Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Kekuasaan Politik Indonesia: Oligarki di Balik Bayang-Bayang Demokrasi Jokowi
27 November 2024 9:06 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Ivana Azalia Eka Putri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Ivana Azalia Eka Putri*
Sejak era reformasi, kekuasaan politik di Indonesia telah mengalami banyak perubahan. Umumnya rakyat memegang kekuasaan dan pemerintah menjalankan mandat yang diberikan dalam negara demokrasi. Namun, oligarki sering kali merusak demokrasi. Pengaruh oligarki terhadap pengambilan keputusan politik di Indonesia sering dibahas selama masa pemerintahan Jokowi.
ADVERTISEMENT
Fenomena Oligarki
Fenomena oligarki dalam politik Indonesia, khususnya pada masa pemerintahan Joko Widodo sangat kompleks, dengan adanya banyak lapisan hubungan antara kekuasaan ekonomi dan politik. Oligarki di Indonesia tidak hanya menguasai sumber daya ekonomi, tetapi juga memainkan peran penting dalam pembentukan kebijakan negara. Jokowi pada awalnya muncul sebagai sosok yang dianggap berasal dari luar sistem oligarki. Dengan latar belakang sebagai pengusaha kecil dan mantan Wali Kota Solo, Jokowi menawarkan narasi politik yang lebih dekat dengan rakyat. Namun, memasuki masa pemerintahan, Jokowi menghadapi tantangan dalam membangun aliansi politik. Untuk memenangkan dukungan di parlemen dan dalam pemilu, Jokowi harus merangkul partai-partai besar yang pada dasarnya didominasi oleh elite politik lama dan pengusaha besar, terutama dalam menghadapi oposisi yang juga didukung oleh jaringan oligarki.
ADVERTISEMENT
Oligarki dan Demokrasi: Dua Kubu yang Saling Berseberangan
Menurut Jeffrey Winters, oligarki merujuk pada kekuasaan yang didominasi oleh kelompok elite yang memiliki pengaruh besar dalam politik. Hubungan antara pebisnis dan pemerintah di Indonesia adalah penyebab keberadaan oligarki ini. Meskipun rezim otoritarian Orde Baru berakhir dengan Reformasi 1998, oligarki masih menjadi bagian dari pemerintahan. Sebagian besar partai politik di Indonesia dibiayai oleh pengusaha besar, dan sering kali terdapat hubungan yang erat antara pemimpin partai dengan para elite bisnis. Dalam dua pemilihan presiden. Jokowi didukung oleh partai-partai besar seperti PDIP, Nasdem, dan Golkar, yang memiliki hubungan erat dengan pengusaha besar. Dukungan dari kelompok-kelompok ini tidak gratis, mereka mengharapkan imbalan dalam bentuk kebijakan yang menguntungkan atau akses ke proyek-proyek negara. Contohnya seperti, pada pemilu tahun 2019, banyak donatur besar dari sektor bisnis yang menyumbang ke kampanye Jokowi. Beberapa di antaranya adalah pengusaha yang kemudian mendapatkan akses ke proyek-proyek besar, seperti infrastruktur dan energi. Hubungan saling ketergantungan ini memperkuat posisi oligarki dalam pemerintahan Jokowi.
ADVERTISEMENT
Manifestasi Oligarki pada Pemerintahan Jokowi
Tanda pemerintahan Jokowi adalah fokusnya pada pembangunan infrastruktur yang besar-besaran. Proyek-proyek infrastruktur seperti pembangunan jalan tol Trans-Jawa, pelabuhan, bandara internasional, dan kawasan industri khusus memerlukan investasi besar yang sebagian besar berasal dari konglomerat dalam negeri. Tentu saja, kebijakan-kebijakan ini bertujuan untuk meningkatkan konektivitas dan mendorong pertumbuhan ekonomi, namun sebagian besar proyek-proyek ini pada akhirnya akan menguntungkan kaum oligarki yang memiliki kapasitas finansial dan koneksi untuk memenangkan kontrak besar dari pemerintah. Pengusaha besar seperti Luhut Binsar Pandjaitan, Erick Thohir, dan Aburizal Bakrie adalah contoh pengusaha yang mendapatkan keuntungan dari kebijakan infrastruktur ini.
Dampaknya Bagi Demokrasi
Di bawah pemerintahan Jokowi, kekuatan cengkeraman oligarki mengancam demokrasi Indonesia dengan berbagai konsekuensi. Pertama, representasi rakyat di parlemen menjadi lebih lemah karena banyak politisi bergantung pada dukungan finansial dari elite. Kedua, kebijakan yang dibuat lebih cenderung menguntungkan segelintir elite daripada masyarakat luas, dan yang ketiga, ketimpangan ekonomi semakin meningkat karena kekayaan dimiliki oleh segelintir elite.
ADVERTISEMENT
Harapan untuk Masa Depan
Meskipun oligarki menghadapi tantangan yang sulit, itu bukan berarti tidak ada harapan. Langkah penting adalah reformasi hukum untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas. Selain itu, penting bagi masyarakat sipil, media, dan generasi muda untuk terus mengawasi kebijakan pemerintah. Jika rakyat tidak hanya menjadi penonton, tetapi juga berpartisipasi aktif dalam pengambilan keputusan politik, demokrasi Indonesia tidak akan bertahan.
Penulis adalah mahasiswa Pengantar Ilmu Politik, Prodi Kom, FISIP Untirta