia, nanti kita bisa ikut tertular." Bisikan salah satu pedangan di pasar ketika melihat Sanny yang sedang berkumpul bersama teman-temannya di tempat tongkrongan yang ada di pasar.
ADVERTISEMENT
“Iya benar. Mulai sekarang kita semua harus jaga jarak dari orang itu. Nanti kita semua bisa ikut tertular." Balas salah satu teman pedagang tersebut. Walaupun mendengarnya, Sanny tidak memperdulikan hal tersebut. Tetapi teman-temannya langsung menghampiri para pedagang itu, setelah mereka mendengar ucapan tersebut.
“Hey, bicara apa barusan? Coba bicara sekali lagi! Mau kami hancurkan semua dagangannya?” Ucap salah satu teman Saanny sambil memukul meja yang ada di hadapannya.
Teman-teman Sanny langsung menghancurkan semua dagangan di toko tersebut karena mereka tidak terima jika Sanny diperlakukan seperti itu. Seketika orang-orang yang ada di dekat kejadian langsung memusatkan perhatiannya kepada mereka. Melihat toko tersebut dihancurkan oleh teman-temannya, Sanny pun langsung menghampiri teman-temannya dan menyuruh mereka untuk menghentikan tindakan tersebut. “Sudah, tidak perlu didengarkan. Biarkan saja mereka bicara apa pun tentang saya. Saya tidak peduli.” Ucap Sanny sambil menarik teman-temannya dan mengajak mereka meninggalkan toko tersebut.
ADVERTISEMENT
Sanny tidak menanggapi masyarakat yang sudah mengucilkan dia, walaupun sebenarnya dia juga merasa sangat kesal dan sedih, tetapi dia masih bisa menahan emosinya. Dia hanya bisa meninggalkan tempat tersebut lalu pulang menuju rumahnya sambil meneteskan air mata karena dirinya teringat kepada ibu serta adiknya yang sedang dikarantina.
Hari demi hari Sanny lewati dengan kesendirian. Dia harus menerima tindakan masyarakat yang mengucilkannya. Uang tabungannya semakin menipis karena keadaan di pasar pun semakin memburuk. Setiap hari dia hanya makan dengan nasi putih saja, tanpa didampingi lauk apapun. Belum lagi dia harus menerima sikap warga yang selalu mengucilkan dirinya. Hanya teman-temannya yang selalu ada untuk memberikan semangat kepadanya.
“Para warga, tolong berkumpul sebentar. Saya dapat amanah dari kepala desa." Ucap Pak RT dengan nada yang lantang di tengah permukiman warga.
ADVERTISEMENT
“Ada apa, Pak RT? Waduh, kita kan seharusnya jangan kumpul-kumpul" balas salah satu warga yang memprotes. Mereka pun perlahan berkumpul dan menghampiri Pak RT yang sudah menyuruh mereka untuk berkumpul tadi.
Sanny melihat warga yang sedang beramai-ramai dan mendengar ucapan Pak RT dari balik jendela rumahnya. Pak RT pun mulai menjelaskan, “kemarin, kepala desa menyuruh saya untuk mencarikan warga yang ingin menjadi relawan untuk membantu menangani virus COVID-19 ini. Apa salah satu dari kalian ada yang bersedia?” Tanya dia kepada semua warga yang sedang berkumpul.
“Yah, Pak RT. Saya kira mau bagi-bagi sembako gratis. Jika ditawari menjadi relawan COVID-19, kami tidak mau, Pak RT. Kami takut tertular." Jawab salah satu warga dengan perasaan kecewa.
ADVERTISEMENT
Salah seorang warga pun menimpali, “iya, Pak RT. Huh.” Semua warga pun ikut menyoraki Pak RT. Mereka lalu pergi dan membubarkan diri. Setelah mendengar pengumuman tersebut, Sanny berpikir jika dirinya akan mendaftarkan diri menjadi relawan COVID-19 untuk membantu masyarakat yang positif, seperti yang dialami ibu dan adiknya agar tidak ada korban jiwa yang bertambah lagi. Dia pun langsung keluar dari rumah dan menghampiri Pak RT.
“Pak RT, tunggu sebentar!” Panggil Sanny sambil lari menghampiri Pak RT yang terlihat kecewa.
Pak RT terlihat ketakutan ketika Sanny menghampirinya. “Aduh, dia mau apa ya? Saya sedang tidak punya uang. Pasti dia mau minta uang. Bahaya jika tidak kabur, bisa-bisa saya dipukuli oleh dia. Harus bagaimana ya?” Ucapnya dalam hati sambil menggenggam erat kertas yang dia genggam.
ADVERTISEMENT
“Pak RT kenapa? Kok ketakutan seperti itu? Santai saja, Pak RT. Saya tidak akan macam-macam kok. Saya cuma mau daftar menjadi relawan saja.” Ucap Sanny sambil berusaha menenangkan Pak RT.
“Eh, sebentar. Jangan dekat-dekat dulu. Harus sosial distancing. Kamu serius? Tidak takut?” Tanya Pak RT sambil memberitahu Sanny agar tidak mendekatinya.
