Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Berdaya Saing Tinggi dengan Gemar Berolahraga
9 September 2020 17:19 WIB
Tulisan dari Mohamad Kurniawan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Saya selalu penasaran dengan Australia. Negara yang saya diami dari 2011 sampai 2017. Saya tinggal di kota Darwin di negara bagian Northern Territory. Kota kecil berpenduduk 200.000 jiwa ini adalah kota paling utara di Australia sekaligus kota terdekat dengan negeri kita.
ADVERTISEMENT
Apa yang membuat saya penasaran? Adalah kaitan kebiasaan olah raga masyarakat di negeri kanguru ini dengan daya saingnya di level global. Saya mencari tahu sampai ketemu dengan satu nama. Clark Hetherington. Dia adalah seorang ahli pendidikan jasmani asal Amerika Serikat. Salah satu arsitek mahzab “pendidikan jasmani baru” ini merumuskan 5 tujuan yang bisa dicapai melalui pendidikan olahraga di usia dini.
Pertama, peningkatan kemampuan fisik seorang anak sehingga kelak berpengaruh saat dia dewasa. Kedua, membangun kecepatan dan kesigapan cara berpikir pada diri anak-anak. Ketiga, membangun dan mengembangkan karakter. Keempat, melalui olahraga anak-anak dilatih untuk menyesuaikan dirinya dalam kehidupan sosial. Terakhir, olah raga adalah media untuk mengajarkan tata cara berdemokrasi.
Temuan Hetherington ini sangat menarik. Karena justru dari 5 tujuan pendidikan olahraga usia dini, hanya 1 tujuan yang berkaitan langsung dengan kemampuan fisik si anak dan pengaruhnya saat dia dewasa kelak. Empat tujuan lainnya tidak sama sekali. Padahal selama ini pemahaman saya, dan mungkin juga sebagian besar orang tua, adalah bahwa olah raga - yang teratur - “hanya” akan membuat kita sehat secara jasmani. Sehat badaniah dan bugar fisik. Sementara berdemokrasi, interaksi sosial, pembangunan karakter serta kesigapan dan kecekatan berpikir bisa dilakukan melalui sarana pembelajaran lainnya.
ADVERTISEMENT
Rasa penasaran saya terhadap hubungan kebiasaan berolahraga di masyarakat di sebuah negara dengan daya saing global negara tersebut sedikit banyak menemukan jawabannya dari rumusan Hetherington ini. Lewat olahraga nilai-nilai sosial diinternalisasi. Nilai-nilai seperti setia kawan, menghargai perbedaan, patuh pada peraturan, mengakui kesalahan dan kekalahan, mengejar keberhasilan lewat proses bukan dengan jalan pintas, berpikir logis sekaligus peka terhadap sesama serta disiplin dalam mengatur hidup dan pantang menyerah. Bukankah nilai-nilai tersebut adalah nilai dasar pembentuk pondasi sebuah bangsa yang berdaya saing tinggi?
Sekarang saya mau cerita Australia. Masyarakat negara ini sangat getol berolahraga. Tak hanya musiman. Hampir setiap pagi dan sore, saya temui banyak orang-orang yang melakukan olah raga, baik jogging, jalan maupun bersepeda di berbagai jogging track atau pedestrian di penjuru Darwin dan kota-kota lain di benua ini.
ADVERTISEMENT
Tak hanya anak-anak, remaja atau orang muda, bahkan para manula pun masih banyak yang terlihat berolahraga meskipun hanya berjalan kaki. Hebatnya mereka masih terlihat sigap. Kurikulum di sekolah pun diciptakan sedemikian rupa sehingga anak-anak mempunyai waktu yang cukup untuk berolah fisik di luar ruang. Infrastruktur kota didesain menjadi sangat ramah bagi masyarakat untuk aktif berolahraga. Banyak sekolah yang lokasinya berdampingan dengan lapangan sepakbola ala Australia. Lalu, apa dampak dari kebiasaan ini?
Ditilik dari prestasi Australia di bidang olah raga dunia, kita pakai ukuran Olimpiade, negara ini tak pernah keluar dari 10 besar pengumpul medali emas terbanyak pada lebih dari 8 penyelenggaraan Olimpiade terakhir. Lebih jauh lagi, internalisasi nilai-nilai sosial dan tujuan yang disebutkan oleh Hetherington di atas, melekat kuat di semua sendi kehidupan masyarakat. Sebutlah contohnya budaya antre dan tertib berlalu lintas.
ADVERTISEMENT
Faktor inilah rupanya yang menjadi modal Australia tumbuh menjadi negara maju dan punya daya saing tinggi di level global. Kalau begini, nyata sekali peran strategis pendidikan jasmani sebagai salah satu modal dasar sebuah bangsa untuk menjadi negara maju. Sekarang bagaimana dengan kita?
Tak perlu berkecil hati. Optimisme harus tetap dibangun. Modal untuk menjadi bangsa yang kuat dan maju harus dimulai dari kita dan keluarga kita. Jadi, marilah kita mulai ajarkan nilai-nilai dasar pembentuk pondasi negara maju ini melalui olahraga. Setidaknya ada 3 momentum besar yang kita punya.
Pertama, tuan rumah Asian Games, pesta olahraga terbesar se-Asia, dua tahun lalu, yang benar-benar membuat rasa bangga berbangsa membumbung tinggi. Kedua, kesadaran hidup sehat yang meningkat pesat sebagai dampak pandemi Covid 19. Kita bisa saksikan bagaimana penjualan sepeda meningkat drastis. Terakhir, bonus demografi yang akan mencapai puncaknya pada tahun 2030 yang akan datang. Lantas, dengan momentum-momentum ini masihkah kita punya alasan untuk pesimis menjadi bangsa besar?
ADVERTISEMENT
Selamat Hari Olahraga Nasional!
Mohamad Kurniawan, pemilik Sekolah Alkautsar Temanggung, Jawa Tengah