Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Mendidik Karakter Melalui Kisah
9 September 2020 5:32 WIB
Tulisan dari Mohamad Kurniawan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Suatu hari, pada saat menjabat khalifah, Umar bin Khattab menyampaikan pengumuman. Sang khalifah yang terkenal tegas ini berencana mengerahkan pasukan untuk menaklukkan Persia. Waktu itu Persia adalah salah satu dari dua super power dunia, selain Romawi. Dua imperium besar tersebut mempunyai wilayah kekuasaan yang sangat luas. Kekuatan militernya pun tak bisa dipandang sebelah mata dan sangat sulit ditaklukkan.
ADVERTISEMENT
Dalam pengumumannya, khalifah Umar, mengajak sebanyak mungkin pemuda-pemuda muslim untuk bergabung menjadi bagian dari pasukan. Namun tak seperti pada perang-perang terdahulu yang selalu menarik minat, kali ini antusias para pemuda muslim untuk mendaftarkan dirinya sangat sangat rendah. Selama 3 hari tidak ada satu pun pemuda yang datang mendaftar.
Setelah ditelisik oleh Umar, maka diketahuilah penyebabnya. Rupanya, saat para pemuda ini masih kecil, ibu-ibu mereka selalu menceritakan beragam kisah tentang kehebatan dan kekuatan tentara-tentara Persia. Betapa mereka tiada kenal rasa takut menghadapi musuh manapun. Dengan modal keberanian tersebut, mereka tak terkalahkan dalam setiap medan pertempuran.
Kisah yang selalu diulang-ulang dalam setiap kesempatan, ini pun masuk ke alam bawah sadar anak-anak tersebut. Dan saat beranjak dewasa, dampak dari cerita ini pun mempengaruhi nyali mereka. Muncul rasa takut untuk berperang melawan tentara Persia.
ADVERTISEMENT
Apa yang membuat kisah tadi sangat kuat melekat dalam pikiran anak-anak kaum muslimin? Apa pengaruh kisah dalam kehidupan seseorang? Bisakah kisah menjadi salah media untuk mendidik karakter anak-anak kita?
Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, mari kita cermati bagaimana proses otak kita bekerja mencerna sebuah informasi. Ketika otak bekerja itu artinya kita sedang berpikir. Yakni terjadi proses pengaitan fakta yang sedang dihadapi dengan informasi, data atau realitas terdahulu yang pernah diterima otak kita. Tidak peduli hal itu salah atau benar.
Artinya pada saat para pemuda tadi diajak untuk bergabung dengan pasukan kaum muslimin guna menaklukkan Persia, sebagian informasi yang diperoleh dari para ibu mereka telah membentuk persepsi dalam dirinya. Persepsi yang terbentuk adalah betapa kuatnya pasukan Persia. Inilah yang kemudian mempengaruhi pilihan sikap para pemuda muslim tersebut.
ADVERTISEMENT
Lantas pelajaran apa yang kita bisa ambil dari kisah di atas? Sebuah kisah inspiratif yang diceritakan oleh ustadz Ja’far Al Jufri, seorang ustadz muda yang mengabdikan dirinya untuk berdakwah di lingkungan tempat saya tinggal di Jogja.
Melissa Taylor, seorang pakar pendidikan karakter dan menulis buku berjudul Book Love: Help Your Child Grow from Reluctant to Enthusiastic Reader mengatakan bahwa ada 6 manfaat kisah atau cerita atau dongeng untuk pembentukan karakter anak-anak kita.
Pertama, kisah bisa mengajar anak untuk memiliki sikap pantang menyerah. Tentu kita sangat paham, hampir dalam semua cerita, seorang protagonis atau lakon akan mengalami kesulitan dalam kehidupannya di awal cerita. Happy ending, setelah melalui perjuangan heroik, hampir menjadi resep umum dalam setiap bangunan cerita. Setidaknya demikian cerita-cerita yang saya baca, tonton dan dengar. Nilai-nilai perjuangan menuju akhir bahagia dari tokoh protagonis tersebut bisa menjadi bahan ajar pendidikan karakter yang luar biasa.
ADVERTISEMENT
Kedua, mengajar anak tentang keragaman budaya. Latar belakang sebuah cerita mengandung unsur tempat, kondisi sosio kultural masyarakat, kuliner, waktu yang amat sangat beragam. Hal ini menjadi sebuah kesempatan untuk mengajarkan keragaman budaya kepada anak-anak.
Ketiga, meningkatkan daya imajinasi. Setiap kisah punya kekuatan membangkitkan imajinasi pembaca, penonton dan pendengarnya. Imajinasi tanpa batas. Belum lagi perpaduan alur cerita, karakter tokoh-tokohnya, setting tempat dan waktu akan menambah kuatnya imajinasi kita.
Keempat, meningkatkan sikap berpikir kritis. Melalui kisah yang beralur cerita unik, tak gampang ditebak, dinamis, akan melatih pembaca atau pendengar atau penonton berpikir kritis.
Kelima, memberikan pelajaran moral. Hampir dalam setiap cerita, apapun ending-nya, selalu dapat kita petik pelajaran moral darinya. Entah itu tentang sikap saling menghormati, cinta kepada orang tua, respek pada sesama, empati. Apapun kisahnya, pasti ada pelajaran moral yang bisa kita petik. Dan ini sangat penting untuk mendidik anak-anak kita.
ADVERTISEMENT
Keenam, mempererat ikatan hubungan orang tua dan anak. Membacakan cerita kepada anak adalah satu media yang efektif untuk meningkatkan bonding antara orang tua dan anak.
Sebagai penutup saya ingin kutip pernyataan Albert Einstein,”Bila kita ingin melihat anak-anak kita cerdas, maka seringlah membacakan kisah atau cerita. Dan bila ingin melihat mereka lebih cerdas lagi, maka bacakan mereka cerita lebih sering lagi”.
Bila kita renungkan lebih dalam keenam manfaat cerita di atas dan pernyataan Albert Einstein tersebut, maka sudah seharusnya kita paham mengapa sepertiga isi Al Qur’an adalah kisah.
Selamat belajar!
Mohamad Kurniawan, pemilik Sekolah Alkautsar Temanggung, Jawa Tengah