Sanny langsung menjawabnya dengan tegas, “iya, Pak RT. Saya serius. Saya ingin membantu masyarakat agar tidak ada lagi korban jiwa yang bertambah.”
“Baiklah, sekarang ayo ikuti saya!” Ucap Pak RT dan menyuruh Sanny agar mengikuti langkah kakinya.
Mereka pun pergi untuk bertemu dengan kepala desa. Setelah melakukan pendaftaran dan melalui beberapa tahapan administasi, akhirnya Sanny sudah berhasil menjadi relawan yang bertugas membantu menangani virus COVID-19 di wilayahnya. Sekarang dia menjadi sopir yang mengantarkan setiap pasien yang dinyatakan positif ke rumah sakit terdekat.
ADVERTISEMENT
Satu bulan pun telah berlalu, akhirnya ibu dan adiknya Sanny sudah dinyatakan sembuh dari virus COVID-19. Mereka pun dipersilahkan untuk pulang ke rumahnya dan mereka berniat untuk menemui Sanny yang biasanya berada di pasar bersama teman-temannya. “Nak, apa kamu lihat Sanny? Ibu kangen mau bertemu dia.” Tanya Ibu kepada salah satu teman anaknya sambil menggendong adiknya Sanny.
Seorang temannya menjawab, “kita sudah seminggu ini tidak pernah lihat dia lagi, Bu.” Ternyata teman-temannya sudah tidak melihat batang hidung Sanny lagi sejak seminggu yang lalu. Ibu pun terlihat kecewa, dia merasa bingung harus mencari anaknya. Dia pergi meninggalkan mereka dengan penuh kekecewaan. Ketika ingin meninggalkan pasar, salah seorang pedangan memanggil ibunya Sanny.
ADVERTISEMENT
“Bu, tolong ke sini sebentar!” Mengayunkan tangannya sambil memanggil ibunya Sanny.
Ibu pun merasa kebingungan dan langsung menghampiri pedagang tersebut. “Ada apa ya, Bu?” Tanya ibunya Sanny kepada pedagang tersebut.
“Ini ambil, Bu!” Memberikan beras dan bahan sembako lainnya dengan dilapisi oleh kantong plastik berwarna merah. Ibunya Sanny semakin bertanya-tanya. Dia tidak langsung menerima pemberian dari pedagang itu. Dia bertanya kenapa pedagang itu sangat baik kepadanya dan saat ini dirinya malah diberi satu paket sembako.
Sambil menerimanya pemberian pedagang itu, Ibunya Sanny bertanya, “ini apa ya, Bu? Saya tidak meminta jatah seperti preman-preman itu. Saya hanya ingin mencari anak saya saja.”
“Sudah terima saja, Bu. Justru saya ingin berterima kasih kepada dia.” Ucapnya sambil meyakinkan. Ibunya Sanny masih tidak percaya. Karena yang dia tahu, anaknya itu sering membuat para pedagang dan pengunjung resah.
ADVERTISEMENT
“Tolong titip salam ke Sanny, terima kasih selama ini sudah membantu saya dan pedagang yang lainnya. Ternyata Sanny itu tidak seperti teman-temannya yang kejam.” Meneruskan perkataannya tadi sambil menunjuk ke arah teman-teman Sanny.
“Memangnya apa yang sudah Sanny lakukan, Bu? Ibu tidak sedang berbohong kan?” Tanya dia sekali lagi. Pedagang itu menjelaskan kepada ibunya Sanny jika selama ini anaknya sering membantu para pedagang menghindari amarah teman-temannya yang kejam itu.
Terkadang Sanny ikut merapihkan dagangan yang sudah dihancurkan oleh teman-temannya ketika mereka semua sudah pergi terlebih dulu meninggalkan toko yang mereka rusak tersebut, bahkan dirinya mengganti kerugian dengan memberi sedikit uang miliknya. Ibunya Sanny terharu dan tidak menyangka bahwa anaknya yang selama ini terlihat seperti preman yang kejam, ternyata memiliki perilaku yang baik dan berbanding terbalik seperti yang dia kira.
ADVERTISEMENT
Perasaan khawatir terus menyelimuti hati ibunya Sanny. Sambil membawa kantong plastik merah tadi, ibunya Sanny langsung pergi ke rumahnya. Sesampainya di rumah, ibunya Sanny mengetuk pintu dan memberi salam, tetapi tidak ada balasan dari dalam rumah, bahkan tidak ada yang membukakan pintu. Rumahnya sangat hening, tanpa ada suara apapun. “Kenapa Sanny tidak keluar ya?” Tanyanya dalam hati. Kekhawatiran dirinya semakin tinggi. Dia takut jika sesuatu telah menimpa anaknya.
Tidak berapa lama, Pak RT pun lewat dan menghampirinya. “Assalamu’alaikum, Bu. Sudah pulang?” Tanya Pak RT sambil memberikan senyum manis kepadanya. Ibunya Sanny ini memang sangatlah cantik. Dia bahkan masih terlihat muda. Suaminya meninggal ketika Sanny masih duduk di bangku SD. Ketika itu suaminya meninggal karena penyakit jantung yang sudah lama dia derita.
