Konten dari Pengguna

Tiada Titik Balik

Faisal Wibowo
Mahasiswa Universitas Paramadina Jakarta
18 Juni 2020 16:42 WIB
clock
Diperbarui 6 Agustus 2020 13:17 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Faisal Wibowo tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Foto Penulis dengan Memakai Masker
zoom-in-whitePerbesar
Foto Penulis dengan Memakai Masker
ADVERTISEMENT
Kabupaten Bogor belum bisa melaksanakan fase kenormalan baru atau New Normal, hal ini berdasarkan hasil perhitungan Gugus Tugas Covid-19 Provinsi Jawa Barat, bahwa Kabupaten Bogor adalah Kabupaten yang berbatasan langsung dengan pusat transmisi Covid-19 yaitu DKI Jakarta dan termasuk ke dalam level kuning atau cukup berat, sehingga perlu menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) Proporsional.
ADVERTISEMENT
Menyikapi hal tersebut, Pemerintah Kabupaten Bogor kemudian menerapkan PSBB Proporsional berdasarkan Peraturan Bupati Bogor Nomor 35 Tahun 2020 sebagai bentuk persiapan pelaksanaan Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB) untuk pencegahan dan pengendalian Covid-19 yang berlaku mulai dari 5 Juni hingga 2 Juli 2020.
Sekilas dapat dipahami bahwa kebijakan ini memberikan sinyal adanya relaksasi atau pelonggaran sejumlah aktivitas yang dua atau tiga bulan lalu dilarang kini diperbolehkan. Pun demikian dengan sejumlah sektor bisnis yang dua – tiga bulan lalu harus tutup kini diizinkan beroperasi. Pemerintah Kabupaten Bogor cukup cermat dan sigap dalam membuat kebijakan ini, karena dalam Perbup No. 35 Tahun 2020 dijelaskan bagaimana seharusnya Protokol Kesehatan dilakukan dan ditegakkan di tengah aktivitas masyarakat yang sudah mulai menggeliat, mulai dari aktivitas ibadah di masjid, perkantoran, perhotelan, tempat pariwisata, pusat perbelanjaan, hingga pasar tradisional. Namun, khusus untuk sektor pendidikan, baik Pemerintah Pusat dan daerah sepakat untuk menyelenggarakan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) dengan system daring (online).
Ilustrasi virus corona. Foto: Maulana Saputra/kumparan
Sebagaimana yang diprediksi oleh para pengamat dan akademisi, pelonggaran atau relaksasi aktivitas ini tentu akan berimplikasi pada peningkatan kasus baru yang terindikasi Covid-19. Muncul kekhawatiran akankah gelombang kedua (second wave) penyebaran Covid-19 akan benar-benar terjadi?. Bagaimana implikasinya bagi kita, apakah akan kembali mengunci atau mengurung diri kembali di rumah? Kekhawatiran ini tentu tidak hanya dirasakan oleh masyarakat biasa, namun juga dirasakan oleh para pelaku usaha dan bisnis.
ADVERTISEMENT
Kekhawatiran yang muncul akan terjadinya gelombang kedua (second wave) tidak perlu direspon terlalu lebay. Cukup dengan cara menutup aktivitas atau kegiatan secara menyeluruh di area yang terduga saja. Misalnya seperti di pasar. Jika ada pasar yang terindikasi menjadi cluster baru penyebaran Covid-19, maka pasar itu saja yang ditutup sementara, tidak seluruh pasar.
Begitu juga bila nanti mal menjadi salah satu sumber penyebaran, maka cukup mal tersebut yang dibatasi aktivitasnya. Di saat yang bersamaan, Pemerintah dalam hal ini Gugus Tugas Covid-19 memperbaiki sistem dan prosedur penanganan yang lebih tepat dan lebih tegas dalam menerapkan Protokol Kesehatan.
Penulis perlu memberikan pandangan, bahwa sebetulnya tidak ada pertentangan atau kontradiksi antara faktor kesehatan dan ekonomi. Keduanya tidak tepat jika dianalogikan seperti dua sisi mata uang, melainkan lebih tepat sebagai dua roda yang harus seimbang, seiring, dan sejalan.
ADVERTISEMENT
Dengan demikian, mengaktifkan kembali atau reaktivasi aktivitas ekonomi harus tetap berjalan seiring dengan penerapan protokol kesehatan. Fakta di lapangan kita bisa melihat jutaan buruh yang membutuhkan pekerjaannya kembali, sehingga hal ini perlu menjadi perhatian yang serius oleh Pemerintah.