ADVERTISEMENT
“Iya, Pak RT. Alhamdulillah, kami sudah dinyatakan negatif. Oh iya, Pak RT. Sanny ke mana ya, Pak?” Tanya ibunya Sanny.
Pak RT pun menjawab, “syukurlah ya, Bu. Ibu semakin tambah cantik saja setelah pulang dari sana. Oh iya, saya lupa untuk memberitahu. Sekarang Sanny menjadi relawan penanganan virus COVID-19. Dia jadi sopir mobil yang mengantarkan pasien positif COVID-19 ke rumah sakit, Bu.” Ucap Pak RT dengan sedikit merayu ibunya Sanny.
“Ya ampun. Kenapa dia melakukan ini? Bagaimana jika nanti dia tertular virus ini. Pak RT, kita harus bagaimana sekarang?” Nada ibunya Sanny semakin tinggi, dirinya mulai panik karena mengkhawatirkan Sanny.
Pak RT kembali membalas, “dia menawarkan dirinya sendiri, Bu. Dia pernah berbicara kepada saya jika dia ingin membantu para pasien yang positif agar segera ditangani oleh para dokter supaya korban jiwanya tidak bertambah.”
ADVERTISEMENT
“Sampai sebegitunya sekali kamu berbuat baik, Nak.” Ucap ibunya di dalam hati. Ibunya Sanny meminta Pak RT untuk mengantarnya ke tempat Sanny berada. Sebelum berangkat, mereka pun mengambil masker yang ada di dalam rumah. Setelah semuanya siap, akhirnya mereka pergi untuk menemui Sanny. Sebelum mereka pergi, ada seorang petugas medis dengan APD lengkap yang datang dengan sepeda motornya dan langsung menghampiri mereka.
“Sebentar, Bu. Itu petugas medis yang selalu bersama Sanny. Ada apa ya dia ke sini?” Menghentikan langkah ibunya Sanny sambil merasa kebingungan.
Petugas medis itu langsung menghampiri mereka. “Permisi, apa benar ini ibunya Sanny yang menjadi relawan itu?” Tanyanya kepada ibunya Sanny dengan penuh kegelisahan.
“Iya benar, Pak. Bagaimana keadaan Sanny di sana? Dia baik-baik saja kan? Oh iya, kami semua akan pergi ke sana, Pak. Ayo kita pergi bersama-sama saja!” Ajak ibunya Sanny kepada petugas medis yang menghampirinya itu.
ADVERTISEMENT
Petugas medis pun langsung membalasnya, “sebentar, Bu. Ada yang ingin saya bicarakan. Tolong dengarkan saya sebentar saja.” Ucap petugas itu dengan wajah yang terlihat sangat gelisah. Sebelum melontarkan perkataannya, petugas medis itu memberi secarik surat kepada ibunya Sanny. Sambil membaca isi surat itu, petugas medis pun akhirnya menjelaskan bahwa Sanny sekarang telah tiada. Ibunya Sanny langsung meneteskan air mata yang terlihat membasahi kerudungnya karena mendengar kabar tersebut.
Pak RT pun langsung berkata, “Bapak jangan bercanda ya. Kemarin-kemarin Sanny sehat kok. Apakah penyebab dia meninggal karena tertular virus COVID-19 juga?” Tanya dirinya yang masih belum percaya dengan perkataan petugas medis itu. Petugas medis itu menjelaskan bahwa Sanny tidak terpapar virus COVID-19. Sanny mengalami kecelakaan saat dirinya hendak menjemput pasien yang positif COVID-19 untuk membawanya ke rumah sakit. Sesaat di perjalanan, sebuah truk menghantam mobil yang dikendarai oleh Sanny. Nyawa kedua sopir tersebut tidak dapat diselamatkan pada saat itu.
ADVERTISEMENT
“Sanny, jangan tinggalkan ibu, Nak. Ibu dan adikmu sudah pulang. Kami mau menemuimu. Kenapa kamu pergi, Nak.” Tangisan pun tidak tertahankan.
Petugas medis memberikan alasannya kenapa dia memberi surat itu kepada ibunya Sanny. “Itu surat titipan dari Sanny. Sebelum menjalankan tugas terakhirnya, dia sempat memberikan ini kepada saya untuk diberikan kepada ibunya."
Di dalam surat itu Sanny berpesan kepada ibu dan adiknya agar mereka semua harus tetap menjaga diri mereka. Mereka harus selalu berbuat baik kepada orang lain. Sanny pun mengatakan bahwa dirinya sangat menyayangi keluarga kecilnya itu walaupun dalam segala kekurangan yang menimpa keluarganya. Dia memberikan alasan kenapa dirinya menjadi relawan. Itu semua karena dia tidak ingin jika ada orang lain yang posisinya sama seperti dirinya saat ini, selalu dijauhi oleh masyarakat ketika ada salah satu anggota keluarga yang terkena virus COVID-19.
ADVERTISEMENT